HIDUPKATOLIK.com – Salah satu dokumen atau ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus adalah Amoris Laetitia (Sukacita Kasih). Selain Amoris Laetitia ada 3 ensiklik lainnya yakni the light of faith, evangelii gaudium, praise be to you (Laudato Si’).
Umat Wilayah 1-2-3-4 Paroki St Yoseph Palembang pada Minggu, 15/4, mendalami isi buku Amoris Laetitia yang didampingi pembicara Hendro Setiawan, Doktor filsafat alumnus STF Driyarkara Jakarta dan anggota Dewan Pakar ISKA Cabang Palembang.
Acara yang dikemas berupa Rekoleksi itu mengulas tentang buku Sukacita Kasih (Amoris Laetitia) yang terdiri dari 9 bab yakni Dalam Terang Sabda; Pengalaman dan Tantangan Leluarga; melihat Yesus: panggilan berkeluarga; kasih dalam perkawinan; kasih menghasilkan buah; Beberapa Perspektif Pastoral; Menuju Pendidikan Yang Lebih Baik Bagi Anak-anak; Mendampingi, Memikirkan, dan Menyatukan Kelemahan; serta Spiritualitas Perkawinan dan Keluarga.
Paus menulis bahwa pengalaman dan tantangan keluarga mencakup perubahan yang cepat, makin kompleks, dan individualis, akibatnya komunikasi keluarga menurun. Materialisme dan narsisme budaya modern, menghalangi kasih dan pemberian diri.
Iman menurun, pengajaran Gereja dianggap tidak relevan. Orang tua tidak mampu menghadirkan Tuhan dalam keluarga. Tekanan ekonomi yang melumpuhkan. “Tingginya migrasi, pengalaman traumatik bagi anak. Ateisme dan ideologi-ideologi baru yang menolak landasan teologi keluarga”, ungkap Hendro.
Ia mengutarakan bahwa cepat atau lambat, tantangan di atas akan berdampak bagi keluarga, misalnya ikatan dalam keluarga menurun, kecenderungan isolasi, mengejar kepemilikan dan kenikmatan, intoleransi dan kekerasan, curiga dan, takut berkomitmen.
Lebih lanjut, Hendro menyampaikan dampak lainya bagi keluarga misalnya kecenderungan tidak menikah atau hidup bersama, pornografi, tidak dewasa karena narsisme, tidak tahan menghadapi masalah dan penderitaan, cerai. “Juga,takut punya anak, kontrasepsi, sterilisasi, aborsi,” imbuh Hendro.
Selain itu, pada zaman ini keluarga-keluarga mengalami akibat lain seperti meningkatnya human traficking, prostitusi, ibu yg tidak punya waktu bagi anak, menurunnya perhatian pada orang tua, orang cacat, euthanasia meningkat.
Belum lagi, “meningkatnya narkoba, alkoholisme, perjudian, kemarahan, kebencian hidup, kekerasan dalam rumah tangga, ancaman terhadap kedewasaan, pengembangan nilai-nilai dan moral, meningkatnya kekerasan seksual, perbudakan terselubung serta absennya figur ayah berdampak dalam perkembangan jiwa anak,” beber Hendro dihadapan 100 umat yang hadir.
Melunturnya Makna Kasih
Dalam kehidupan sehari-hari kata kasih sering dipakai dan disalahgunakan. Kasih itu sabar, melayani orang lain, dan tidak iri hati. Kasih itu tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan. Kasih itu murah hati dan tidak melukai atau membenci. Kasih itu bergembira dengan orang lain dan menanggung segala sesuatu serta bertahan dalam segala sesuatu.
Sabar berarti lambat marah. Kasih berarti melayani orang lain. Kebaikan harus aktif, muncul dalam tindakan aktif. Kasih tidak sekadar perasaan, tetapi menikmati dalam memberi dan melayani.
Kasih berarti tidak iri hati. Sebab iri hati berarti ego. Kasih berarti tidak sombong. Sebab sombong berarti banyak bicara tentang diri sendiri, merasa penting, egois. Kasih tidak pernah menyerah atau putus asa akan masa depan. Pada level ini orang akan bersinarkan kebenaran dan keindahan.
Buah kasih antara lain menerima kehidupan baru, mengalami kasih dari ayah dan ibu, menjadi saluran kasih Allah bagi yang tidak memiliki anugerah keluarga.
Keluarga juga terpanggil untuk mengekspresikan kasih Allah dalam masyarakat, bagi orang-orang terbuang dan yang mengalami ketidak-adilan. Untuk itu, keluarga harus mampu berbaur dalam masyarakat dan tidak bersikap eksklusif.
Ignas Iwan Waning (Palembang)