HIDUPKATOLIK.com – “Wajah pemuda itu berubah menjadi pucat, biji matanya yang hitam naik ke kelopak dan menyisakan warna putih, nafasnya pun terengah-engah tak beraturan. Dia mengerang,” beber Pastor Santis.
Hujan mengguyur Gisting, Kecamatan Tanggamus, Lampung, Rabu, 23/5 dini hari. Ini adalah hujan kedua, setelah sehari sebelumnya terjadi hal serupa. “Hampir sebulan di sini (Gisting) tidak turun hujan. Baru dua hari ini saja (turun hujan),” ujar seorang petugas keamanan hotel, tempat HIDUP menginap.
Kota penghasil sayur-mayur ini terkenal sebagai daerah sejuk di Lampung. Dengan turunnya hujan, membuat daerah yang berada di ketinggian sekira 700 meter di atas permukaan laut itu kian bertambah adem. Rupanya, hujan yang bertandang sebelum sahur tiba, betah bertamu di Gisting
Hujan tak kunjung pulang, meski jarum jam mencumbu angka sembilan. Dengan membonceng ojek pangkalan, HIDUP menembus tumpahan air dari langit ke Biara Gembala Baik, yang berjarak sekitar 300 meter dari hotel. Sebetulnya, lokasi hotel dengan biara hanya berseberangan, tak lebih dari 20 meter. Namun karena dipisahkan oleh pemukiman warga dan mes pemerintah daerah, pengunjung harus memutari jalan raya untuk sampai ke biara itu.
Biara Gembala Baik berada dalam satu kompleks dengan Postulat dan Novisiat Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus (Sacerdotum a Sacro Corde Jesu/SCJ). Biara itu juga berdampingan dengan Gereja St Pius X dan RS Panti Secanti. Di biara yang dikhususkan untuk para anggota SCJ –imam maupun bruder– lanjut usia. Di biara itulah, menurut Uskup Tanjung Karang, Mgr Yohanes Harun Yuwono, tinggal seorang imam eksorsis.
Resmi, Khusus
Biara Gembala Baik amat sunyi. Penghuni tetap biara saat itu ada empat orang: dua imam lansia, seorang bruder sebagai pimpinan rumah sekaligus perawat di RS Panti Secanti, dan satu imam muda. “Silakan tunggu sebentar ya, saya panggilkan Pastor Yohanes Santis (bukan nama sebenarnya),” pinta Pastor Aloysius Yudhistira SCJ.
Kurang dari lima menit, Pastor Yudhis, sapaannya, datang kembali bersama seorang imam berusia 81 tahun. Dia tersenyum dan menyapa HIDUP. Meski renta, tubuh Pastor Santis amat bugar. “Ayo kita minum dulu,” ajak Pastor Santis dan Pastor Yudhis, sebelum wawancara.
Rasa takjub memenuhi hati. Sungguh tak terbayangkan bisa bertemu seorang imam ekorsis. Dari penelusuran HIDUP, dari 38 keuskupan di Indonesia saat ini hanya ada tiga imam eksorsis yang mendapat penunjukkan resmi dari uskup setempat; dua imam di Keuskupan Agung Pontianak, dan satu imam di Keuskupan Tanjung Karang. Dan Romo Santis adalah imam eksorsis tertua yang dimiliki oleh Gereja Katolik Indonesia.
Hampir tak ada perbedaan antara imam eksorsis dengan imam lain. Imam eksorsis juga melakukan karya serupa seperti para imam lain, yakni merayakan Misa, mengajar, atau memberikan sakramen kepada umat. Memang, semua pastor memiliki kuasa untuk melakukan pengusiran setan. Namun, untuk melakukan eksorsis resmi atau besar, hanya imam yang ditunjuk khusus dan resmi oleh uskup setempat (di mana imam itu berada dan berkarya).
Katekismus Gereja Katolik, paragraf 1673, secara jelas memaparkan, “Dalam bentuk sederhana, eksorsisme dilakukan dalam upacara Pembaptisan. Eksorsisme resmi atau yang dinamakan eksorsisme besar hanya dapat dilakukan oleh seorang imam dan hanya dengan persetujuan uskup. Eksorsisme itu digunakan untuk mengusir setan atau untuk membebaskan dari pengaruh setan, berkat otoritas rohani yang Yesus percayakan kepada Gereja-Nya.”
Pernyataan hampir serupa juga disebutkan dalam Hukum Gereja (Kanon 1172), “Tak seorang pun dapat dengan legitim melakukan eksorsisme terhadap orang yang kerasukan, kecuali telah memperoleh izin khusus dan jelas dari ordinaris wilayah.”
