HIDUPKATOLIK.com – Candra Wijaya memiliki mimpi mendirikan sebuah pusat pelatihan bulutangkis. Tuhan telah memberi banyak lewat bulutangkis, untuk itu, ia ingin membagikannya.
Pagi masih menyisakan sejuk, namun beberapa anak yang berlatih di Candra Wijaya International Badminton Centre (CWIBC) di Jalan Jelupang Raya, Serpong Utara, Tangerang Selatan Banten telah basah oleh keringat yang bercucuran. Teriakan dan suara hentakan kaki mereka menggema ke setiap sudut hall badminton itu. Tangan mereka tak henti mengayunkan raket, berusaha memukul shuttlecock yang silih berganti datang.
Di salah satu sudut lapangan itu, berdiri Rafael Candra Wijaya yang sesekali meneriakkan semangat untuk anak-anak didiknya. Tatap matanya yang tajam, terus terarah ke gerak-gerik mereka. Satu per satu, Candra memberi masukan-masukan untuk tunas-tunas muda bulutangkis itu.
Puluhan tahun malang melintang di dunia bulutangkis dunia, juara Olimpiade 2000 di Sidney, Australia kini menjalani sebuah panggilan baru. Bagi Candra, bulutangkis adalah hidupnya. Terjun melatih bakat-bakat muda di olah raga tepok bulu ini, kini menjadi kesehariannya. Ia sadar, Tuhan telah memberi banyak lewat olah raga ini, untuk itu, ia ingin membagikannya.
Jatuh Bangun
Tak hanya suara hentakan kaki anak-anak yang mewarnai keseharian di CWIBC Tangerang Selatan, di sekitar parkiran gedung itu, Candra memelihara beberapa burung. Kicauan burung-burung itu, setiap hari saut menyaut dengan teriakan anak-anak yang keras berlatih. Candra mengakui, burung-burung itu dapat menjadi hiburan di sela-sela waktu luang.
CWIBC sebenarnya adalah perwujudan mimpi Candra. Lama berkelana di dunia bulutangkis, ia mensyukuri perjalanan kariernya sebagai sebuah anugerah dari Tuhan. Sudah sejak lama,ia sadar, bahwa disinilah panggilannya. Ketika akhirnya ia berhenti sebagai atlet bulutangkis, maka dunia pelatih menjadi kelanjutan dari jelan hidupnya. “Ini
panggilan saya. Ini adalah amanah dan sekaligus ibadah. Selama ini saya diberi talenta, diberi kemampuan di bidang ini (bulutangkis), sekarang saya ingin membagikannya kepada anak-anak yang ingin menjadi atlet bulutangkis,” kata peraih gelar juara Ganda Putra Kejuaraan Dunia Bulutangkis 1997 ini.
Dikenal sebagai atlet bulutangkis dunia, bukan berarti semuanya berjalan mudah. Ibarat badai, Candra telah melalui beragam badai besar. Ketika mendirikan Gedung CWIBC Tangerang Selatan, lebih dari sekali ia ditipu. Kerugian materi tentu dialami ketika badai ini datang. Namun yang membuatnya sedih, hal ini justru dilakukan oleh orang-orang yang dulu dekat dengannya. “Tidak hanya dari sisi budgeting yang rugi banyak, namun saya pun belajar banyak dari kejadian-kejadian ini.”
Meski begitu, Candra telah memulai CWIBC sejak 23 Januari 2010. Awalnya, ia mendirikan pusat pelatihan bulutangkis ini di Kosambi, Jakarta Barat. Candra tidak sendiri, ia merintis pusat pelatihan bulutangkis ini bersama sang istri Maria Caroline Indriani yang juga mantan atlet bulutangkis nasional. “Saat ini, istri saya yang menangani di Kosambi,” kata Candra.
Setelah jatuh bangun, Gedung CWIBC di Tangerang Selatan itu akhirnya diresmikan pada 16 September 2017. Candra bersyukur, sebab meski ada banyak rintangan, namun banyak juga yang mendukung. Candra menyebutkan pihak-pihak yang dulu mendukungnya semasa menjadi atlet, kini juga masih tetap memberikan dukungan. “Ada cukup banyak sponsor yang membantu termasuk ada juga dari Pemerintah lewat Kementrian Pemuda dan Olah Raga,” ungkap ayah dari Gabriel Christopher Wintan Wijaya dan Christina Joshephine Wintania Wijaya ini.
Saat ini, Candra lebih banyak menghabiskan waktunya bersama anak-anak didiknya di CWIBC Tangerang Selatan. Tak jarang, ia bahkan menginap di Gedung CWIBC Tangerang Selatan yang memang dilengkapi dengan asrama untuk anak-anak yang berlatih di sana. “Ada nilai-nilai kehidupan itu sendiri yang akhirnya dapat kita ambil maknanya.”
Pengorbanan Total
Candra memutuskan mengakhiri karier sebagai pemain pada tahun 2006. Sejak itu, ia telah membayangkan ingin menjadi seorang pelatih. Ia mengakui, latihan keras menjadi kunci untuk dapat berprestasi. Candra mengenang, sebenarnya ia sendiri tidak menganggap dirinya memiliki bakat istimewa dalam bulutangkis. Ketika remaja, ia terinspirasi kakaknya, Hendra Wijaya, yang terlebih dahulu berhasil meraih prestasi. “Kuncinya berlatih dengan sungguh-sungguh, berlatih keras, saya sendiri sebenarnya tidak merasa memiliki bakat yang istimewa.”
Ketika memutuskan memulai pusat pelatihan ini, Candra pun sadar, bahwa ini tidak mudah. Dibandingkan melatih di Pelatnas misalnya, Candra sadar, bahwa dia harus melatih hampir semua aspek dalam bulutangkis. Ketika mendapati anak yang rajin dan akhirnya berprestasi, hal itu menjadi kebanggaan bagi dirinya. “Ketika dulu saya berpestasi dan sekarang dapat mencetak pemain yang berprestasi, hal itu menjadi kebanggaan bagi saya.”
Faktor lain yang menurut Candra penting adalah dukungan dari keluarga. Ia meyakini, untuk mencetak seorang atlet berprestasi, tak cukup hanya mengandalkan kemampuan pribadi. Sebuah keluarga yang kondusif akan semakin menumbuhkan potensi yang ada dalam diri setiap anak. “Itu diraih dari keluarga yang kondusif, dari keluarga yang harmonis.”
Candra sadar, ia harus total, ketika memulai pekerjaan ini ia harus fokus memikirkan cara untuk mampu mewujudkan tempat pelatihan yang bisa mencetak atlet berprestasi. Dalam pengalaman jatuh bangun yang dilaluinya, ia menganggap bahwa di sana Tuhan juga setia menyertai. Baginya, Tuhan akan meminta pengorbanan total, jalan Tuhan bukan jalan yang setengah-setengah. “Artinya memang tidak ada yang tersisa buat Tuhan, ngga ada yang disisain, harus totalitas.”
Ketika melatih, Candra selalu menanamkan agar setiap anak memiliki semangat dan idealisme yang tak pernah padam. Kedua hal ini akan menuntun mereka menuju sebuah kemajuan yang positif untuk prestasi demi bangsa.
Candra merefleksikan perjalanan hidupnya ini sebagai sebuah pengorbanan. Ia ingin berkorban demi sebuah mimpi yang diyakininya. Mendirikan sebuah pusat pelatihan bukan semata untuk melambungkan namanya. Candra mengakui, ini semata-mata karena rasa syukurnya kepada Tuhan. “Di sini Tuhan hadir, ini yang menjadi motivasi saya yang paling utama. Di dunia bulutangkis saya bisa melayani dengan baik. Poinnya hidup mati saya di bulutangkis.”
Patung sosok Candra yang berdiri di depan Gedung CWIBC Tangerang Selatan seakan menggambarkan semangat yang tak pernah padam. Kutipan kata-kata “suci” yang terukir di patung itu juga menjadi spirit bagi setiap orang yang melihatnya.
Antonius E. Sugiyanto