HIDUPKATOLIK.com – “Biar saya dibunuh atau diceraikan oleh suamiku, asalkan banyak orang menjadi selamat,” ujar Zdislava Berka suatu hari.
Provinsi Bohemia, pernah mencatat sejarah pada abad ke-XIII. Di masa Kerajaan Romawi Suci, wilayah dengan dua pertiga masuk Republik Ceko, Eropa Tengah ini punya hak istimewa dalam memilih seorang raja. Kerajaan Bohemia menjadi satu-satunya daerah di Ceko yang mayoritas penduduknya tidak berbahasa Jerman. Dalam dasawarsa pertama abad itu, seorang raja terpilih yaitu Raja Havel dari Markvartici atau Gallus dari Lämberg. Seorang bangsawan Bohemia dari Dinasti Premyslid.
Sejak berkuasa, anak pendiri Kota Jablonné dan Habelschwerdt (sekarang Bystrzyca Kłodzka, Republik Ceko) ini terkenal angkuh dan kasar. Ia berusaha membangun benteng kekuasaan dan memperkaya keluarga dan kroni-kroninya. Raja Havel adalah “boneka kekuasaan” bagi keluarga besar Lämberg, Michalovici, Valdštejn, Velešín, dan Wartenberg. Bagi orang miskin Bohemia, Raja Havel hanya jelmaan bangsawan berhati miskin.
Havel benar-benar seorang raja berhati sombong. Namun sebuah peristiwa akhirnya mengubah sisi jahat Raja Havel. Ia berubah setelah menikah dengan Zdislava Berka (Zdislava dari Križanov). Wanita sederhana penuh kelembutan ini mampu mengubah hati sang suami. Kastil Lämberg disulap menjadi rumah pelayanan. Zdislava mampu menterjemahkan pesan Tuhan: “entah kaya atau miskin semua sama di mata Tuhan.”
Ratu Pengungsi
Tahun 1240-1242, hiperinflasi merambat masuk di seantero Eropa Tengah termasuk Republik Ceko. Harga barang naik begitu cepat di kawasan Visegrád yang terdiri dari Republik Ceko, Hungaria, Polandia, dan Slowakia. Perang, depresi ekonomi, dan memanasnya kondisi politik atau sosial di Eropa Tengah menjadi penyebabnya.
Republik Ceko sebagai sudetland-tempat tinggal sebagian orang Jerman, mengalami depresi ekonomi terparah sepanjang sejarah berdirinya. Banyak orang hidup dalam penderitaan, khususnya Wangsa Premyslid- pendiri negeri Ceko.
Secara struktural, Premyslid mendapat kehormatan tetapi di akar rumput kaum ini sangat menderita oleh kehadiran bangsa-bangsa lain, seperti bangsa Celtic, Roman, Hun, Slavia, Gepid, dan Avar. Kemunduran ekonomi di Ceko ini diperparah juga dengan gesekan kebutuhan antar masyarakat berbeda ras.
Dalam situasi ini, Raja Havel cuci tangan. Ia tak ingin memusingkan diri dengan gesekkan antar ras yang kerap dilayangkan untuk masyarakat lokal. Ia punya cara menetralkan suasana ini, kematian adalah cara terakhir bagi pembelot. Kolaborasi politik “campur tangan” dengan “politik cari aman” membuat golongan kiri tak berkutik. Situasi inflasi pun berputar bak arus deras membuat rakyat dipersimpangan jalan, antara memegang teguh statusnya sebagai wangsa Bohemia dan Moravia, atau memutuskan menjadi orang asing di negeri orang, alias mengungsi.
Sebagai isteri raja, Zdislava menyaksikan banyak masyarakatnya ingin mengungsi. Mereka lebih baik bertaruh nyawa di negeri orang, ketimbang mati dijajah di negeri sendiri. Akibat sang suami, banyak rakyat memaksakan diri melupakan merantau ke luar Ceko.
Wanita saleh penuh keibuan ini menjadi masygul hatinya, saat menyaksikan penderitaan rakyatnya. Sang ratu diam-diam memerintahkan agar pintu Kastil Lämberg dibuka bagi para pengungsi. Zdislava tak peduli akan akibat yang akan didapat dari sang suami. “Biar saja saya dibunuh atau diceraikan, asalkan banyak orang selamat,” pikirnya kala itu.
Anggota Dominikan
Suatu hari, Raja Havel keluar kota. Zdislava lalu membuka semua pintu kastil untuk para pengungsi, orang miskin, dan yang sakit. Dalam kastil megah itu, Ia melayani semua yang datang. Mereka dipastikan mendapatkan makanan, obat-obatan, dan istirahat yang cukup dalam kastil.
Sebuah cerita yang menandai perubahan hidup Zdislava adalah seorang kakek yang masuk Kastil dalam keadaan sakit. Semua ruangan saat itu penuh sesak. Ia akhirnya mengantar sang kakek untuk beristirahat di kasur milik Raja Havel. Ia setia merawat kakek itu hingga sembuh.
Cerita kebaikan hati Zdislava ini menjadi kabar baik bagi masyarakat Bohemia. Tetapi tidak bagi para bangsawan yang rakus kekuasaan. Kendati demikian, ia tetap menjalani perannya sebagai istri dan ibu yang baik bagi empat anaknya. Ia sangat yakin, berita orang miskin masuk kastil sudah didengar oleh sang suami. Dalam hatinya, ia berharap semoga sang suami mendukung niat baiknya ini.
Sampai tiba waktunya, Zdislava menceritakan pengalaman melayani orang miskin kepada sang suami. Dengan sedikit kebohongannya, ia memberi gambaran tentang bagaimana rakyatnya sangat mencintai sang raja. Ia berharap Raja Havel dapat terbuka hatinya untuk membantu rakyatnya. Ketika mendengar hal ini, Raja Havel tidak seperti biasanya. Ia menyimak setiap usulan dan permintaan sang istri. Raja Havel bahkan tidak melarang Zdislava untuk melayani orang miskin.
Kabar baik ini menjadi angin segar bagi Zdislava. Wanita kelahiran Križanov, Bohemia (sekarang wilayah Keuskupan Litomerici, Republik Ceko) tahun 1220, ini tanpa pikir panjang mengumpulkan beberapa orang miskin untuk sebuah karya sosialnya. Kecintaannya kepada hidup kontemplatif dan monastik membawanya untuk mendirikan Biara Dominikan Tertier di Turnov, Republik Ceko.
Ordo Ketiga Dominikan (TOSD) ini berafiliasi dengan Ordo Dominikan yang berpusat pada hasrat akan Firman Tuhan. Mereka hidup dalam persaudaraan serta berjuang untuk reformasi disiplin Gereja di Eropa Tengah. Pesan penebusan dosa berdasarkan ajaran sang Pendiri Santo Dominikus menjadi spiritualitas kelompok ini.
Zdislava selain mementingkan kehidupan kepribadian, ia juga menanamkan aspek intektual iman yang didasarkan pada eksposisi Kredo.
Cita-cita refleksi abad pertengahan soal Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus, diselaraskan oleh kelompok awam ini dalam hidup kontemplasi dan mati raga. Dari sini, banyak orang miskin menjadi kaya dalam iman. Tempat ini menawarkan jalan pertobatan bagi banyak orang. Cita-cita hidup ini memang sangat diharapkan oleh Zdislava. Sedari kecil, ia sudah berusaha merefleksikan kehidupan kontemplatif.
Sebuah cerita lucu menjadi kenangan indah bagi para pengikut TOSD. Ketika Zdislava berumur tujuh tahun, ia terpaksa melarikan diri ke hutan untuk menjalani hidup mati raga. Tindakan ini diambil ketika orang tuanya tak mengizinkannya menjadi biarawati. Dengan terpaksa, kedua orangtuanya harus mencari dan memaksanya pulang.
Zdislava mengenal Ordo Dominikan ketika sering mengantar ibunya ke Kastil Bohemia untuk merawat Ratu Kunegunda (1265-1321), Putri Sulung Raja Ottokar II dari Bohemia. Lewat cerita putri saleh ini, ia mengenal seluruh spritualitas Dominikan. Dari sang putri pula, ia mengetahui cerita awal mula masuknya Kristen di Ceko. Kekristenan masuk Ceko atas prakarsa cucu Pangeran Agung Hongaria, Arpad yaitu Santo Stephen I sekitar tahun 1000 masehi.
Ibu para pengungsi ini terus menjadi ibu yang rendah hati hingga akhir hayatnya. Zdislava meninggal di Turnov pada 1 Januari 1252. Ia dimakamkan dalam biara itu. Saat terbaring sakit, ia menyampaikan pesan kepada sang suami untuk meneruskan karyanya. Konon sang raja pun menyatakan diri sebagai Awam Dominikan hingga tutup usia tahun 1255.
Proses beatifikasi Zdislava dibuka oleh Keuskupan Litomerici di bawah pimpinan Mgr Agustin Bartoloméj Hille. Ia dibeatifikasi pada 28 Agustus 1907 oleh Paus Pius X. Pada tanggap 21 Mei 1999 di Olomouc, Republik Ceko, Zdislava dikanonisasi bersama Santo John Sarkander, seorang duda yang meninggal dalam sentimen anti Katolik di Polandia. Awam Dominikan ini dikenang setiap 4 Januari. Ia adalah pelindung bagi pengungsi dan keluarga-keluarga Katolik yang hidup dalam kesulitan.
Yusti H. Wuarmanuk