web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Kebangsaan di Rakornas Vox Point

3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – “Pemimpin berjiwa Katolik hendaknya siap menjadi pelayan bagi sesama dan mengutamakan orang-orang terpinggirkan”

“BERKAT jasa begitu banyak tokoh pahlawan, Engkau (Tuhan-red) menumbuhkan kesadaran kami sebagai bangsa, dan membimbing kami mewujudkan negara yang berdaulat. Kami bersyukur kepada-Mu atas bahasa yang mempersatukan kami, dan atas Pancasila dasar Kemerdekaan kami.”

Kutipan itu adalah penggalan Doa Prefasi yang dipilih saat Misa dalam Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Vox Populi Institute (Vox Point) Indonesia di Pusat Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Wisma Samadi Klender, Jakarta Timur, 30/5.

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo mengungkapkan bahwa penggalan Doa Prefasi itu menunjukkan rasa syukur pada tiga tonggak sejarah bangsa Indonesia yaitu Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, dan Pancasila.

Ketiga hal ini adalah karya Tuhan yang mempersatukan dalam sejarah bangsa Indonesia. Ingatan sejarah semacam inilah yang harus dirawat dan dikembangkan. Sebab, untuk mewujudkan kerukunan dalam realitas bangsa yang bhinneka, tantangannya maha besar.

Kekerasan sering kali muncul dalam kehidupan bersama di Indonesia, baik yang diakibatkan perbedaan latar belakang, suku, dan terlebih agama. Mgr Suharyo menjelaskan, tantangan sebesar ini tak mungkin dihadapi sendiri.

Tetapi sekecil apapun sumbangan setiap orang, misalnya lewat Vox Point Indonesia, pasti akan menjadi sumbangan yang besar bagi Indonesia.

Politik Ugahari

Berdiri sejak dua tahun lalu pada 12 Maret 2016 di Grand Central Restaurant, di Jalan Bulungan Raya 22, Jakarta Selatan, Vox Point Indonesia berhasil melaksanakan Rakornas pertamanya. Semangat kebangsaan terasa di sepanjang rakornas yang diadakan tiga hari, 29/4-1/5.

Selama Rakornas, peserta berdinamika dalam diskusi seputar konsolidasi organisasi. Selain itu, Rakornas juga diisi dengan Seminar Nasional dengan pembicara, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif, Ketua Indonesia Conference on Religion and Peace Siti Musdah Mulia, Pengamat Sosial Politik Paulus Krissantono, dan Mayjen E. Imam Maksudi.

Seminar ini juga diisi dengan pemaparan dari Aster Kasdam Jaya Kolonel Inf Jacky Ariestanto, S.Sos dan Staf Ahli Sosial Ekonomi Kapolri Irjen Pol Gatot Edy Pramono.

Kekatolikan selalu punya pengalaman-nya yang impresif dalam pengalamannya dengan Pancasila. Hal ini terlihat dari persahabatan Soekarno dengan beberapa imam di Flores saat ia dibuang di Ende. Soekarno melihat bagaimana para pastor Katolik sangat bersimpati pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Cerita pengalaman Soekarno di Ende menjadi awal dari ceramah Yudi Latif dalam Rakornas Vox Point. Yudi mengungkapkan, perjumpaan Soekarno dengan imam-imam Katolik membawa kesadaran baru dalam diri Soekarno, bahwa imajinasinya selama ini tidak sepenuhnya benar.

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Dari situlah ia merumuskan suatu konsepsi baru tentang “ketuhanan yang berkebudayaan”. Ketuhanan yang berkebudayaan memberi kesempatan bagi setiap warga negara Indonesia untuk beragama menurut agamanya dan dengan cara yang
leluasa.

Konferensi Pers Rakornas I Vox Point Indonesia di Pusat Pastoral KAJ Wisma Samadi Klender,
Jakarta Timur. [HIDUP/Hermina Wulohering]
Handojo Budhisejati, Mgr Suharyo, dan Yudi Latif saat Rakornas I Vox Point. [HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]
“Hari ini relevansi ajaran kekatolikan sangat penting kalau dihadapkan pada persoalan kemanusiaan universal.” Yudi mengungkapkan ada begitu banyak tokoh Kristen yang di masa kemerdekaan berjasa dalam perjuangan bangsa Indonesia.

