HIDUPKATOLIK.com – Kepemimpinan hendaknya dijalankan dengan melanjutkan warisan-warisan pemimpin sebelumnya.
Kontak Mgr Paulinus Yan Olla MSF dengan wilayah pastoral Keuskupan Tanjung Selor terjadi hanya beberapa kali. Memulai tugas di sana, ia ingin mendengar kerinduan dan keinginan umat. Bagaimana ia akan menggembalakan umat berikut petikan wawancara dengan Mgr Paulinus.
Apakah Bapak Uskup pernah bertugas di Tanjung Selor?
Kontak dengan ladang karya di Tanjung Selor hanya beberapa kali. Waktu saya pindah ke Provinsi Kalimantan, saat itu juga misi MSF (Tarekat Misionaris Keluarga Kudus/ Congregatio Missionariorum a Sacra Familia) di Kalimantan ditarik semua dari wilayah Tanjung Selor karena Keterbatasan tenaga. Ketika menjadi Direktur di Seminari Yohanes Don Bosco saya pernah berkunjung ke wilayah Berau, Kalimantan Timur. Pada kesempatan lain, saya pernah mengontak ke Tarakan waktu menjelang tahbisan Mgr Justinus Harjosusanto MSF sebagai Uskup Tanjung Selor pertama. Selain itu saya pernah ke Nunukan, Kalimantan Utara untuk memberi retret.
Bagaimana Bapak Uskup melihat beberapa isu kemasyarakatan yang menjadi perhatian gereja di Tanjung Selor?
Gambaran yang umum adalah persoalan seputar sumber daya manusia, infrastruktur, dan masalah imigrasi. Masalah human trafficking (perdagangan manusia) juga menjadi perhatian khususnya yang menimpa tenaga kerja yang masuk ke Malaysia. Lingkungan juga menjadi isu, namun kita sebagai Gereja tidak bisa menghadapi berbagai isu-isu lingkungan dan imigrasi itu sendiri. Karena ini masalah nasional, maka kita harus melihat apa yang menjadi desain nasional. Kita akan melihat apa yang bisa dilakukan bersama dengan pemerintah.
Untuk lingkup gereja Katolik secara khusus, dalam benak hati Bapak Uskup apakah sudah memiliki rencana-rencana tertentu?
Saya mengambil seperti dalam moto saya, pelayan atau hamba kebenaran intinya menempatkan Yesus Kristus sebagai kriteria paling umum. Artinya apapun yang dilihat bersama umat dan tokoh masyarakat itu perlu untuk kepentingan umat maka itu akan dilakukan. Nanti kita melihat situasi lalu berusaha bersama.
Jadi harus melihat komposisi umat seperti apa, apa yang mereka usulkan dan rindukan itu apa. Sejauh itu ada keinginan umat dan ada sarana untuk mewujudkan usulan itu maka akan dibuat.
Bagaimana Bapak Uskup melihat antusiasme umat di Tanjung Selor?
Mereka sangat semangat, sekarang mereka sudah sangat yakin ada seorang yang nantinya akan mendampingi mereka.
Bagaimana Bapak Uskup akan melanjutkan kepemimpinan di Keuskupan Tanjung Selor?
Kita harus selalu melihat kesinambungan, apa yang diletakkan para pendahulu kita lanjutkan sambil kita melihat apa yang dapat kita lakukan. Jangan mentang-mentang punya ide yang menurut pendapat sendiri mungkin hebat lalu seketika mengubahnya. Kalau Mgr Harjo sudah meletakkan suatu hal, maka tidak bisa langsung diubah, namun dilanjutkan dan saat nantinya memahami kita bisa membuat beberapa modifikasi.
Sebagai bekal Bapak Uskup bertugas di Tanjung Selor nanti, sejauh mana Monsinyur menimba inspirasi dari para Paus?
Paus Yohanes Paulus II sangat dekat dengan anak muda namun pembicaraan dia tentang moralitas tidak dikurangi sama sekali. Sementara untuk Paus Benediktus XVI sangat kuat bantuan dia di bidang doktrinal. Yang saya kagumi dari Paus Benediktus XVI adalah soal kontinuitas dalam kepemimpinan. Saya belajar dari Paus Benediktus XVI untuk membuat peralihan secara bagus. Minggu-minggu pertama sambutannya di depan umum, Paus Benediktus XVI selalu menyebut nama Yohanes Paulus II.
Dari Paus Fransiskus, ia membawa Gereja untuk kembali ke esensi dasarnya. Ia menyerukan ajakan untuk pertobatan, kemurahan hati, kegembiraan, kesaksian hidup dan kesucian dalam hidup sehari-hari. Kesucian bisa dicapai semua orang dalam kehidupan sehari-hari.
Antonius E. Sugiyanto