HIDUPKATOLIK.com – MISA Requiem Kelly Kwalik berlangsung di halaman Gedung DPRD Mimika, Papua, awal tahun ini. Uskup Timika Mgr John Philip Saklil mengungkapkan, Kelly adalah tokoh besar bagi perjuangan orang-orang Papua yang membela dan mempertahankan tanahnya.
Kelly dibunuh karena mempertahankan tanahnya dari gempuran penguasa sawit yang berusaha masuk di Timika. Perjuangan dan komitmen Kelly berakhir dengan kematian tragis. Menurut Mgr Saklil, perjuangan Kelly didasari pada ketidakadilan, perampasan hak tanah dengan dalil untuk kepentingan negara.
Kegagalan Program di Papua saat ini, kelapa sawit dibawah kendali penguasa modal. Kehadiran sawit menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat. Banyak tokoh beranggapan Papua tidak kekurangan pangan. Karena itu kehadiran kelapa sawit hanya akal-akalan penguasa modal dan pemerintah.
Mega proyek kelapa sawit bukan untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Perusahaan kadang mengeluarkan rekomendasi menggunakan argumentasi “hutan sekunder”
untuk bisa meloloskan niat mereka.
Pemberian izin lokasi berjalan bersamaan dengan berakhirnya masa kepemimpinan kepala-kepala daerah. Hal ini membuat banyak orang berpikir jangan-jangan kehadiran Kelapa Sawit untuk membiayai kendaraan politik para penguasa yang haus kekuasaan di Papua.
Situasi ini membuat Mgr Saklil angkat bicara. Ia mengkritik pedas pemerintah di Tanah Papua yang terus memberi izin pembukaan perkebunan Kelapa Sawit. Mgr Saklil menegaskan bahwa masyarakat Papua tidak makan kelapa sawit.
Mgr Saklil mengatakan seharusnya kearifan lokal sebagai daya tarik masyarakat Papua tidak dihilangkan. Kelapa Sawit merupakan barang asing bagi masyarakat Papua. Orang Papua tidak tahu kegunaan Kelapa Sawit, apalagi pengelolaannya.
“Kalau bertanya soal sagu, umbi-umbian, pisang, menangkap ikan, berburu, orang Papua pasti lebih mahir,” ujar Mgr Saklil. Mgr Saklil mengharapkan Pemerintah Provinsi Papua belajar dari pengalaman kegagalan perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan dan Keerom, Papua.
Ia berharap warga tidak menyerahkan tanah yang sekian tahun lamanya ditanami sagu dan umbi-umbian. “Masyarakat Papua juga jangan jual sembarangan tanah kepada pemilik modal. Hari ini belum dirasakan akibatnya tetapi sepuluh tahun kemudian, Anda lah yang mengalami kerugian.
Bisa jadi Anda terisolir dari tanah sendiri,” harap Mgr Saklil. Sampai saat ini, ada sejumlah
perusahaan perkebunan Kepala Sawit kini mulai merambah investasinya di Papua seperti di Keerom, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika dan Kabupaten Merauke.
Di Mimika, perusahaan Pusaka Agro Lestari bahkan mendapat izin pengolahan lahan seluas 39 ribu hektar di kawasan hutan Iwaka, di antara Kali Kamora dan Kali Mimika. Izin itu berupa kuasa untuk membuka lahan dan dijadikan areal perkebunan kelapa sawit. Aktivitas perusahaan itu sempat dihentikan oleh Bupati Mimika Eltinus Omaleng pada 2014. Namun tak lama kemudian, PT PAL diizinkan kembali beroperasi.
Yusti H. Wuarmanuk