HIDUPKATOLIK.com – Mengungkap kisah dan makna dibalik sehelai linen.
Panas terik yang menyengat tiba-tiba berganti menjadi mendung dan hujan. Suasana ini nampak di Paroki Alam Sutra Gereja St Laurentius , Keuskupan Agung Jakarta. Hari itu di Paroki Alam Sutera sedang mengadakan seminar dan pameran “Kain Kafan Yesus”. Namun, hujan ternyata tak mengurangi rasa penasaran para peserta yang mengikuti acara itu. Soft Opening Pameran “Kain Kafan Yesus” dilakukan pada 4/3, dan diteruskan dibuka dari hari Senin-Minggu, 5-11/3.
Selama seminggu ini, umat dapat menyaksikan replika Kain Kafan Turin (Kain Kafan), atau Sindone di Torino, adalah selembar kain linen dengan gambar seorang pria. Kain itu sendiri diyakini oleh sebagian orang sebagai kain kafan yang membungkus pria itu setelah penyaliban.
Kain Kafan yang asli disimpan di Katedral St Yohanes Pembaptis Turin, Italia sejak 1578 hingga kini. Sebelumnya, Kain Kafan disimpan di sebuah gereja di Chambery, Perancis. Dalam buku Sindon Kain Kafan Yesus yang ditulis Pastor Gabriel Luigi Antonelli CP diungkapkan, pemindahan ini untuk memperpendek perjalanan Uskup Milan St Carolus Borromeus yang ingin berjalan kaki ke Chambery untuk melihat Kain Kafan. St Carolus melakukan ini sebagai pemenuhan janjinya karena Kota Milan terbebas dari wabah pes.
Sejarah Kain Kafan
Perdebatan tentang Kain Kafan hingga kini masih terus menjadi perbincangan yang hangat di tengah umat Katolik. Selama lebih dari seratus tahun negatif foto kain yang diambil oleh fotografer Secondo Pia, yang mengungkapkan citra tubuh dengan luka siksaan yang disinyalir milik Yesus, diteliti oleh ribuan ilmuwan. Para ahli terus mengukur usia dan komposisi gambar pada kain tersebut serta menganalisis noda darah serta bercak pada kain.
Sebagian besar hasil analisis mengungkap, citra dari kain kafan tersebut adalah nyata gambar manusia yang dicambuk dan disalib. Memang masih ada celah-celah yang belum diketahui dengan pasti, hal ini disebabkan oleh kesulitan mendapatkan dokumen yang masih ada dan tersebar di pelbagai tempat.
Kain kafan memiliki panjang 4,36 meter dan lebar 1,10 meter. Dari bercak yang tertinggal di Kain Kafan merekonstruksi peristiwa yang terjadi di dalamnya, yaitu peristiwa wafat di atas salib. Seorang manusia yang sebelum dihukum mati, didera, dimahkotai duri, serta tangan dan kaki dipaku pada salib. Bercak itu juga menunjukkan bekas luka tombak pada bagian lambung kanan. Setelah wafat, orang yang dihukum itu kemudian dibungkus telanjang dengan kain kafan linen sebelum dimakamkan, tanpa dimandikan terlebih dahulu dan diurapi dengan rempah-rempah.
Gambar pada kain kafan tersebut sangat halus, membuktikan bahwa jenazah itu tidak mengalami pembusukan, karena akan merusak keutuhan kain linen itu. Penyelidikan darah yang masih bisa dilihat di atasnya, membuktikan bahwa jenazah itu tidak dicuri, dan darah itu adalah darah hidup yang sudah membeku, yang mengalami fibrinolisis dalam jangka waktu tertentu.
Pada tahun 1532, Kain Kafan sempat terbakar. Kejadian tersebut menghanguskan sebagian lipatan Kain Kafan. Sejak tahun 1694, Kain Kafan diletakkan dalam Kapel Kafan Suci yang dibangun sebagai tambahan struktur Katedral Turin, Italia Utara, dan disimpan hingga sekarang.
Jejak ilmiah
Para ilmuwan dari berbagai cabang ilmu maupun keyakinan agama mendasari keyakinan mereka dari bukti ilmiah dan hasil penelitian. Mereka menyelidiki kain kafan dan mencoba menyingkap misterinya. Hal ini terdorong karena mereka ingin mengetahui fenomena yang mengakibatkan terjadinya gambar pada kain kafan Turin.
