HIDUPKATOLIK.com – Buku Paus Emeritus Benedictus XVI diluncurkan. Beliau ingin menjawab pertanyaan utama tentang dasar hak-hak asasi manusia (HAM).
Aula Succari yang terletak di lantai dua gedung Parlemen Italia persis di jantung Kota Roma, Italia disesaki banyak wartawan, diplomat, dan anggota senat Italia, Jumat,11/5. Hari itu hadir juga Kardinal Turkson dan Pastor Frederico Lombardo SJ, mantan juru bicara Paus Benediktus XVI.
Di dalam aula hasil karya Frederico Zuccari (1539-1609) yang berkapisatas 100 tempat duduk itu diluncurkan volume kedua Opera Omnia karya Paus Benediktus XVI berjudul Liberare La Liberta: Fede e Politicanel Terzo Millennio ‘Membebaskan Kebebasan: Iman dan Politik pada Millennium III’. Buku ini diterjemahkan ke dalam lima bahasa (Italia, Inggris, Perancis, Jerman, dan Spanyol) dan mulai dipasarkan pada tanggal 10 Mei 2018.
Peluncuran ini menghadirkan Senator Maria Elisabetta Casellati, wanita pertama yang menjadi ketua parlemen Italia. Lalu beberapa komentar atas buku yang menghadirkan presiden Parlemen Eropa Mgr Geor Gänswein (sekretaris pribadi paus emeritus yang saat ini menjadi kepala rumah tangga kepausan dan Uskup Agung Trieste), dan tamu undangan lainnya. Peluncuran buku itu dipandu oleh Pierluca Azzaro dari Universitas Katolik Sacro Cuore, Roma sekaligus editor buku ini.
Maria mengungkapkan dewasa ini manusia hidup dalam “abad hak-hak asasi”. Ia mengakui bahwa lewat pemikiran Paus Benediktus XVI, seorang dapat belajar menjadi subyek hukum bila ia menjadikan logika berpikir Yesus saat di hadapan Pontius Pilatus. “Inti dari kebebasan bersumber dari kebenaran, kebenaran itulah yang memerdekakan. Kebenaran itu bersumber dari Allah sendiri. Karena itu, HAM tanpa dasar bila tidak berpegang dalam Allah”.
Buku ini adalah kumpulan tulisan Paus Benediktus XVI yang ia buat setelah pengumuman pengunduran dirinya. Ia ingin menjawab pertanyaan utama tentang dasar dari hak-hak asasi manusia (HAM) yang dikaitkan dalam iman akan Allah Pencipta. Tanpa dasar itu HAM tak bisa dipahami dan bahkan tidak ada. “Bila Tuhan tidak diakui keberadaan-Nya maka HAM runtuh dengan sendirinya. Menjamin HAM sumbernya pada kebenaran itu,” tulis Paus Benediktus XVI dalam buku itu.
Paus Benediktus XVI mengakui, khotbah-khotbah dan tulisan-tulisannya berusaha meneguhkan inti dari pertanyaan- pertanyaan tentang Tuhan. Jawaban itu dikembangkan sebagai komentar atas buku berjudul Diritti umani e cristianesimo: La Chiese all prova delle modernita ‘HAM dan Agama Kristen: Gereja Diuji oleh Zaman Modern’ yang ditulis Marcello Pera, filsuf dan mantan Ketua Parlemen Italia.
Secara lebih tegas, Presiden Uni Eropa Antonio Tajani memuji Paus Benediktus XVI karena pemikirannya yang membantu Eropa untuk memahami pandangan tentang manusia. Ia membawa pemikiran ini kembali pada akar tradisi Eropa yakni Kekristenan. Warisan inilah yang perlu dipelihara dan sementara diperjuangkan terus pada tingkat Parlemen Eropa.
Paus Fransiskus dalam kata pengantar atas buku ini memuji pendahulunya karena memberikan pencerahan untuk memahami masa sekarang dan menemukan orientasi yang jelas untuk masa depan. Buku ini menjadi sumber inspirasi untuk praktik politik yang menempatkan keluarga, solidaritas, dan kesetaraan sebagai sumber perhatian dan perencanaan suatu bangsa.
Pastor John Mitakda MSC (Roma)