Kanon itu juga memaparkan kriteria imam yang memperoleh restu khusus dari uskup untuk melakukan eksorsis besar. “Izin itu oleh ordinaris wilayah hendaknya diberikan hanya kepada imam yang unggul dalam kesalehan, pengetahuan, kebijaksanaan, dan integritas hidup.”
Saat berada di ruang makan Biara Gembala Baik, ada dua imam dan satu bruder SCJ, yang kebetulan berada di sana untuk menghadiri pertemuan. Seorang dari mereka, Pastor Elis Handoko SCJ, memberikan kesaksian terhadap koleganya itu, “Kami (SCJ), menganggapnya (Pastor Santis) sebagai orang kudus. Dia menjadi bapak pengakuan bagi banyak imam dan suster.”
“Coba kamu lihat, burung-burung di sini juga akrab dengannya. Ada satu burung yang dia piara sejak masih bulu jarum hingga sekarang. Burung itu hanya mau mendekat dan bermain dengannya. Dia seperti St Fransiskus bagi kami,” tambah Pastor Elis seraya tersenyum.
Pastor Santis tak mendengar pujian dari rekan setarekatnya itu. Saat itu, dia memberi makan kepada burung tekukur yang dipanggilnya sebagai anak. Benar seperti yang dikatakan oleh Pastor Elis, dari genteng biara, seekor burung tekukur meluncur lalu mendarat di atas kepala Pastor Santis.
Burung itu seperti menari-nari di kepala sang imam yang seluruh rambutnya telah memutih. Begitu Pastor Santis menyorongkan tangan, burung itu melompat ke sana dan mengambil potongan kecil pisang di ujung lidi. “Kasihan sekali burung itu. Sepertinya dia trauma. Mungkin seseorang telah menghancurkan sarangnya dan memisahkan dia dari induknya,” ujar Pastor Santis dengan roman sedih.
Tak Menyangka
Dua dari tiga imam eksorsis yang HIDUP wawancarai sama sekali tak menyangka mendapat tanggung jawab tersebut. Alkisah, tak lama setelah ditahbiskan menjadi Uskup Agung Palembang, Mgr Aloysius Sudarso SCJ meminta Pastor Santis untuk pergi ke luar negeri.
Mgr Sudarso, kenang mantan Magister Novis SCJ itu, memintanya untuk mencari informasi tentang praktik eksorsisme di seluruh keuskupan di satu negara itu. Pastor Santis berkunjung ke sebuah biara. Begitu mengetuk pintu, seorang imam berusia sekitar 70 tahun menemuinya.
Pastor Santis bertanya kepada imam tersebut. Namun, dia tak mendapat jawaban memuaskan. “Kami jauh dari hal-hal seperti itu (eksorsisme). Lagi pula kami juga tidak memikirkan soal tersebut,” ujar Pastor Santis, mengutip pernyataan imam itu.
Keluar dari biara tersebut, Pastor Santis mengunjungi wisma keuskupan. Dia yakin bakal mendapatkan informasi lengkap. Ternyata, harapannya jauh panggang dari api. “Kami merasa belum atau tidak memerlukan soal pelayanan itu (eksorsime),” kata seorang imam, yang menjadi tangan kanan uskup di sana.
Pastor Santis merasa bakal kembali ke Tanah Air tanpa membawa hasil. Dia keluar dari wisma keuskupan. Ternyata di depan wisma tersebut ada sebuah biara milik Fransiskan (Ordo Fratrum Minorum/OFM). Pastor Santis bergegas ke biara itu. Dia bertemu seorang imam, memperkenalkan diri, dan menyampaikan tugas yang diminta oleh uskupnya.
Dia disambut hangat. Kata imam itu, Pastor Santis beruntung, sebab di komunitasnya ada imam eksorsis, yang sebentar lagi akan pergi memberikan pelayanan. Dia meminta agar dipertemukan dengan imam itu.
Pastor Santis menceritakan pengalamannya tadi kepada imam tersebut. Imam Fransiskan itu terkejut dan geram mendengar cerita yang dialami Pastor Santis di dua tempat tadi. “Bagaimana bisa mereka berkata seperti itu? Di kota ini saja sudah ada tiga grup satanis. Dan saya pun sebenarnya hendak pergi untuk melakukan eksorsis kepada seorang umat di kota ini,” kata imam itu sambil mengatup kepalanya, seperti dicontohkan Pastor Santis.
Pastor Santis mendapatkan banyak informasi eksorsisme darinya. Kembali ke Tanah Air, imam yang hobi membaca itu membagikan pengalamannya kepada Mgr Sudarso. Pada kemudian hari, saat ke luar negeri, Pastor Santis menemukan selembar brosur yang berisi undangan pertemuan kelompok satanis.“Ritual kelompok itu sangat menyeramkan dan sungguh kejam. Ada pemerkosaan anak kecil dan pembunuhan. Mereka melakukan itu sebagai persembahan untuk lucifer,” ungkap Pastor Santis sembari melempar pandangan ke taman.
Sejak bermukim di Gisting, dalam sebuah pertemuan dengan Mgr Yuwono, Pastor Santis ditunjuk oleh Mgr Yuwono sebagai imam eksorsis Tanjung Karang. “Saya memintanya secara lisan untuk melanjutkan saja (karya sebagai imam eksorsis),” ungkap Mgr Yuwono, dalam pesan WhatsApp, Selasa, 24/4
Lain cerita dengan Pastor Anton Silvinus. Imam Keuskupan Agung Pontianak itu juga tak mengira mendapat penugasan dari Mgr Agustinus Agus sebagai imam eksorsis dan ketua Tim Exorcista Keuskupan. Dia bersama Pastor Johanes Robini Marianto OP diangkat oleh Mgr Agus berdasarkan berdasarkan Surat Keputusan Uskup Agung Pontianak nomor 132.S K/SKR.KAP/IV/2018.
“Saya sendiri juga heran, mengapa Bapa Uskup saya memilih dan mempercayai saya. Saya sendiri adalah imam yang biasa-biasa saja. Barangkali karena saya pernah ikut kursus dan pelatihan tentang eksorsis selama tiga bulan di Tim Exorcista Keuskupan Agung Manila,” kata Pastor Anton, dalam surat elektroniknya, Senin, 7/5.
Serangan Setan
Suatu hari, sekitar tahun 1997-an, Mgr Sudarso menghubungi Pastor Santis. Uskup memintanya agar mendoakan seorang gadis di Gereja Katedral St Maria Palembang. Gadis itu terus-menerus menangis, demikian informasi yang didapat Pastor Santis dari Mgr Sudarso.
Tiba di Katedral, Pastor Santis melihat sudah banyak orang yang mendokan gadis itu. Dia pun bergabung bersama kelompok tersebut dan mendoakan anak itu. “Itu bukan eksorsis. Anak itu tidak kerasukan setan hanya ada persoalan psikis. Sepertinya dia mengalami luka batin,” ujar Pastor Santis.
Ritual eksorsis pertama yang dilakukan oleh Pastor Santis justru terjadi di Gisting. Eksorsis dialami oleh seorang pemuda. Sebelumnya, dalam pertemuan tak sengaja, pemuda itu menceritakan pengalaman bahwa dirinya pernah berguru pada seorang dukun.
Seiring waktu, pemuda itu mulai tak kerasan belajar di sana. Maka, dia memberitahu kepada dukun itu ingin berhenti. “Sebelum pemuda itu pergi, dukun itu mengusap dahinya,” ujar Pastor Santis, mengutip pengalaman pemuda itu.
Beberapa hari kemudian, merasa ada kejadian aneh yang dialami pemuda tersebut di rumahnya. Ada yang mengetuk pintu rumah berulang kali, tapi begitu dia membuka tak ada siapa pun. Demikian pula saat berada di kamar, jendela rumah tiba-tiba terbuka sendiri beberapa kali. Tak ada siapa pun di sana, juga tak ada angin besar yang menerpa jendela itu.
Setelah mendengar cerita tersebut, Pastor Santis meminta pemuda itu untuk menemuinya di Kapela Novisiat SCJ Gisting. Lantaran kapel sedang dipakai, Pastor Santis meminta pemuda itu ke kamarnya. “Saya kuatir, jika memaksakan tetap (eksorsis) di kapela akan menggangu banyak-banyak orang,” terang Pastor Santis.
Tiba di kamar, Pastor Santis mempersilakan pemuda itu duduk di kursi berlengan. Mereka berdoa bersama Bapa Kami dan Salam Maria. Di tengah doa, tangan kiri Pastor Santis memegang pundak sementara tangan kanannya memegang kepala orang tersebut. Pemuda itu terus berdoa. Tiba Pastor Santis membacakan doa eksorsisme bentuk deprecativa, pemuda itu berhenti berdoa.
Suasana kian sunyi dan mencekam, kata Pastor Santis. Tiba-tiba, wajah pemuda itu menjadi pucat, lingkaran hitam matanya naik ke kelopak menyisakan warna putih, nafas terengah-engah tak beraturan, dan mengerang.
“Jika biji mata hitam yang naik, jenis setan yang masuk adalah kalajengking atau scorpio. Ini lebih mudah untuk dikeluarkan. Tapi, kalau biji mata hitam orang itu turun, jenis setan yang masuk adalah ular atau serpent, ini sangat sulit dikeluarkan karena kemungkinan besar setan sudah merasuki orang itu sudah sangat lama,” bebernya.
Pastor Santis melanjutkan doa eksorsis bentuk imperativa. Doa dengan formula itu tak lagi meminta setan untuk keluar (deprecativa), tapi atas nama Tuhan menyuruh atau memaksa setan meninggalkan tubuh orang yang dirasukinya.
Tubuh pemuda itu langsung terlempar dua meter dari hadapannya. “Kepala pemuda itu terbentur ujung tembok, tapi tak cedera sama sekali,” ujar Pastor Santis.
Setelah kejadian tersebut, pemuda itu perlahan-lahan sadar. Dia pun bisa berdoa seperti yang diminta Pastor Santis. Kejadian menegangkan tersebut berlangsung selama setengah jam. Menurut dia, saat eksorsis, idealnya imam eksorsis tak hanya sendirian bersama pasien. Sebab, ketika eksorsis, kekuatan tak terduga bisa muncul dalam diri pasien.
Proses eksorsis tak selalu berlangsung dalam waktu singkat. Pastor Santis pernah melakukan eksorsis untuk seorang suster novis selama berbulan-bulan. “Bapaknya menyimpan dan memelihara keris warisan. Sementara ibunya pergi ke dukun agar anaknya tidak betah di biara dan batal menjadi suster,” ungkap Pastor Santis.
Seisi novisiat terganggu saban kali calon suster itu kerasukan. Karena itu, pimpinan biara meminta Pastor Santis mendoakan novis tersebut. Saat eksorsis, dia pernah mereciki novis itu dengan air suci. Tubuh orang itu gemetar seperti tersengat listrik. Menurut Pastor Santis, ada tiga makhluk yang masuk ke tubuh novis itu; dua menyerupai laki-laki, dan satu seperti perempuan.
Pastor Santis menyayangkan, eksorsis kepada novis tersebut tak sampai selesai. Dia mendapat kabar bahwa pemimpin biara meminta novis itu kembali ke rumahnya untuk berobat. Sejak saat itu hingga sekarang, dia tak pernah lagi bertemu langsung dan tak tahu keberadaan perempuan itu.
Jangan Mencoba
Pastor Santis berharap, umat jangan pernah mencoba untuk datang dan meminta bantuan kepada dukun, apalagi melakukan transaksional dengan setan. Dia tak menampik, terutama di kampung-kampung ada dukun yang baik, tapi tak sedikit juga terdapat dukun yang bersekutu dengan iblis. “Sekali saja kita berurusan dengan dukun, biasanya rentan kemasukan iblis,” ungkap imam yang ditahbiskan tahun 1962 ini.
Pastor Santis juga berharap, tiap seminari tinggi menyediakan kesempatan khusus untuk membahas atau mendalami materi eksorsis. Langkah ini penting untuk menunjang karya pastoral. Pun, jika para seminaris tak menjadi imam, materi eksorsis bisa menambah pengetahuan mereka dan membagikan informasi positif itu kepada umat lain. “Doa eksorsis tidak merugikan siapa pun, itu bisa didoakan terus meski tidak ada yang kerasukan setan,” sarannya.
Yanuari Marwanto
Mohon infonya, adakah imam/pastor exorsis resmi di wilayah medan, sumatera utara? Dan jika ada, bagaimana cara bertemu/menghubungi imam tersebut?
Halo pak arif. Spt yg tertulis di artikel, di Indonesia ada 3 imam eksorsis. Jika bpk ingin menghubungi imam berarti yg terdekat ke lampung. Brgkli sharing dan meminta doa bs dilakukan melalui telepon utk pertama kali pak. Sy yakin redaktur dpt membantu memberikan kontak. Terimakasih. Salam.
Kepada ytk.pembaca Hidup, Bapak Arif, dipersilakan untuk menghubungi Biara Gisting, Biara Gembala Baik (Retired House), d.a. Novisiat St. Yohanes Gisting 35378, Kabupaten Tanggamus, Lampung; dapat melalui telp : 0729-416 30. Salam
Halo Penulis/Redaktur, no telpn yg diatas sudah tidak bisa dihubungi lagi… Apakah ada no lain?
Atau adakah jadwal tertentu untuk bertemu dgn imam/pastor exorsis, sehingga kami bisa langsung ke Biara Gembala Baik. Terimakasih… TUHAN memberkati…
Seharusnya Gereja mengijinkan untuk ada lebih banyak lagi imam exorcist di Indonesia yang luas ini. Kasihan umat yang membutuhkan pelayanan ini tapi terkendala di ongkos jika harus pergi jauh ke keuskupan lain, atau bahkan pulau lain.
Adakah exsorizem katolik dikota Medan? Dan kepada siapa yg harus kita hubungi? Mohon infonya