web page hit counter
Kamis, 26 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Stigmata

3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Stigma merupakan kata dalam Bahasa Latin yang berarti luka potong atau bekas luka, biasanya di telapak tangan dan kaki. Kata “stigma” juga ada dalam Bahasa Yunani. Bentuk jamaknya menjadi stigmata, yang digunakan untuk menamai cap bakar pada kulit binatang atau budak belian dalam tradisi peradaban kuno. Dalam perkembangannya, kata “stigma” berarti noda pada nama baik seseorang atau suatu kelompok.

Dalam tradisi Gereja Katolik, stigmata diartikan sebagai tanda luka-luka dalam diri seseorang, yang sama persis dengan luka-luka Yesus akibat derita penyaliban-Nya. Luka-luka ini muncul secara tiba-tiba, yakni luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka mahkota duri di kepala, dan luka cambuk di hampir seluruh bagian tubuh, terutama pada bagian punggung. Muncul nya luka-luka ini tak dipengaruhi oleh penyebab apapun, tak bisa dikontrol, dan menimbulkan penderitaan secara fisik bagi yang mengalaminya.

Baca Juga:  Betlehem: Identitas Diri bagi “Pastor”, Ancaman untuk “Rex”

Munculnya stigmata dalam diri seseorang ini merupakan rahmat dan karunia yang amat langka dan khas. Orang yang mendapat anugerah stigmata lazim di sebut stigmatis. Anugerah ini bisa diterima salah satu, beberapa, atau bahkan semua tan da luka Yesus. Tanda luka ini pun bisa tak tampak, tapi menimbulkan penderi taan fisik yang begitu hebat. Sifatnya juga bisa permanen maupun hanya sementara, dan suatu saat tiba-tiba menghilang.

Gereja sangat berhati-hati untuk mengesahkan seseorang menerima anugerah stigmata. Dalam sejarah, stigmata yang disahkan pertama kali oleh Gereja Katolik ialah yang diterima St Fransiskus Assisi pada abad XIII. Penerima stigmata pasti akan cenderung menyembunyikan luka-luka yang muncul di tubuhnya agar tidak menarik perhatian orang lain. Mereka tergolong orang-orang yang saleh dan berlaku kudus dalam hidupnya. Mereka mengalami pengalaman rohani yang mendalam sehingga Tuhan memilihnya untuk menerima rahmat bersatu dalam penderitaan-Nya. Penerima stigmata juga akan berjuang untuk hidup dalam bimbingan Roh Kudus dalam doa, matiraga, serta berbuat amal kebaikan bagi sesama dan Gereja.

Baca Juga:  Kardinal Suharyo: Tahun Suci 2025, Pembukaan Pintu Suci Hanya Simbol

Ciri stigmata ialah luka-luka yang muncul bukanlah akibat suatu penyakit yang dapat dibuktikan secara ilmiah, tak ada sebab yang memunculkannya, dan murni sebagai buah karya adikodrati dari Tuhan. Luka-luka itu muncul tepat pada bagian tubuh seperti yang dialami Yesus akibat penderitaan-Nya disalib. Bahkan, secara periodik, luka-luka itu akan mengeluarkan darah segar dan bersih tanpa nanah– dengan sendirinya pada hari-hari sengsara Yesus dikenangkan, misalnya: Ju mat dan Jumat Agung. Luka-luka itu pun tidak akan membusuk, tidak akan sembuh meski diobati hingga bertahan bertahun-tahun lamanya. Meskipun darah yang dikeluarkan bisa banyak, stigmatis tidak membutuhkan transfusi darah karena memang terjadinya secara adikodrati.

Seorang stigmatis biasanya akan sangat mencintai devosi pada kisah sengsara Yesus, terutama pada salib. Ia akan mengamalkan cinta kasih kristiani dalam hidupnya. Anugerah istimewa dan langka ini menjadi tanda persatuan manusia yang beroleh karunia stigmata dengan Yesus yang menderita di kayu salib demi penebusan dosa umat manusia. Stigmatis akan terdorong untuk mengaktualisasikan cinta yang muncul dari persatuannya dengan Kristus yang menderita dalam praktik-praktik kesalehan dan keutamaan kristiani, yang berguna bagi kehidupan rohaninya, sesama, dan Gereja.

Baca Juga:  Kisah Natal yang Hangat : Kesederhanaan Natal Menginspirasi Mereka untuk Melihat Kasih Kanak-kanak Yesus dalam Diri Sesama

R.B.E. Agung Nugroho
HIDUP No.40 2014, 5 Oktober 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles