HIDUPKATOLIK.com – Birokrasi bukan ajang mencari kekuasaan tetapi melebarkan tanggungjawab. Stef Agus mampu menjawab birokrasi yang kerap dianggap “kotor” bagi masyarakat kecil.
Tempat kamu bukan di tanah kelahiranmu. Jadilah anak panah yang melesat jauh dari busurnya. Kata-kata ini pernah diucapkan sang ayah ketika Stef Agus masih berusia belia. Bagi Stef, demikian sapaannya, sitiran ini agak menggelitik. Bagi banyak orang, mustahil bagi Stef bisa meroket sampai daerah lain, apalagi sampai ke Ibukota. Tetapi bagi Stef, ada harapan dibalik sitiran ini. “Ada banyak cara menggapai keinginan itu antara lain membangun relasi dan berjumpa dengan banyak orang.”
Berbekal filosifi ini, Stef bisa tiba di Ibukota. Lawatan keluar dari tanah kelahiran membuat Stef berhasil mencapai apa yang diinginkannya. Hingga suatu hari, ia dipercayakan sebagai Dirjen Bimbingan Masyarakat Katolik Departemen Agama RI periode 2000-2008. Kariernya meningkat sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang mengedepankan keterwakilan masyarakat Katolik, yang 100 persen Katolik dan 100 persen Pancasilais dalam Negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Kelahiran 21 Desember 1948 ini mengamini, bahwa apa yang ditorehnya ini tak lepas dari peran banyak orang, lebih-lebih sang ayah. Selalu saja ada nasihat yang positif membuatnya berani menapaki tawaran hidup yang berat.
Anak Desa
Berkaca ke belakang, karier Stef bukan apa-apa. Ia hanya seorang bocah dari kampung Karot, sebuah kampung di Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lelak menjadi kecamatan yang baru dimekarkan dari Kecamatan Ruteng yang defenitif berdiri tahun 2007.
Di Karot, Stef menghabiskan masa kanak-kanaknya. Untung bagi Stef, ia masih berkesempatan membaca beragam buku. Semua buku yang dibawah pastor parokinya, selalu dilahapnya. Stef dikenal sebagai seorang yang matang berpikir, polos, tapi luwes dalam pergaulan. Sifat ugahari ini membuat Stef memutuskan masuk Akademi Pendidikan Kateketik (APK) Ruteng (kini menjadi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Katekis Santo Paulus/STKIP). Lembaga semi seminari ini membentuknya menjadi pribadi yang tidak lupa diri.
Stef menceritakan, hidup bersama banyak orang dengan aneka karakter, kadang-kadang membuatnya rindu kampung halamannya. Ia mengenang masa studi di APK, sebagai masa-masa rindu akan nasihat orang tuanya. Saat itu, ia sadar, bahwa apa yang diraihnya, bukan karena kekuatan sang ayah dan dirinya tetapi Tuhan. Berulang kali, Stef berefleksi,
“Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesangggup an kami adalah pekerjaan Allah,” ungkapnya mengutip teks 2 Kor. 3:5b.
Stef mengakui dirinya ingin meneladani St Paulus. Tokoh Perjanjian Baru ini menginspirasi Stef untuk memasuki dunia birokrasi. Banyak pengalaman yang ia petik, saat menjadi pejabat publik. Tetapi satu tekad dari Stef, tak akan mentolerir segala praktik ketidakadilan oleh elit-elit birokrasi. Hal ini terbukti saat menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Agama Provinsi NTT (1994-2000). Ia mencoba menemukan akar permasalahan dari berbagai sudut pandang. Apalagi permasalahan seputar kebutuhan iman orang Katolik.
Di Kanwil, dua tokoh yang selalu menjadi bapak rohani baginya adalah Pater Jan Van Rosmallen SVD dan Jilius Freheyen SVD. Dua imam Sabda Allah ini selalu mewanti-wanti Stef, khususnya soal karakteristik orang yang ditempatkan pada posisi tertentu.
Birokrasi Ugahari
Menjadi birokrat selalu dekat dengan palu kebutuhan bersama dan keinginan diri. Tapi Stef mampu memprioritaskan antara dua hal itu. Ia berhasil memisahkan mana demi bonum commune dan mana untuk selfish. Dengan sempurnah, Stef menyisir akar masalah di dalam Kanwil. Ia prihatin dengan kondisi pegawai yang luntang-lantung. Tata kelola kantor di setiap bagian tidak memiliki peraturan yang terpadu. Program pun tidak ada. “Saya ingin melihat pola kerja terencana dengan setting-an program yang jelas, namun tidak ada,” ujar mantan dosen Pendidikan Kateketik di Ruteng ini.
Pemberdayaan rendah menjadi akar permasalahan dari performa kerja Kanwil. Stef berinisiatif membentuk visi dan misi bersama kebijakan dan strategi. Lalu, ia mendemonstrasikan ketiganya kepada seluruh pegawai. Ia juga membentuk uraian tugas bagi 80 pegawainya. Dengan tegas, ia menjabarkan sasaran tembak kerja Kanwil agar NTT bisa menjadi daerah yang toleran dan damai. Sejak itu, pekerjaan dan pelayanan Kanwil kepada masyarakat NTT meningkat pesat.
Stef juga mempopulerkan filosofi “Kita”. Filosofi ini bertujuan untuk mengubah pola pikir “mereka” menjadi “kita”. Karakter “kita” akan membantu masyarakat memiliki perasaan saling memiliki, serta menjaga seluruh aset yang ada. “Ini masjid kita, ini gereja kita, ini vihara kita, ini pura kita,” tuturnya. Dengan demikian, perbuatan kurang terpuji yang mencuat antarumat beragama dapat diminimalisir.
Konsolidasi strategi pengelolaan birokrasi serta pemantapan jiwa Kebhinnekaan masyarakat NTT mengantar suami Emiliana Sunarni menjadi penerima penghargaan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Pria kelahiran Ruteng ini terbang ke Jakarta untuk menerima penghargaan sebagai Best Executive Awards 1997-1998 dari ASEAN Programme Consultant Indonesian Consortium di Hotel Mulia. “Sebagai orang kampung, saya sangat senang bisa menerima apresiasi ini,” ucap pria yang pernah mengenyam pendidikan singkat di Lemhanas.
Terobosan Pengetahuan
Stef banyak melakukan terobosan strategis. Ia mampu mengumpulkan para tokoh Katolik senior untuk menjadi tim khusus pembantu tugas Dirjen Bimas Katolik. Tim khusus ini menghimpun pertemuan dengan para Uskup, imam, pejabat Pemda, DPRD, tokoh wanita, tokoh pendidikan, dan pemuda untuk berdialog.
Hasil dialog ini menelurkan aksi untuk mensinergikan kerja antara umat Katolik dan Gereja lokal. Tokoh Pendidikan dan Politisi J. Riberu menyebutkan, bahwa Stef telah menggarap ladang Tuhan. Ia mengusahakan lahan Tuhan di Ledalero, Hokeng, Pontianak, Timika, Palembang, dan Medan. Penggarapan ini dilaksanakan melalui terbentuknya perguruan tinggi Katolik. Stef dan Gereja lokal bekerjasama memberikan izin penyelenggaran Sekolah Tinggi Pastoral (STP) di berbagai keuskupan.
Pada tahun 2008, Ditjen Bimas Katolik telah mendirikan 27 Sekolah Tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tinggi di bidang pastoral. Stef sangat bersyukur diberi kesempatan untuk mendirikan Sekolah Tinggi. Ia mengibaratkan semua ini bak menggali mata air.
Stef Agus
TTL : Ruteng, 21 Desember 1948
Isteri : Emiliana Sunarni
Pendidikan
– Akademi Pendidikan Kateketik (APK) Ruteng
Karier
– Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Agama Provinsi NTT
– Dosen Pendidikan Kateketik APK Ruteng
– Dirjen Bimbingan Masyarakat Katolik Departemen Agama RI
– Administrator merangkap Sekretaris Umum Yayasan PPM Manajemen
Penghargaan
– Penghargaan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)
– Best Executive Awards 1997-1998 dari ASEAN
– Programme Consultant Indonesian Consortium
Felicia Permata Hanggu