HIDUPKATOLIK.com – Penghormatan kepada Bunda Maria sudah hidup dalam Gereja sejak awal. Yang istimewa dari Bunda Maria adalah gelar-gelar yang disematkan kepadanya. Dari semua gelar itu, apa mengandaikan ada gelar tertentu yang lebih agung atau lebih tinggi?
Felicia Briliani, Depok, Jawa Barat
Ada ungkapan kuno tentang Maria, orang tidak akan pernah puas kalau bicara tentang Maria, tidak cukup kata-kata untuk membicarakannya. Benarlah ungkapan tersebut. Malahan dalam dirinya ada suatu realitas kontras: ibu dan perawan, ibu Yesus dan bunda Tuhan, ataupun hamba dan ratu.
Berbicara tentang Maria sebenarnya adalah berbicara tentang relasi. Ada tiga relasi yang terkait dengan Maria: relasi Maria dengan Yesus Kristus, relasi Maria dengan komunitas umat beriman, dan relasi Maria secara pribadi dengan masing-masing umat beriman. Relasi tersebut memuat aspek personal dan komunal.
Karena yang paling pokok dalam iman Kristiani adalah pribadi Yesus Kristus, maka gelar Maria yang paling pertama adalah gelar yang paling terkait dengan pribadi Yesus Kristus. Abad-abad awal Gereja sibuk untuk menjelaskan siapakah Yesus Kristus itu, di mana Gereja menjelaskan bahwa Yesus itu sungguh Allah – sungguh manusia. Maka lalu muncul istilah “Theotokos”, bahwa Maria itu bunda Allah, bukan sekedar bunda Yesus. Yang dikandung Maria adalah Putra Allah, Allah sendiri.
Oleh karena itu, gelar pertama dan terpenting dari Bunda Maria adalah bunda Allah. Di sini di satu sisi, Maria ditempatkan dalam refleksi iman akan Yesus Kristus; namun di sisi lain, refleksi iman tersebut diletakkan dalam konteks rencana keselamatan Allah. Maka, Maria pun ditempatkan dalam kerangka keselamatan.
Gelar bunda Allah sebenarnya tidak pertama-tama bicara tentang Maria, namun tentang Yesus Kristus, Putranya. Maria dalam Kitab Suci pun tidak sekedar disebut sebagai nama, sebagaimana sering ditemukan dalam injil sinoptik, namun disebut dengan statusnya sebagai Ibu Yesus. Maria menjadi bagian penting dari sejarah keselamatan Allah yang dikerjakan oleh Yesus Kristus. Karya keselamatan tersebut memuat janji dan pemenuhan, Allah menjadikan janji keselamatan tersebut terpenuhi lewat penjelmaan Yesus dalam kandungannya.
Hal ini menarik, sebab di tengah struktur dan kultur masyarakat yang kuat patriarkal, di mana peran penting dan sentral kaum laki-laki masih dominan, seorang perempuan, Maria, ditempatkan dalam peran sangat penting dalam sejarah, bahkan sejarah keselamatan umat manusia. Mulai saat Maria menjawab “ya” atas tawaran panggilan Allah untuk menjadi ibu Yesus, saat itulah misteri penjelmaan menemukan pewujudannya, bagi pelaksanaan rencana keselamatan Allah.
Dari sini lalu muncul gelar-gelar Maria yang bersumber dari gelar Bunda Allah. Gelar-gelar itu adalah Bunda Kristus, Bunda Penyelamat. Gelar tersebut mengacu pada relasi Maria dengan Yesus Kristus, dan letak Maria dalam rencana keselamatan Allah dalam diri Kristus. Pusat gelar-gelar tersebut tetap adalah Yesus Kristus, sehingga Maria ditempatkan dalam kerangka Kristus.
Dalam kerangka itu pula, lalu Maria juga mendapat gelar bunda Gereja, ibu kaum beriman. Dalam Injil Yohanes kita mendapatkan kisah bagaimana Tuhan Yesus mempercayakan para murid, Gereja-Nya, ke dalam perlindungan serta penyertaan Bunda Maria (lih Yoh 19:26-27). Demikianlah senantiasa ada kaitan tak pernah terpisahkan antara Maria dengan Gereja, tubuh Kristus. Maria telah mengandung Kristus, maka dia memelihara dan memiliki tubuh-Nya. Bahkan dikatakan pula bahwa Maria adalah model Gereja, acuan tentang bagaimana Gereja, dan kita umat beriman, memeluk serta menghidupi iman kita. Paus Fransiskus belum lama ini menetapkan perayaan Maria, Bunda Gereja, ke dalam perayaan liturgi penting, hari Senin, setelah Pantekosta, untuk menunjukkan peran serta penyertaan Maria langsung setelah lahirnya Gereja.
Maria dengan demikian adalah bunda umat beriman. Perannya masih dijalankan hingga kini, sebagaimana diperlihatkan lewat berbagai penampakan Maria dalam perjalanan sejarah Gereja. Maria merupakan pengukuhan akan karya misteri Ilahi. Misteri tersebut dihidupinya dengan keheningannya dan kesediaannya setia sampai di bawah kayu salib, dan itu merupakan tanda ketaatan dan kesediaan untuk menerima panggilan Allah, tanda “fiat”-nya untuk selalu sedia menerima serta menjalankan kehendak Allah. Dialah Hawa baru, teladan ketaatan akan kehendak Allah.
Namun dari berbagai gelar-gelar yang dianugerahkan kepada Maria, gelar yang paling utama dan mendasar adalah Maria sebagai Bunda Allah. Dari sinilah lalu gelar-gelar yang lain mendapatkan sumber dan acuan dasarnya.
Telephorus Krispurwana SJ