HIDUPKATOLIK.com – Dukungan terhadap Pancasila dan demokrasi hampir 90% lebih (Survey Wahid Institute). Hal tersebut penting karena berkorelasi negatif terhadap radikalisme. “Untuk membangun tidak sekadar counter narasi tetapi counter identity. Kita punya ini,” ujar Yenny Wahid dalam acara Dialog Nasional Aplikasi Kehidupan Kebhinnekaan pada Selasa, 8/5 di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta.
Kelima narasumber utama lainnya, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur PTIK IrjenPol. Sigit Tri Hadjanto, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Jimly Assidiqie dan Komarudin Hidayat, dan Dosen STF Driyarkara Pastor BS Mardiatmadja, dengan moderator acara Najwa Shihab.
Terdapat begitu banyak komunitas yang dibangun dari Perhimpunan Alumni Kolese Kanisius Jakarta (PAKKJ). Acara dialog ini diadakan oleh Dewan Pengurus PAKKJ dan Panitia Alumni Day 2018-Angkatan 93.
Rektor Kolese Kanisius Jakarta, Pastor Joannes Heru Hendarto SJ dalam kata sambutannya menyampaikan ketika angkatan 93 mengelola alumni day, termasuk acara hari ini, adalah untuk memperkaya narasi kehidupan berbangsa kita, yang cenderung diwarnai banyak tantangan.
Dalam pembuka diskusi, Najwa Shihab menyampaikan kekhawatirannya apabila Pancasila didikotomikan dengan sesuatu yang semestinya menjadi pemikat. “Sejak kapan Pancasila menjadi pemecah, bukan penyatu. Target diskusi hari ini ada tiga yaitu obyektif menilai kondisi saat ini. Apa potensi yang membuat hal-hal tersebut memburuk dan membaik dalam kehidupan bernegara.”
Sementara Pastor Mardi turut mengisahkan tentang banyaknya gereja disana dalam kunjungan ke Menado. Tetapi sebaliknya ketika di Padang. Juga ketika di Nusa Tenggara Timur, dan Kefamenano (kota di Timor). “Betapa beranekanya bangsaku ini. Suka atau tidak suka, bangsa kita berbeda-beda. Dari sudut bangsa, suku, begitu bermacam-macam.”
Pastor Mardi juga menambahkan bahwa ketegangan yang timbul dari penyatuan yang berbeda merupakan dua kutub dari satu kemanusiaan yang sama. Dan itu melahirkan keindahan.
Anton Bilandoro