HIDUPKATOLIK.com – Minggu 03 Juni 2018, Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus; Kel 24:1-11;Mzm 116:12-13,15,16bc,17-18; Ibr 9:11-15; Mrk. 14:12-16. 22-26.
“Ekaristi mengungkapkan kasih Kristus yang tak terhingga. Siapa saja yang melaksanakannya akan menjadi sahabat Yesus, akan tinggal dalam Allah dan Allah tinggal dalam dia.”
DALAM perjamuan malam terakhir, sewaktu Yesus dan murid-murid-Nya makan paskah Yahudi, terjadi satu hal khusus atas roti dan anggur. Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya, lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku”.
Sesudah itu, Ia mengambil cawan, mengucap syukur, memberikannya kepada mereka, dan Ia berkata: ”Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang”.
Kata-kata itu diulangi oleh imam dalam setiap perayaan Ekaristi pada saat konsekrasi. Dalam Injil Markus ucapan atas roti singkat: ”Inilah tubuh-Ku”, tanpa keterangan. Sedangkan atas anggur ada keterangan. Pertama ialah bahwa itu “darah perjanjian” dan kedua, bahwa darah itu ditumpahkan bagi banyak orang.
Perjanjian yang mana? Apa isinya? Siapa para pihak perjanjian itu? Kitab Keluaran (24:3-8) sudah berbicara mengenai perjanjian yang diadakan antara Tuhan (Yahweh) dan bangsa Israel. Tuhan menyampaikan firman-Nya kepada Musa.
Rangkumannya adalah dekalog, sepuluh Firman Tuhan. Dekalog dan peraturan lain-lain kemudian ditulis dalam kitab yang juga disebut Kitab Perjanjian. Waktu Musa membacakan firman Tuhan itu seluruh umat bersorak: ”Segala firman Tuhan akan kami lakukan dan kami dengarkan”.
Dengan itu terjadilah satu ikatan janji. Isi perjanjian itu yang sering diulang-ulang bahwa Allah mau menjadi Allah bangsa Israel dan Israel menjadi umat kesayangan-Nya kalau mereka menepati firman Tuhan itu.
Tuhan akan terus menjaga dan mengantar mereka ke tanah air yang berlimpah susu dan madu. Syaratnya, mereka tidak menyembah allah lain dan setia melaksanakan firman Tuhan.
Untuk mengesahkan perjanjian itu, Musa mengambil darah hewan kurban dan memerciki bangsa itu seraya berkata: ”Inilah darah perjanjian yang diadakan Tuhan dengan kamu, berdasarkan segala firman ini”(ayat 8).
Darah itu bermakna meterai yang membuat perjanjian itu sah dan mengikat. Surat kepada orang Ibrani mengangkat kurban hewan dalam perjanjian lama sebagai kiasan untuk kurban Kristus. Kristus mendamaikan Allah dan manusia bukan dengan membawa darah domba dan anak lembu ke Hadirat Allah tetapi dengan darah-Nya sendiri.
Dia taat sampai wafat di salib. Ia mempersembahkan diri-Nya kepada Allah sebagai persembahan yang tidak bercacat.
Dengan itu Ia menghapus segala pelanggaran yang dilakukan umat Tuhan atas perjanjian yang lama dan menyucikan hati mereka serta mendamaikannya dengan Allah agar mereka dapat beribadat kepada Allah yang hidup (ayat 14).
Maka Kristus menjadi Pengantara Perjanjian Baru. Perjanjian yang lama sering dilanggar oleh umat. Tetapi Tuhan senantiasa mengampuni dan membarui perjanjian-Nya dengan mereka. Isi perjanjian itu makin lama makin pribadi dan membatin.
Allah menjadi Bapa dan kekasih bagi umat-Nya. Hukum-Nya dirangkum dalam hukum kasih dan dituliskan-Nya dalam batin mereka. Ia memberikan roh yang baru dan mengubah hati mereka yang keras menjadi hati yang taat dan mampu menanggapi
kasih Allah (Yeh 36:26-27).
Yesus Kristus adalah gerak kasih Allah bagi dunia. Dalam gerak turun, Allah menyatakan kasih-Nya bagi dunia dengan menganugerahkan Putra Tunggal-Nya. Dalam gerak naik, Yesus menanggapi kasih Allah itu dengan taat sampai wafat di salib.
Ekaristi mengungkapkan kasih Kristus yang tak terhingga itu. Dalam perjamuan malam terakhir, Injil Yohanes tidak mencantumkan kata-kata Yesus atas roti dan anggur. Tetapi getaran kasih dan pelayanan Kristus seperti dirasakan waktu Yesus memberikan roti dan anggur sebagai tubuh dan darah-Nya.
Di depan Ekaristi yang Mahakudus, selayaknya hati kita bergetar dan takjub oleh kasih Tuhan yang tak terhingga dan kerendahan-Nya yang mengagumkan. Ia merendahkan Diri. Ia memberikan Diri bagiku. Ia membasuh kakiku untuk memurnikan kasih insaniku dengan kasih-Nya yang ilahi, agar aku dapat mengasihi sebagaimana Ia mengasihi aku.
Pandanglah kasih dan kerendahan Allah itu, curahkanlah hatimu di hadapan-Nya, rendahkanlah dirimu dan janganlah menahan sesuatu pun bagi dirimu sendiri (Fransiskus Assisi).
Mgr Leo Laba Ladjar OFM
Uskup Jayapura