HIDUPKATOLIK.com – Sebagai Paus, ia menghadapi Antipaus Ursinus. Selain itu, ia juga berjibaku melawan bidaah Apollinarianisme dan Macedonianisme.
Gereja Roma bergolak. Paus Liberius (310-366) dilengserkan dan dibuang oleh Kaisar Konstantius II (317-361). Padahal, Paus Liberius baru naik takhta sekitar dua tahun sejak 17 Mei 352, menggantikan Paus Julius I (†352). Motif pelengseran itu disebabkan oleh sikap keras Paus Liberius yang menolak bidaah Arianisme, yang dianut oleh Kaisar Konstantius II.
Tahun 355, ketika Paus Liberius di pengasingan, Kaisar Konstantius II mengangkat seorang diakon senior, Felix II (†365)yang juga pengikut Arianismeuntuk menduduki Takhta St Petrus. Awalnya, Kaisar Konstantius II menghendaki Paus Liberius dan Antipaus Felix II agar berbagi takhta. Namun, keinginan itu ditolak Paus Liberius sehingga ia harus mengalami pengasingan.
Diakon Setia
Di pengasingan, Paus Liberius ditemani oleh Diakon Damasus. Sejak kecil, diakon kelahiran Roma, Italia, sekitar tahun 304 itu sudah menunjukkan sikap pelayanan kepada Gereja. Damasus mulai membantu pelayanan di Gereja St Laurentius Martir sejak remaja. Ia merupakan buah kasih perkawinan Antonius dan Laurentia. Konon, ayahnya berdarah Spanyol.
Saat Damasus kembali ke Roma bersama Paus Liberius, Antipaus Felix II sudah bertakhta. Namun, ketika Kaisar Konstantius II mangkat 3 November 361, klerus dan rakyat Roma berhasil mengusir Antipaus Felix II keluar Roma. Dengan berbagai cara, Antipaus Felix II berusaha mengembalikan klaimnya atas Takhta St Petrus. Namun, ia keburu meninggal pada 22 November 365. Akhirnya, Paus Liberius dapat lebih tenang memimpin Gereja. Sayang, ketenangan itu tak bertahan lama. Ia wafat pada 24 September 366. Di tengah takhta lowong (sede vacante), para pengikut Antipaus Felix II terus bersekongkol untuk memilih penggantinya.
Akhirnya, Diakon Damasus dipilih menjadi Paus pada Oktober 366 oleh mayoritas klerus dan rakyat Roma, menggantikan Paus Liberius. Bahkan, sebagian simpatisan Antipaus Felix II pun mendukung terpilihnya Paus Damasus I.
Dua Paus
Namun, masih ada sebagian pengikut Antipaus Felix II yang tidak menerima keputusan tersebut. Kelompok ini pun memilih Diakon Ursinus (†381)atau kadang disebut Ursicinussebagai Paus tandingan. Antipaus Ursinus sempat beberapa waktu (366-367) berkuasa di Roma. Komplotan ini menebar teror dan berusaha merebut Takhta St Petrus dengan kekerasan, hingga pertumpahan darah. Banyak skandal mencuat ketika Antipaus Ursinus secara illegal ingin merebut Takhta Suci. Dua tokoh pendukungnya bernama Pastor Faustinus dan Pastor Marcellinus, imam Roma yang sangat antipati dengan Paus Damasus I.
Berkat bantuan Kaisar Valentinianus I (321-375), Antipaus Ursinus dan gerombolannya berhasil diusir dari Kota Abadi tahun 367. Mereka melarikan diri ke Cologne, di wilayah Lombardia, Italia. Dari Cologne, mereka bergeser ke Milan, Italia dan terus melancarkan perlawanan. Mereka berusaha menjatuhkan Paus Damasus I dengan berbagai cara, termasuk bersekutu dengan para pengikut Arianisme.
Tahun 378, Paus Damasus I dilaporkan ke pengadilan kekaisaran oleh Antipaus Ursinus, dengan tuduhan telah melakukan perbuatan zinah. Namun, Kaisar Gratianus (359-383) membela dan membebaskannya. Bahkan, menanggapi tuduhan tersebut, 44 uskup menggelar Sinode Roma dan menyatakan bahwa Paus Damasus I tidak bersalah dan malah mengekskomunikasi para penuduhnya.
Konon, Antipaus Ursinus dan pengikutnya berhasil disingkirkan hingga ke sekitar Gallia (kini meliputi Perancis, Luxemburg, Belgia, sebagian Swiss, Italia Utara, Belanda, dan Jerman), dan mati tahun 381.
Lawan Bidaah
Selama bertakhta, Paus Damasus I dikenal sebagai pemimpin yang berpegang teguh pada orthodoksi Gereja dan membela iman Kristen secara militan. Dia menggelar dua Sinode Roma tahun 368 dan tahun 369. Dua sinode ini mengutuk bidaah Apollinarianisme (Apollinarisme) dan bidaah Macedonianisme. Selain itu, Sinode Roma (369) menjatuhkan hukuman ekskomunikasi kepada Uskup Agung Milan, Mgr Auxentius (†374) karena mengajarkan paham Arianisme.
Apollinarianisme adalah ajaran yang diprakarsai oleh Mgr Apollinaris (†382), Uskup Laodicea (kini menjadi gelar Uskup Tituler Laodicea di Syria). Laodicea sekarang bernama Lattakia, adalah salah satu kota pelabuhan terbesar di Suriah. Mgr Apollinaris mengajarkan bahwa Yesus tidak bisa memiliki pikiran manusia. Yesus memiliki tubuh manusia dan jiwa manusia yang di dalamnya semua emosi rendahan ada, tetapi memiliki pikiran ilahi.
Sementara itu, Macedonianisme merupakan bidaah yang menyangkal personalitas dan keilahian/keallahan Roh Kudus. Bidaah ini juga disebut Pneumatomachianisme, yang tergolong Semi-Arianisme. Ajaran ini berkembang pada paruh kedua abad IV hingga paruh pertama abad V di Konstantinopel dan Tropici di Aleksandria. Bidaah ini mengajarkan, bahwa Roh Kudus diciptakan oleh Putra sehingga martabatnya lebih rendah dari Bapa dan Putera. Bidaah ini diprakarsai oleh Uskup Agung Konstantinopel, Mgr Macedonius I (†360).
Mgr Macedonius I pernah dua kali naik Takhta Konstantinopel. Pertama, pada 342-346, Mgr Macedonius I menggantikan Mgr Paulus I (†350), yang pernah naik Takhta Konstantinopel sebanyak tiga kali. Mgr Paulus I naik takhta pertama kali pada 337-339; lalu digantikan oleh Mgr Eusebius dari Nicomedia (†341) selama sekitar tiga tahun (339-341); kemudian Mgr Paulus I naik takhta untuk kedua kali pada 341-342. Setelah itu, Mgr Paulus I digantikan oleh Mgr Macedonius I (342-346); dan Mgr Paulus I naik takhta untuk ketiga kalinya pada 346-350. Kedua, Mgr Macedonius I naik takhta lagi menggantikan Mgr Paulus I pada 351 hingga wafat pada 360. Usai Mgr Macedonius I wafat, Takhta Konstantinopel dilanjutkan oleh Mgr Eudoxius dari Antiokhia (†370).
Konsili Konstantinopel II (381) secara resmi mengutuk Macedonianisme dan Kaisar Theodosius I (347-395) melarang penyebaran bidaah ini di wilayah kekaisarannya. Baik ajaran Apollinarianisme maupun Macedonianisme bertentangan dengan Gereja karena Tuhan itu satu hakikat, tetapi memiliki tiga pribadi, yaitu Bapa, Putra, dan Roh Kudus, yang berbeda sekaligus setara. Dalam Konsili Konstantinopel II, Paus Damasus I mengirimkan delegasi untuk melancarkan perlawanan terhadap bidaah Apollinarianisme dan Macedonianisme.
Paus Kudus
Paus Damasus I berjasa dalam mendorong St Hieronimus (347-420) melakukan revisi terjemahan Kitab Suci versi bahasa Latin (Vulgata). Pasalnya, St Hieronimus juga menjadi “sekretaris rahasia” Paus Damasus untuk beberapa waktu. Kanon Kitab Suci Perjanjian Lama diluncurkan oleh Bapa Suci dalam Sinode Roma tahun 374.
Dalam perlawanan dengan Arianisme, St Basilius Agung (329-379) sempat minta dukungan Paus Damasus I untuk membantu memerangi Arianisme yang juga berkembang di Gereja Timur. St Basilius Agung adalah Uskup Caesarea Mazaca (kini menjadi gelar Uskup Tituler Caesarea di Cappadocia), Cappadocia, Asia Kecil. Caesarea Mazaca saat ini bernama Kayseri, kota di wilayah Anatolia tengah, Turki.
Selama bertakhta, Paus Damasus I merestorasi Gereja San Lorenzo di Damaso dan menyediakan bangunan yang layak untuk memulai penyimpanan arsip kepausan. Dia juga membangun Basilika St Sebastianus di Via Appia, jalan yang menghubungkan Roma dengan Brindisi. Di sana dibangun sebuah monumen marmer “Platonia”, yang konon sempat digunakan untuk menyemayamkan relikui St Petrus dan St Paulus selama beberapa waktu ketika dipindahkan tahun 258.
Paus Damasus I juga membangun sebuah “basilicula” ‘gereja kecil’ di Via Ardeatina, jalan sepanjang 39 kilometer yang menghubungkan Roma dengan Ardea. Basilicula ini terletak antara pemakaman St Callistus (†222), Paus pada 217-222; dan St Flavia Domitilla (†96), orang kudus dari abad pertama, cucu perempuan Kaisar Vespasianus (9-79). Reruntuhan bangunan ini ditemukan sekitar tahun 1902-1903. Di tempat inilah, Paus kudus yang wafat pada 11 Desember 384 ini dikuburkan bersama ibu dan saudarinya.
Pada nisan ibunya, tertulis nama sang ibu “Laurentia”. Selain itu, juga dijelaskan bahwa ibunya hidup sebagai janda selama 60 tahun, yang diisi dengan pelayanan khusus kepada Tuhan. Laurentia wafat pada usia 89 tahun, dan dapat melihat generasi keempat dalam keluarganya.
Paus Damasus I juga membangun tempat pembaptisan yang dipersembahkan kepada St Petrus di Vatikan. Dia memiliki devosi yang luar biasa kepada para martir di Roma. Tak heran jika banyak katakombe ia restorasi. Dia juga banyak menulis kisah-kisah pendek tentang para martir dan orang kudus, lagu-lagu, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Banyak karyanya yang sudah hilang, tetapi sebagian masih tersimpan di arsip kepausan. Hingga kini, Gereja memperingatinya tiap 11 Desember.
R.B.E. Agung Nugroho