Ada beberapa jejak ilmiah yang mengungkapkan bahwa kain kafan tersebut merupakan kain kafan yang membalut seseorang. Pertama, darah. Noda-noda darah yang terserap dan tersisa pada kain kafan membentuk salah satu gambar, sehingga dapat disimpulkan, bahwa banyaknya darah bercerita banyak tentang manusia yang dibungkus. Darah tersebut membeku di atas kulit seorang yang terluka dan mencair kembali karena bersentuhan dengan kain lembab karena rempah-rempah. Darah tersebut adalah darah manusia laki-laki dari golongan AB positif, yang setelah diselidiki melalui proses DNA ternyata adalah darah yang sangat kuno. Darah ini sangat merah kendati sudah sangat tua, disebabkan karena orang mati dalam penyiksaan yang hebat.
Kedua, sari bunga. Max Frei-Sulzer, seorang ahli Botanical dari Swiss, pada 23 November 1973, mendapat izin untuk mengangkat elemen-elemen kecil yang banyak menempel pada kain kafan; debu, sari bunga, dan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan banyaknya jenis sari bunga, serta aloe, mur, dan aragonit (sejenis kalsium yang banyak terdapat di gua-gua sekitar Yerusalem). Belasan jenis sari bunga itu berasal dari sekitar Yerusalem, Palestina, Edessa, dan Konstantinopel. Ada juga bekas bunga dari daerah Perancis, dan Italia, hal ini dikarenakan Kain Kafan pernah berada di sana.
Ketiga, mata uang Pilatus. Terdapat bekas gambar keping mata uang di atas kedua kelopak mata manusia yang terbungkus kain kafan. Gambar ini menunjukkan mata uang tersebut dibuat oleh Pontius Pilatus pada tahun 29 dan ditarik peredarannya tahun 36, sewaktu dia dipanggil kembali ke Roma oleh Kaisar Vitellius. Di salah satu mata uang itu terbaca “tahun XVI pemerintahan Tiberius”, yaitu sama dengan tahun 29 Masehi.
Adat kebiasaan waktu itu, orang yang meninggal matanya ditindih atau ditutup dengan sesuatu, tergantung dari kemampuan finansial keluarganya. Mereka yang memakamkan manusia dalam kain kafan itu menggunakan mata uang yang beredar di daerah Palestina pada waktu itu.
Pada 2015 lalu, Paus Fransiskus berkunjung ke Turin. Paus berdoa selama beberapa menit di depan kain yang disimpan di katedral di Torino. Sesaat kemudian, Paus Fransiskus memegang pigura dan bingkai gelas yang menjadi pelindung Kain Kafan. Paus Fransiskus mengatakan, ini semestinya membuat orang-orang tidak hanya berpikir tentang Yesus tapi semua yang menderita dan mengalami perlakuan tidak adil.
Sarana Pewartaan
Kini kain kafan menjadi salah satu sarana pewartaan. Dengan kain kafan kita diajak melakukan peziarahan rohani melalui pameran replika, foto, dan seminar. Umat Katolik diajak untuk betul-betul menghayati kisah sengsara Yesus yang menderita, wafat, dan bangkit kembali untuk umat manusia.
Di Indonesia, pameran “Kain Kafan Yesus” diinisiasi oleh Komunitas Pasionis Indonesia. Bukan hanya imam, namun juga melibatkan awam. Koordinator Pasionis Awam Aurelia Yoanitha Deviara Pradnya mengungkapkan, tiap kali pameran, antusias umat begitu tinggi. Yang datang beragam, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa,” tuturnya. Bahkan ia mengaku tidak hanya umat Katolik yang berkunjung, melainkan saudara beragama lain pun didapati datang melihat pameran. Menurutnya kegiatan pameran “Kain Kafan Yesus” sangat membantu katekese umat. Ia berharap, agar dengan pameran ini iman umat semakin kokoh.
Marchella A. Vieba
Laporan: Willy Matrona
https://kitabhenokh.wordpress.com/2017/04/13/kain-kafan-turin-saksi-mata-kebangkitan-yesus-kristus/