web page hit counter
Minggu, 17 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Calon Pasangan Masokis

3/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Saya mahasiswi berusia 23 tahun. Hubungan saya dengan pacar sudah lebih dari enam tahun. Ia terbuka dengan saya termasuk mengenai orientasi seksualnya. Ia termasuk masokis. Tahun depan, ia berencana melamar saya. Sebelum kami menikah, saya ingin memastikan apakah saya harus meninggalkannya karena gangguan seksualnya itu atau tetap melanjutkan ke pernikahan? Ia mengatakan, berusaha untuk menghilangkan gangguan itu. Jujur ada keraguan dalam diri saya. Seandainya gangguan itu masih ada, sementara kami sudah menikah bagaimana?

Alexandria Yolanda, Manado

Masokis dalam Diagnostic and Statistical Manual dari American Psychiatric Association edisi kelima DSM 5 termasuk gangguan seksual. DSM 5 menerangkan, masokisme adalah kondisi seseorang yang mengalami gairah seks saat mendapatkan nyeri, kesengsaraan, diperlakukan seperti budak, atau disiksa secara ekstrim.

Seseorang didiagnosis masokis bila memiliki kriteria sebagai berikut. Pertama, orang tersebut mempunyai fantasi, dorongan, atau perilaku seks sambil mengalami nyeri yang sangat ekstrim, disiksa, atau dipermalukan. Kedua, kondisi tersebut minimal terjadi selama enam bulan. Ketiga, dalam kehidupan sehari-hari orang itu mengalami disstress dalam berhubungan sosial, bekerja, dan mengalami gangguan fungsi sosial. Keempat, kondisi khusus terjadi bila orang tersebut juga menghalangi pernafasannya sendiri, untuk mendapat kenikmatan seks.

Rasa sakit itu bisa ditimbulkan sendiri oleh orang tersebut. Ada kasus-kasus tertentu yang melukai diri sendiri sangat parah, bahkan sampai dengan kematian. Rata-rata gangguan masokisme mulai disadari pada usia 19,3 tahun, tetapi ada juga pasien memiliki dorongan seksual seperti itu sejak berusia 12 tahun.

Seorang masokis harus mendapat treatment dari ahlinya. Psikiater dapat memberikan obat untuk mengurangi gejala seperti dorongan seksual atau kecemasan. Tetapi obat-obat itu tak bisa memecahkan masalah gangguan masokismenya.

Treatment psikologis bisa dilakukan dengan membuat catatan harian kapan dorongan seksual itu muncul. Terapis memfokuskan diri pada pendidikan seksual dan kemampuan sosial. Cara lain adalah dengan insight-focused, terapi yang membantu pasien menguji kebutuhan pribadinya baik mencakup maupun tidak mencakup seksualitasnya.

Perlu pemeriksaan psikologis, apakah pasangan Anda benar-benar masokis atau tidak. Bisa dicek dari kehidupan sehari-hari apakah dia nampak menikmati hal-hal yang menyakitkan. Tidak semua orang yang menerima penderitaan bisa digolongkan sebagai masokis. Seseorang yang menerima penderitaan karena ketabahan atau kecintaan yang mendalam, tidak dapat digolongkan sebagai masokis. Contoh: seorang ibu yang ikhlas mengorbankan kehidupannya untuk kebahagiaan anaknya yang berkebutuhan khusus.

Supaya mendapat hasil yang tepat, teman Anda perlu dites kondisi psikologisnya. Kalau dia tidak mau ke konselor (psikolog atau psikiater), perlu diketahui alasannya. Kalau dia hanya mau bercerita kepada Anda, maka Anda bisa meragukan kebenaran kondisi masokisnya. Atau dia sudah mulai melakukan sadho-masokisme. Dia mulai “bermain-main” dengan Anda untuk menyakiti Anda dan berharap Anda ganti menyakitinya.

Biasanya orang yang masokis sekaligus sadis (Bondage Discipline Sadism and Masochism atau BDSM). Meskipun kebanyakan pasien masokis lebih memilih menjadi “korban” tetapi banyak kasus yang menunjukkan, orang tersebut berubah peran menjadi pelaku sadis.

Seorang masokis perlu mendapat terapi intensif untuk menyembuhkannya, walaupun hal tersebut tak mudah. Apakah Anda mau meneruskan ke jenjang perkawinan atau tidak, tergantung Anda sendiri. Anda dan pasangan sebaiknya memeriksakan diri kepada konselor untuk memahami kondisi masing-masing.

Jangan mengharapkan pasangan Anda akan ada perubahan ke arah lebih baik. Pernikahan yang diawali dengan harapan pasangannya akan menjadi lebih baik setelah menikah akan banyak mengalami kekecewaan. Pernikahan harus dimulai dari menerima kenyataan pasangan apapun kondisinya. Siapkah Anda menerima pasangan Anda?

Margaretha Sih Setija Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles