web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Istri Ditinggal Suami

3/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Romo Erwin, nama saya Nana. Saat ini, saya sedang menghadapi situasi sulit, karena suami pergi dan menghilang entah ke mana. Saya benar-benar tidak dapat menemukannya. Ada info yang memberitakan bahwa suami saya sekarang sudah tinggal dengan perempuan lain dan kembali ke kampung halamannya.

Selama ini saya selalu berusaha menjadi istri yang baik, bahkan saya tidak pernah mengeluh meskipun suami tidak pernah punya pekerjaan tetap, sementara saya bekerja di instansi pemerintahan. Saya dan keluarga besar berusaha mengadakan pembicaraan dengan keluarganya untuk menyelesaikan masalah ini.

Apakah seorang istri diperbolehkan oleh Gereja Katolik untuk minta cerai dari suami? Bagaimana caranya agar saya dan anak-anak tidak disakiti lagi. Hukuman apa yang pantas untuk suami saya. Terima kasih Romo.

Nana, Jakarta

Ibu Nana yang baik, saya ikut prihatin dengan situasi Ibu. Kadang-kadang memang pasangan kita benar-benar tidak dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sama sekali. Kadang-kadang juga ia bahkan menyakiti keluarga dengan perbuatannya yang tidak terpuji. Suami Ibu memang mengecewakan karena penyelewengannya.

Permasalahan keluarga sepantasnya ditanggapi dengan iman juga, bukan hanya dengan akal sehat atau perasaan. Suami ibu bagaimanapun juga adalah suami yang harus diselamatkan. Pertama, belum tentu suami ibu pergi karena perempuan lain. Itu perlu diperjelas. Jangan karena omongan orang, lalu kita memutuskan sesuatu yang salah. Jika ia pergi karena pernah bertengkar dengan Ibu, maka kalian berdua harus menyelesaikannya secara baik-baik, supaya bisa bersatu lagi.

Penyelewengan memang sesuatu yang menyakitkan dan bahkan dilarang oleh Gereja. Mereka yang menyeleweng terkena hukuman berat karena dosanya besar. Akan tetapi, penyelewengan tidak bisa menjadi alasan untuk bercerai. Perceraian karena alasan itu tidak mungkin, karena Gereja masih mengandaikan adanya pembaruan dan perbaikan relasi melalui langkah konseling dan rekonsiliasi.

Apabila suami Ibu sudah menikah lagi dengan cara agama lain, maka ia terkena hukuman ekskomunikasi, dikeluarkan dari komunitas Gereja Katolik, dan tidak boleh menerima Komuni Suci pada saat mengikuti perayaan Ekaristi. Barangkali ini hukuman yang Ibu tanyakan bagi suami Ibu.

Mengenai perceraian, meskipun suami Ibu sudah memisahkan diri dan (kalaupun) sudah menikah lagi secara agama lain, Ibu tetap tidak dapat menikah lagi. Sakramentalitas perkawinan itu bersifat tetap dan kekal, tidak terceraikan oleh penyebab yang terjadi sesudah menikah. Kemungkinan pembatalan nikah hanya mungkin terjadi jika ada alasan pembatalan dari peristiwa sebelum nikah.

Tragedi dalam pernikahan menjadi “salib” bagi pihak korban, yaitu Ibu sebagai yang ditinggalkan. Salib inilah yang disebut sebagai “duka” atau “sakit” dalam perjanjian nikah yang diikrarkan dulu. Jadi, dalam pernikahan, peristiwa yang menyedihkan tidak dapat menjadi alasan untuk bercerai, kecuali jika masalah sekarang ini ada kaitan erat dengan peristiwa sebelum nikah, sehingga dapat menjadi caput nullitatis (alasan pembatalan) bagi pernikahan kalian berdua.

Masalah meminta perpisahan atau pembatalan nikah bukan hanya menjadi hak bagi suami saja. Suami dan istri mempunyai hak yang sama. Yang penting, pihak yang meminta perpisahan atau pembatalan nikah adalah pihak korban, bukan pihak penyebab masalah. Untuk mendapat kejelasan solusi ini, silakan menghubungi pastor paroki setempat agar dapat ditolong secara Gerejani. Beritahukanlah detail masalah, mulai dari awal sebelum nikah, sampai peristiwa perpisahan rumah terjadi seperti sekarang. Jika masih mungkin, hubungi suami meskipun sulit.

Semoga dengan pertolongan ini, Ibu dan anak-anak dapat terhindar dari kesulitan. Seandainya pun Ibu harus berpisah karena suami sudah menikah lagi, konsultasikan dengan pastor setempat. Semoga ini dapat membantu Ibu mengatasi persoalan.

Saya berdoa untuk Ibu dan anak-anak, juga untuk suami yang mengalami “kegalauan” itu. Tuhan memberkati.

Alexander Erwin Santoso MSF
HIDUP No.40 2014, 5 Oktober 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles