HIDUPKATOLIK.com – Selama Perang Sipil di Spanyol, ia mengembangkan latihan rohani Claretian. Ia mengajak umat untuk tidak takut pada kematian karena Tuhan selalu melindungi umatnya.
Di abad XVII, Spanyol adalah negara adidaya dunia. Tetapi memasuki abad XX, negara di Semenanjung Iberia ini mengalami perubahan total. Sektor industrinya tertinggal jauh dibandingkan negara-negara di Eropa lain. Sektor pemerintahan digerogoti oleh korupsi. Masyarakat dipisahkan oleh jurang kesenjangan sosial yang lebar, mayoritas kekayaan hanya terpusat di tangan para anggota kerajaan, Gereja Katolik, dan tuan tanah. Krisis ekonomi global melanda seantero Spanyol.
Tahun 1931, beberapa politikus penganut ideologi liberalisme sayap kiri memutuskan untuk menghidupkan reformasi politik. Mereka tidak puas dengan kondisi pemerintahan Kerajaan Spanyol. Upaya reformasi ini berjalan mulus karena masyarakat relatif menginginkan perubahan. Keberhasilan reformasi ini lalu mengubah sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi Republik.
Pasca pembubaran kerajaan Spanyol berujung perang sipil (1936-1939) yang menewaskan ribuan korban perang. LOsservatore merilis, lebih dari 6.800 pejabat dan pelayan gereja seperti Uskup, imam, suster, Bruder, Frater, para seminaris yang meninggal dalam perang ini. Salah satu korban “Red Terror” ini adalah Pastor Mateo Lorenzo Jose Mas CMF.
Jalan Rohani
Mateo lahir di Baga, Barcelona, 10 September 1883. Ia mengawali panggilannya di Seminari milik Keuskupan Solsona. Pada September 1898, dihadapan Pastor Kepala Paroki Curate, Barcelona, Pater Domingo Rafort, ia berjanji menjadi imam diosesan. Ia beralasan, de-ngan itu, ia dapat melayani keuskupan.
Sayangnya, sang ibu, Ma Dolores, menentang keinginan putra ketujuh dari sembilan bersaudara ini. Pertimbangan Dolores, biaya masuk seminari tidak sedikit, sementara ekonomi keluarga cukup memprihatinkan. Tetapi, sang Ayah, Mateo Casals, kemudian meminta bantuan adiknya Maria Mas, untuk menanggung biaya pendidikan Mateo selama di seminari.
Namun, sebagai anak dari keluarga miskin, Mateo telah menunjukkan kedewasaanya. Ia tidak iri, ketika melihat teman yang lain mendapat hadias setiap kali ada kunjungan keluarga. Suatu kali, Mateo menulis dalam catatan hariannya, betapa dia berjuang untuk menjadi anak yang sederhana dan bersyukur atas segala yang ia dapat. “Saya belajar dalam kemiskinan. Saya ingin seperti teman-teman yang mendapat hadiah saat kunjungan keluarga. Tetapi saya sadar keluargaku miskin. Satu-satunya yang tersisa adalah harta rohaniku.”
Pater Rafort terus menjadi bapak rohani baginya. Sampai suatu hari, Mateo mengungkapkan kegelisahannya soal jalan panggilannya. Dalam refleksinya, Mateo merasakan betapa dirinya disapa betul oleh . Keyakinannya ini menjadi kuat ketika ia melakukan perjalanan ke Calle Ripoll, Barcelona, 14 Juli 1902. Dari Ripoll, Mateo menggunakan kereta ke Vic, Osona, Barcelona.
Di atas kereta, Mateo tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu ia bertemu seorang pemuda tampan yang menggunakan pakaian persis seperti para imam Kongregasi Misionaris Putra Hati Kudus Bunda Perawan (Cordis Mariae Filii /CMF). Ketika terbangun, Mateo percaya itulah St Antonius, pendiri CMF. Sejak itu, Mateo yakin, ia terpanggil menjadi imam Claretian. Sebulan berselang, Mateo masuk sebagai novis Claretian dibawah bimbingan Pater Mariano Fernández CMF.
Salah satu program pembinaan Claretian adalah latihan rohani khususnya devosi kepada Sakramen Mahakudus, Hati Tak Bernoda Maria, dan Rosario suci. Bagi Mateo, jalan pengorbanan ini lalu membawanya pada keputusan untuk menjalani hidup dengan keras, khususnya soal makanan. Ia menerima profesi pertama Claretian pada 15 Agustus 1903 di hadapan Uskup Vic, Mgr José Torras y Bages (1846-1916).
Dari Vic, Mateo diutus melanjutkan studi filsafat di Cervera. Pastor Felipe de Jesús Munárriz, prefek seminari Cervera mengenal Mateo sebagai pribadi yang brilian. Ia memiliki wawasan rohani yang mendalam, khususnya soal Mariologi, Pneumatologi, dan Eklesiologi. Hal ini yang menjadi latar mengapa pada tahun 1909, Mateo ditugaskan melanjutkan studi teologi dogmatik dan moral di Alagon. Dalam masa studi ini, Mateo menerima tahbisan Diokon pada 24 September 1910 dan ditahbiskan imam di Zaragosan, 13 Juni 1911.
Melihat Kematian
Pastor Mateo lalu mendapat tugas perdana sebagai pastor rekan di Paroki Aranda de Duero. Kemudian tahun 1913, ia ditugaskan sebagai Kepala Paroki Alagon selama satu tahun kemudian dipindahkan ke Paroki Solsona sebagai Kepala Paroki tanggal 18 Agustus 1917. Di paroki terakhirnya ini, Pater Mateo mengembangkan Latihan Rohani Claretian.
Tujuan utama latihan rohani ini adalah untuk membangkitkan militansi iman kaum awam yang dilanda derita akibat perang sipil. Selama melayani, ia menyaksikan begitu banyak umat yang menderita tidak saja materi, tetapi juga mental. Dan banyak juga yang akhirnya memilih pasrah pada kehidupan tanpa berjuang mempertahankannya. Kondisi ini, bagi Pater Mateo, hanya bisa disembuhkan lewat jalan rohani.
Keistimewaan Pater Mateo membuat Uskup Solsona, Mgr Valentín Comellas y Santamaría (1861-1945) mengangkatnya sebagai Prefek Rumah Doa Solsona untuk membantu para korban perang sipil di Spanyol. Lewat novena, tridium, khotbah, meditasi, dan latihan rohani lainnya, banyak orang diselamatkan.
Dalam waktu singkat, Pastor Mateo dikenal sebagai pria yang saleh, rendah hati, dan dermawan. Banyak orang menganggapnya sebagai pengkhotbah saleh. Namun, bagi kaum reformis, mereka melihat berbeda Pastor Mateo. Mereka menganggapnya sebagai pengkhianat dan pro kerajaan. Tetapi Mateo tetap setia dengan latihan rohani. Dimana-mana, ia hadir dengan slogan kehidupannya, “jangan takut pada kematian”. Bagi reformis, ungkapan ini seperti api yang membakar kaum buruh, agar tidak taat pada aturan mereka.
Dengan alasan ini, kaum reformis, berniat menghabisi Pastor Mateo. Pada pagi hari, 19 Juli 1936, saat Pater Mateo mengunjungi Pater José Vilaseca, rekannya di Paroki Calle San Juan. Saat itu dirinya bertemu Roca, seorang anak muda dari Vilaseca. Roca memintanya agar segera mencari perlindungan karena tentara reformis sedang mencarinya. Pastor Mateo tahu, bahwa ajalnya telah tiba. Ia segera meminta agar Pastor José meneruskan latihan rohani ini.
Ketika kembali ke Solsona, dirinya meminta semua umat agar menyelamatkan diri, sementara ia tetap di pastoran. Tengah malam, sebuah mobil patroli datang menjemputnya. Tangannya diikat dan dan diantar ke kamp prajurit. Di Jalan Rubi, Barcelona, Pater Mateo dipaksa turun, bersama beberapa tahanan lain. Di sana ia ditembak sebanyak tiga kali tepat di dadanya. Pastor Mateo meninggal, pada 5 September 1936. Jazadnya lalu dimakamkan di Pemakaman San Quirico Terrasa.
Selama penggembalaan Paus Yohanes Paulus II, sekitar 500 martir yang sudah dibeatifikasi dalam periode 1987-2001. Sementara Paus Emeritus Beneriktus XVI pada 2007 silam membeatifikasi 498 martir Spanyol. Paus Fransiskus pada periode 2013-2017 juga telah membeatifikasi 522 martir termasuk Beato Mateo Lorenzo Jose Casals Mas CMF dan 106 martir Claretian Spanyol lainnya.
Ideologi reformis apapun selalu mendatangkan luka bagi semua orang. Mateo dan kawan-kawan telah menumpahkan darah bagi kesejahteraan masyarakat Spanyol zaman ini. Hal ini menjadi isi pesan Paus Fransiskus dalam Misa Beatifikasi di Basilika Keluarga Kudus Barcelona, 21 Oktober 2017 yang dipimpin oleh Kardinal Angelo Amato SDB, Prefek Konggregasi Penggelaran Kudus Vatikan.
Yusti H. Wuarmanuk