Di masa itu perbedaan latar belakang agama tidak menjadi persoalan dalam mewujudkan kehidupan bersama. Hal itu yang hilang dari Indonesia saat ini. Di masa sekarang orang bahkan dibayangi dengan bermacam kecurigaan karena adanya perbedaan agama.

Orang Indonesia selalu dapat lulus saat diuji dengan kemiskinan. Orang Indonesia justru gagal saat diuji dengan kemewahan. Yudi menjelaskan, dalam kekatolikan ada sikap “keugaharian” yaitu sikap dimana orang merasa cukup.

“Saat ini, jumlah orang yang mati karena kekenyangan lebih banyak dari pada orang yang mati karena kelaparan. Maka, tahu batas kapan merasa cukup, itu yang sulit.”

Sementara itu, Siti Musdah mulia menjelaskan, agama selalu menjadi bahan jualan di republik ini. Oleh karena itu, kalangan agama harus bangkit untuk mengubah situasi ini. Agama hendaknya harus dikembalikan sebagai pedoman hidup manusia yang akan menguatkan spiritualitas manusia menjadi manusia yang dalam istilah Islam adalah ber-akhlakul karimah.

Yaitu manusia yang memiliki akhlak yang mulia, berbudi pekerti luhur. Siti menambahkan, tantangan yang paling besar bagi umat beragama adalah kemanusiaan belum dijadikan sebagai sesuatu yang penting dalam cara setiap orang yang beragama.

Agama lebih banyak mengajarkan sesuatu yang bersifat formal dan melupakan nilai-nilai yang justru penting bagi kehidupan. “Ini juga menjadi kritik saya tentang bagaimana pendidikan agama dijalankan khususnya di dalam lembaga pendidikan Islam.”

Kejujuran menjadi semangat yang harus dikembangkan dalam diri setiap kader politik Katolik. Paulus Krissantono menjelaskan, nilai inilah yang kadang hilang dari kalangan politikus zaman ini.

Dengan  kejujuran ini, maka setiap orang tidak akan mudah tergoda untuk jatuh dalam godaan-godaan koruptif. Sedangkan Mayjen E. Imam Maksudi mengungkapkan, seorang kader Katolik haruslah menjadi kader yang memiliki jiwa patriot yang mau berjuang demi kebaikan Gereja, bangsa, dan negara.

Selain Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, rakornas ini dihadiri juga Uskup Agung Merauke Mgr Nicholas Adi Seputra MSC, Uskup Agung Samarinda Mgr Yustinus Harjosusanto MSF, Uskup Bandung Mgr Antonius Subijanto Bunjamin OSC, Uskup Agats Mgr Aloysius Morwito OFM, dan Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku.

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Politik Bermartabat

Rakornas Vox Point I diikuti oleh 160 peserta baik dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN), 11 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) maupun 49 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW). Para peserta dibagi ke dalam tiga komisi yang serentak menggelar sidang pada hari kedua Rakornas, Senin, 30/4.

Secara umum Rakornas mengusung tema “Membumikan Pancasila, Menjaga Kebhinekaan”. Sekretaris Jenderal VPI, Lidya Natalia Sartono, mengatakan sebagai perkumpulan aktivis politik Katolik, VPI ingin mendedikasikan seluruh hidup dan perjuangan untuk mewujudkan politik bermartabat dalam terang iman Katolik.

Beberapa Uskup menghadiri Rakornas I Vox Point Indonesia di Pusat Pastoral KAJ Wisma Samadi Klender, Jakarta Timur. [HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]
Politik ini didasari nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. “Kami
akan bekerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, TNI/Polri, semua partai politik, lembaga agama dan kemasyarakatan untuk terus merawat keberagaman bangsa sebagai kekuatan moral organisasi Vox Point yang berbasis masyarakat.”

Vox Point ingin memfokuskan diri pada penguatan organisasi. Dengan penguatan ini, Voxian – sebutan untuk kader Vox Point – diharapkan dapat mempunyai pandangan yang sama. Hal ini disampaikan Ketua Komisi I John S. Keban.

John juga mengatakan Komisi I mengupayakan konsolidasi organisasi untuk menyempurnakan AD/ART yang melahirkan aturan-aturan di bawahnya serta menghasilkan kebijakan organisasi.

Strategi pengembangan organisasi turut dibahas untuk eksistensi di seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, pembangunan kembali relasi antara Vox Point dengan hierarki dan ormas-ormas Katolik lain juga menjadi salah satu agenda.

“Diharakan pola kerja sama dalam gerakan awam Katolik ini bisa bersinergi dengan baik.” Vox Point juga merespon situasi-situasi sosial politik yang aktual di luar organisasi, terutama dalam konteks Pileg dan Pilpres 2019.

Thomas Suwarta mengungkapkan, situasi politik yang paling krusial saat ini adalah “politik pecah belah” di mana sentimen suku, agama, ras (SARA) kian menguat. “Kampanye hitam, berita hoax, intimidasi serta mobilisasi yang menimbulkan ketakutan dan tekanan atas kebebasan pemilih,” papar Ketua Komisi II.

Komisi II berupaya memberi arahan bagi kader-kader Vox Point dalam proses pemilu. Thomas menambahkan, selama ini ada orang Katolik yang memiliki kualitas, integritas, dan kompetensi tetapi dengan sumber daya yang terbatas mereka tidak bisa masuk.

Baca Juga:  PESAN NATAL KWI DAN PGI: “MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM” (LUK 2:15)

Komisi II juga membahas bagaimana orang Katolik harus berani melakukan assesment internal, seleksinya di internal Vox Point. “Jadi kami membahas respons politik, bagaimana proses dan strategi untuk mendorong kader-kader ke legislatif atau eksekutif,” ungkap Thomas.

Kaderisasi melalui rekoleksi politik, diskusi politik, serta pendidikan politik menjadi strategi yang dibahas dalam Komisi III. Ambrosius Korbaffo menjelaskan, rekoleksi politik, menurutnya, ingin menanamkan bahwa multikulturalisme adalah sebuah fakta, tetapi persatuan adalah sebuah keharusan.

“Ini semua dimaksudkan agar Voxian memiliki pemahaman yang sama tentang bagaimana membangun bangsa ini dengan karakter Katolik yang baik,” kata Ketua Komisi III ini.

Lebih lanjut Kakanwil Kemenag Kota Kupang ini mengatakan Vox Point berorientasi untuk masuk dalam pengambilan kebijakan publik baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional. Kalau kita tidak masuk dalam kebijakan nasional, maka kita tetap akan menjadi pelaksana.

“Vox Point ingin agar orang Katolik terlibat langsung dalam pengambilan kebijakan politik. Jika tidak, kita hanya akan jadi pelaksana,” ungkapnya.

Sudah Berlari

Ketua Panitia Rakornas, Helmi Binsasi, mengatakan tujuan Vox Point menyelenggarakan rapat koordinasi telah tercapai melalui sidang komisi dan hasil pleno. Ia mengibaratkan Voxian sebagai gembala yang diutus ke tengah kawanan serigala yang siap menerkam setiap saat.

Gembala yang dimaksud adalah gembala yang tulus seperti merpati dan cerdik bagai ular akan tahu caranya bagaimana bisa lolos dari kawanan serigala tersebut. “Semoga dengan rapat koordinasi ini, Voxian lebih merasa sebagai awam Katolik yang benar-benar militan dan membumikan Pancasila.”

Dalam usia yang baru dua tahun, bagai bayi yang masih imut-imut dan lucu Vox Point dipaksa untuk segera berlari. Namun, dengan tuntunan Roh Kudus, Vox Point sudah berani untuk berlari cepat.

“Dalam seluruh ikhtiar yang kuat dan dalam tuntunan Roh Kudus proses berlari itu dapat terlewatkan dan sampai pada titik ini,” ungkap Ketua Vox Point Indonesia Handojo Budhisedjati.

Sejak awal Vox Point sudah memiliki spirit yang tegas yaitu mengembangkan nilai-nilai kebangsaan. Untuk mempertahankan empat konsensus bangsa Indonesia yang akhir-akhir ini sedang diuji.

Handojo menambahkan, Vox Point ingin menjadi tempat untuk mencetak kader-kader bangsa yang benar-benar memperjuangkan bonum commune, kebaikan bagi semua. “Pemimpin yang memiliki spirit Katolik yang siap menjadi pelayan bagi sesama dan mengutamakan orang-orang yang terpinggirkan.”

Antonius E. Sugiyanto/Hermina Wulohering

 

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

1 KOMENTAR

  1. Berkarya ditengah tengah serigala memang tdk mudah membutuhkan waktu dan kerja keras smoga roh kudus dan Allah Bapa selalu menuntun kita smua demi suatu tujuan Bersama agar bangsa ini Menjadi bangsa yg bermartabat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles