HIDUPKATOLIK.com – Kekudusan ditemukan di tetangga kita, sejenis kekudusan kelas menengah.
Gaudete et exultate (Mat 5:1)! Inilah yang dikatakan Yesus dalam Khotbah di Bukit. Ini pula menjadi judul pedoman pastoral Paus Fransikus menuju kesucian dalam dunia dewasa ini. Tepatnya pada pesta Santo Joseph pada 19 Maret, Paus Fransiskus menandatangani Seruan Pastoralnya yang ketiga sesudah Evangelii Gaudium dan Amoris Laetitia. Pedoman Pastoral ini diluncurkan secara resmi di Vatikan tanggal 9 April 2018, tepat pada Pesta Kabar Suka Cita yang diundurkan perayaannya.
Dokumen Pastoral setebal 98 tergolong tipis, enak dibaca karena ditulis secara sederhana untuk menyapa umat Katolik secara keseluruhan sekaligus memberikan petunjuk-petunjuk praktis bagaimana seorang pengikut Kristus dipanggil dan menjadi orang kudus di abad ke 21. “Tujuan saya tidak muluk-muluk, yakni mengajukan lagi panggilan kepada kesucian atas suatu cara yang praktis untuk masa kita sendiri, dengan segala risiko, tantangan dan peluang-peluangnya. Karena Tuhan telah memanggil kita masing-masing untuk menjadi kudus dan tak bercela di hadapan Allah dalam cinta (Ef 1:4),” demikian tulis Paus.
Mgr Angelo de Donatis, Vikaris Jendral Keuskupan Agung Roma memimpin konferensi pers yang disertai pemutaran video pendek bertajuk “Don’t be Afraid of being Holy” berdurasi 2,36 menit. Menurut Mgr Donatis, Gaudete et Exultate layaknya kartu penduduk (KTP) pengikut Kristus.
Dokumen ini terdiri dari lima bagian. Pertama, panggilan kepada kesucian, ditekankan bahwa kesucian panggilan menjadi diri sendiri. Kesibukan harian pun bisa mengarahkan seorang kepada kesucian. Kedua, dua musuh dalam selimut dari kesucian. Ketiga, dalam terang Sang Guru. Keempat, tanda-tanda kesucian dewasa ini. Kelima, pertempuran rohani, kewaspadaan dan kemampuan memilah-milah.
Berefleksi tentang kesucian, Paus secara khusus berbicara tentang orang-orang kudus di dekat kita, tetangga kita. Menurut Paus, kita tak perlu melulu berpikir tentang mereka yang telah dibeatifikasi atau dikanonisasi.
Paus menulis, “Saya suka merenungkan kekudusan yang hadir dalam kesabaran umat Allah, dalam ketekunan sehari-hari, saya justru melihat di situlah kekudusan Gereja yang militan. Kekudusan ditemukan di tetangga kita, sejenis kekudusan kelas menengah.”
Menjadi kudus tidak harus menjadi uskup, pastor, atau suster. Kesucian itu tumbuh dari hal-hal kecil dan sederhana. Bahkan Paus memberikan contoh sederhana, misalnya seorang ibu berbelanja dan kebetulan bertemu tetangganya di pasar dan mulai bergossip. Namun sang ibu tiba-tiba sadar, “Ehhh saya tidak boleh berbicara buruk tentang siapapun.” Inilah tahap awal menuju kekudusan.
Dokumen ini diluncurkan serentak dalam sembilan bahasa, yaitu Arab, Jerman, Perancis, Latin, Inggris, Spanyol, Portugal, Polandia, dan Inggris.
John Mitakda MSC (Roma)