web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gereja Katolik Mendukung Kaum Awam Terlibat Dalam Kegiatan Politik dan Sosial Kemasyarakatan

4/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com Politik merupakan salah satu lahan untuk mewartakan kabar gembira. Momentum Pemilihan Kepala Daerah serentak di 171 daerah pada tahun 2018 yang dilanjutkan dengan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden pada tahun 2019, mereka yang mempunyai kemampuan diharapkan ikut ambil bagian dalam kontestasi politik.

Kurangnya pendidikan politik sehingga saat ini, sehingga banyak masyarakat yang merasa tidak begitu nyaman berbicara tentang politik sebagai medan pengabdian. Ketakutan berbicara tentang politik tampaknya dilatari oleh berbagai perilaku tidak terpuji yang dipertontonkan oleh elite politik, seperti melelemahnya komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai konsensus dasar bangsa, tindakan kekerasan atas nama agama, serta merebaknya peraturan yang diskriminatif di sejumlah daerah.

Walau harus diakui sejak pasca reformasi tahun 1998 telah terjadi perubahan besar dalam tatanan kelembagaan politik dan perilaku politik masyarakat. Rakyat Indonesia telah bebas menentukan pimpinan negara maupun daerahnya melalui pemilu atau pilkada langsung, yang berarti memberikan peningkatan peran otonomi individu dibandingkan masa sebelum reformasi.

Demikian pula hikmah reformasi menciptakan tata kehidupan sosial kemasyarakatan yang memberikan ruang luas bagi rakyat, untuk mengekspresikan sikapnya dalam menanggapi berbagai persoalan dalam hidup berbangsa dan bernegara secara terbuka.

Institusi-institusi politik, sosial, bisnis, dan (mungkin) keagamaan telah menyesuaikan tatanan peran kelembagaan yang secara aktif harus diakui cukup progresif dalam mengakomodir kehendak demokrasi.

Dalam konteks umat Katolik Kota Depok, hal tersebut dibahas dalam seminar internal yang bertema “Pangilan Gereja dalam Hidup Berbangsa” yang diselenggarakan oleh Seksi Kerasulan Awam (Kerawam) Paroki Santo Paulus Depok, bersama Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) Kota Depok, Pemuda Katolik (PK) Kota Depok, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Kota Depok, Minggu (10/6/2018) di Ruang Serbaguna Santo Yohanes II, Jalan Melati 4 Pancoran Mas Kota Depok.

Ada sekitar 200 peserta yang hadir dalam kegiatan itu, dengan moderator Elisabeth Setyaningsih dan pembicara/ narasumber yakni Pastor Paulus C. Siswantoko (Sekretaris Komisi Kerasulan Awam, KWI), Y. Ari Nurcahyo (Tim 7 Forum Masyarakat Katolik Indonesia, Keuskupan Bogor), Pastor Alforinus Gregorius Pontus, OFM (Pastor Paroki Santo Paulus Depok/ Moderator Bidang Kemasyarakatan Dekanat Utara, Keuskupan Bogor.

Melihat pentingnya peran setiap individu dan kelembagaan yang ada, amat penting untuk menegaskan tujuan hidup berbangsa dan bernegara dalam wadah negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara dalam masyarakat yang plural di Indonesia (barangkali) amat penting untuk diteguhkan kembali. Demikian juga negara kesatuan NKRI penting untuk dihayati eksistensinya.

Menurut Pastor Paulus C. Siswantoko, sejatinya, umat Katolik dan khususnya politisi Katolik dituntut untuk menunjukkan jati diri sebagai seorang pengikut Kristus dalam berpolitik dengan berpijak pada nilai-nilai Kristiani.

Meski demikian, tampaknya hal itu bukanlah sesuatu yang mudah. Pengalaman menampilkan bahwa hingga kini masih ada perilaku politik umat Katolik yang bertentangan dengan rambu-rambu moral, etika dan sopan-santun yang diinspirasi oleh nilai-nilai Injili.

“Gereja Katolik tidak dibenarkan untuk memihak kelompok tertentu. Tugas Gereja Katolik adalah mengayomi secara adil dan menyeluruh. Selain itu, pesan ini juga mengingatkan umat Katolik yang terlibat dalam dunia politik agar bisa membedakan mana urusan Gereja dan mana urusan negara,” ujar Pastor Siswantoko.

Lebih lanjut ia menyampaikan, bahwa dua sisi tersebut tidak boleh dileburkan, tetapi tetap hadir sebagai sisi yang saling melengkapi, saling menguatkan dan saling membangun. Walau harus diakui jika kita mencermati realitas bangsa sekarang ini, Pemilu akan tidak bermanfaat apabila masih ada hal-hal yang terjadi di masyarakat seperti adanya intoleransi, hoax, radikalisme, politik identitas, dan lain-lain”, ujar Pastor Siswantoko yang akrab disapa Romo Koko.

Lebih lanjut, Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ini, menerangkan bahwa realitas bangsa dalam terang Sabda adalah hidup bersama sebagai bangsa dalam perbedaan itu sesuai dengan kehendak Allah.

“Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun” (Mazmur 133). Oleh karenanya harapan Gereja dalam menyambut tahun 2018 hingga 2019 sebagai tahun politik adalah jadilah pemilih yang cerdas dan bijak, menjadi kontestan yang bermartabat dan menjadi bagian dari penyelenggara yang baik,” harapnya.

Pastor Alforinus Gregorius Pontus, OFM dalam kesempatan yang sama menuturkan sejak Pilkada DKI Jakarta poltik indentitas semakin menguat dan hoax makin marak sehingga isu-isu kemiskinaan, ketidakadilan, korupsi, HAM, dan lain-lain menjadi kurang laku.

“Dalam dua tahun terakhir, politik identitas makin menguat sejak Pilkada DKI. Isu-isu agama akan laku dan laris: kafir, anak Tuhan, “memaksa Tuhan” untuk “membenarkan” pilihan politiknya. Padahal permasalahan tetap sama dan tidak ada dalam jalur perbaikan; maka isu-isu kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, HAM, menjadi kurang laku untuk dijual,” tegas Pater Goris, Moderator Bidang Kemasyarakatan Dekanat Utara, Keuskupan Bogor ini.

Oleh karenanya menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pilpres, Pileg dan Pemilihan DPD tahun 2019, Pater Goris mengajak umat Katolik untuk mengikuti anjuran Nota Pastoral KWI 2018 dengan pertimbangan catatan dari Tim Tujuh Keuskupan Bogor dalam memilih dan jangan terjebak dalam politik “identitas” yang sempit.

“Menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pilpres, Pileg dan Pemilihan DPD tahun 2019, sebagai bagian bangsa ini, umat Katolik terpanggil untuk ikut merawat dan memajukan kehidupan demokrasi yang sehat, bersih, dan bermartabat, sehingga seruan moral dari Nota Pastoral KWI 2018 diharapkan menjadi panduan dalam memperjuangkan persatuan, harmoni dan solidaritas. Pilihlah partai yang mendukung dan memperjuangkan kesatuan NKRI, bukan untuk memecah-belah”, harapnya.

Para Narasumber memberikan pernyataan penutup sebagai rangkaian acara penutup seminar. (kanan-kiri)
Pastor Paulus C. Siswantoko (Sekretaris Komisi Kerasulan Awam, KWI), Pastor Alforinus Gregorius Pontus, OFM (Pastor Paroki Santo Paulus Depok/ Moderator Bidang Kemasyarakatan Dekanat Utara, Keuskupan Bogor), Y. Ari Nurcahyo (Tim 7 Forum Masyarakat Katolik Indonesia, Keuskupan Bogor), dan Elisabeth Setyaningsih (Moderator Seminar).
[Dok.Seksi Kerawam Paroki Santo Paulus Depok]
Tidak hanya itu, Pater Goris, demikian ia biasa disapa, juga mendorong kepada semua umat Katolik untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, selain di wilayah dan gereja, seperti menjadi ketua RT, RW, Lurah dan lainnya.

Selain terlibat baik pasif maupun aktif dalam kegiatan yang menentukan kebijakan publik untuk kesejahteraan bersama (Politisi dan Negarawan) dalam level lokal dan nasional atau menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk mengawal orang-orang baik agar tidak dicurangi, harap Pastor Paroki Santo Paulus Depok ini.

Sementara Y. Ari Nurcahyo menuturkan, ditengah-tengah situasi politik yang hanya mengedepankan jabatan dan kekuasaan serta menghalalkan segala cara, umat Katolik diharapkan hadir untuk menyuarakan kebenaran dan ikut memperbaiki keadaan.

“Pilkada serentak yang berlangsung di 171 daerah menjadi momentum untuk menghayati semboyan “100% Katolik dan 100% Indonesia” sebagaimana telah diajarkan oleh leluhur kita Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. Pemikiran beliau masih sangat relevan bagi Gereja dan umat Katolik yang berkecimpung dalam bidang politik”, harapnya lagi.

 

Darius Lekalawo

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles