HIDUPKATOLIK.COM – Politik yang bernafaskan Katolik harus dilakukan demi Kerajaan Allah sebagai pembebasan bagi yang miskin, buta, tertawan, dan tertindas.
Pohon-pohon rindang yang tumbuh di pelataran Pusat Pastoral Keuskupan Agung Jakarta, Samadi, Klender, Jakarta Timur masih saja menampilkan keramahan yang sama. Berada di tempat ini, orang seakan tidak sadar sedang di Kota Jakarta. Kesejukan yang terbangun, seperti menyajikan suasana pertapaan yang sejuk.
Suasana itu tetap terasa bahkan ketika di salah satu ruangan itu, sekumpulan orang berbicara tentang tema-tema politik. Tema yang tidak umum menjadi “santapan” di rumah-rumah retret seperti di Samadi ini.
Misalnya saja sebulan lalu, saat Pastor Agustinus Setyo Wibowo SJ berbicara tentang “Spiritualitas Awam Katolik dalam Perubahan Sosial Politik”. Tema ini menjadi salah satu bahasan dalam Rekoleksi Politik (Rekpol) yang diadakan Vox Populi Institute (Vox Point) Indonesia. Berdiri sejak tiga tahun lalu, Vox Point berusaha membentuk politikus yang berlandaskan spiritualitas iman Katolik.
Membina Rasul Awam
Rekpol menjadi program unggulan Vox Point. Di sini, politik tidak menjadi “barang asing”, bahasan politik digali mendalam untuk menemukan intisari yang berfaedah bagi kemajuan Gereja dan bangsa.
Anselmus Alaman mengungkapkan, Rekpol memiliki visi untuk membina rasul awam politik guna mendukung dan mengembangkan nilai kebangsaan dengan jalan merawat kebhinnekaan. “Menghimpun spirit kebangsaan dan sikap bersama sekaligus mempersiapkan proses kaderisasi adalah tujuan utama kami,” tutur lulusan terbaik program Pasca Sarjana Ilmu Politik UGM, Yogyakarta, tahun 2001.
Anselmus menjelaskan, Rekpol dijalankan mirip dengan rekoleksi-rekoleksi yang umumnya dibuat oleh umat atau dalam komunitas-komunitas di paroki. Umumnya Rekpol diadakan selama tiga hari, yang dibuka dengan Misa Kudus. Selama waktu ini, peserta yang berasal dari pelbagai pelosok Nusantara.
Pembicara tidak saja dari kalangan klerus. Vox Point juga mengundang beberapa praktisi politik baik dari kalangan akademisi maupun yang selama ini berada dalam dunia politik praktis. Anselmus menambahkan, lewat program semacam ini, Vox Point bermaksud membangun jiwa spiritual peserta Rekpol. “Vox Point mencoba menbangun spiritualitas dasar politik para awam sesuai dengan ajaran Yesus Kristus. Dengan demikian tingkat partisipasi politik awam dapat ditingkatkan,” ujar Dewan Pakar Vox Point.
Rekoleksi ini diberikan dalam dua gelombang. Gelombang pertama secara khusus membahas penyadaran motivasi politik, integritas, serta kesiapan berkorban bagi orang lain. Sedangkan pada gelombang kedua, peserta diajak untuk mengasah kompetensi nurani.
Anselmus melanjutkan, untuk membangun kualitas ini, peserta diajarkan cara negosiasi, lobi, dan diplomasi. “Ini sebenarnya untuk mengubah pola pikir bahwa setiap orang dipanggil untuk berkarya dalam dunia politik.”
Dasar Spiritual
Spiritualitas dasar ini mendasarkan pada panggilan hidup Kristus yang diambil dari Luk 12:16-18, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orangorang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Menurut Anselmus, ayat inilah yang menjadi dasar panggilan seseorang untuk berkontribusi aktif dalam dunia politik.
Politik yang bernafaskan Katolik harus dilakukan demi Kerajaan Allah sebagai pembebasan bagi yang miskin, buta, tertawan, dan tertindas. Maka lanjut Anselmus, negosiasi, lobi, dan diplomasi harus memenangkan kemanusiaan, keadilan, pembebasan yakni kemiskinan dari buta huruf, kejahatan sosial-agama, termasuk bebas dari apatisme politik. “Dengan cara ini akan dihasilkan politikus yang mau berpihak kepada yang terpinggirkan itu,” ungkap Anselmus.
Lewat Rekpol, pertama Vox Point ingin membentuk kadernya untuk berpolitik bagi “bonum commune” yaitu untuk ‘kepentingan banyak orang’. Kedua, ketika terjun dalam negosiasi dan lobi, kader wajib berlaku jujur, transparan, dan rela berkorban untuk banyak orang. Ketiga, kader awam memiliki semangat gotong royong sesuai Pancasila dan nilai kebersamaan Kristiani. “Mereka harus cerdik membaca permainan kompetitor namun tulus dalam menggapai kebenaran dan keadilan,” kata Anselmus.
Anselmus yang telah melakukan kaderisasi lebih dari 1500 tokoh rakyat di desa dan membina sekitar 3000 guru SD hingga SMA menyatakan kaderisasi adalah jantung bagi organisasi. Hal yang sama dilakukan Vox Point. Rekpol sebenarnya menunjukkan bahwa kaderisasi menempati posisi yang amanat penting. Kaderisasi berguna sebagai proses mewartakan nilai-nilai politik sesuai dengan asas iman katolik
Proses kaderisasi ini bagi Anselmus tidak bisa diganti dengan yang lain. Menurutnya, lewat proses ini akan dihasilkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam berbagai jenjang usia. Kaderisasi juga berguna untuk melatih dan mendidik kepemimpinan sehingga meningkatkan motivasi dan menguatkan budaya gotong royong.
Landasan Politik
Politik harus ditempatkan di atas landasan yang jelas dan murni bagi “bonum commune”. Ini menjadi kebutuhan mendesak di Indonesia mengingat kecenderungan menjadikan politik hanya sebagai alat kekuasaan.
Monica K. Joseph menjelaskan, Vox Point dengan Rekpol-nya ingin membangun landasan awal untuk politikus Katolik. Rekpol dengan demikian menjadi suatu proses belajar menuju satu tujuan untuk membekali peserta menjadi satu dalam Iman Katolik. “Peserta diajak untuk bersama melangkah dari titik awal untuk maju bersama mencapai tujuan yang paripurna dalam bidang sosial politik Indonesia, yang bermartabat dan memenuhi perutusan,” ungkap Direktur Kaderisasi dan Pembinaan Karakter Vox Point Indonesia.
Monica menceritakan, sejauh ini animo peserta sangat besar. Peserta datang dari berbagai daerah dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda. Mereka berasal dari kalangan politisi, profesional, Orang Muda Katolik, bahkan dari anggota aktif partai. Untuk yang terakhir, mereka umumnya berkeinginan untuk menjadi Calon Legislatif dan Eksekutif. “Di sini peserta mendapatkan ilmu baru dari para nara sumber dan perbandingan yang nyata dari pengalaman-pengalaman para pembicara,” tutur Monica
Saat dikumpulkan dalam satu forum dengan saudara seiman, perasaan yang seketika terbangun adalah kebersamaan. Mereka tidak lagi merasa sendirian saat ingin terjun dalam kerasulan di bidang sosial politik.
Monica menambahkan, peserta dikuatkan dalam menggarami dan menerangi tata dunia secara nyata. “Peserta juga semakin paham tentang peta politik Indonesia yang pada suatu saat mungkin akan mereka geluti secara praktis.”
Antonius E. Sugiyanto
Laporan: Felicia Permata Hanggu