HIDUPKATOLIK.com – Dewasa ini, krisis ekologi merupakan salah satu masalah besar di bumi. Tidak sedikit manusia memiliki cara pandang dominasi manusia atas alam, karena alam hanya dilihat sebagai objek untuk dieksploitasi. Untuk itu, sebagai wujud keterlibatan Gereja Katolik akan keprihatinan terhadap lingkungan hidup yang semakin tidak terkendali, Paus Fransiskus menuliskan sebuah ensiklik (anjuran apostolik) yang berjudul Laudato Si’.
Dalam ensiklik tersebut, Paus menunjukkan kepeduliannya yang amat mendalam terhadap keutuhan alam sebagai karya agung Allah. Mengenai lingkungan hidup itu, Paus juga menegaskan bahwa tidak akan terjadi pembaruan dalam hubungan manusia dengan alam, seandainya manusia tidak memperbarui diri dari dalam.
“Apa yang teman-teman seminaris rasakan ketika ada sampah berserakkan di ruang-ruang publik Seminari? Seberapa pedulikah kita dalam merawat lingkungan hidup di tengah kesibukan duniawi? Sudahkah kita berani hidup demi kehidupan yang lain?”, ujar Pastor Giovani Dody Kurnianto dalam homili saat mempersembahkan misa alam, bertempat di halaman Gedung Olah Raga (GOR) Laudato Si, Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang, Minggu (18/3).
Bagi Seminaris tahun ketiga, Yohanes Maharso selaku penggagas kegiatan misa alam di Seminari Mertoyudan, kegitan ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi para seminaris supaya bersatu padu untuk giat melestarikan alam, dengan tidak merusak keanekaragaman hayati.
Melihat ada banyak hal yang belum beres di seminari terutama dalam hal kebersihan, diharapkan pendekatan ini, lanjut Maharso, dapat mengembangkan daya juang yang tinggi dalam upaya membangun kesadaran akan pentingnya melestarikan keutuhan alam. “Kebersihan sudah semestinya menjadi tanggung jawab bersama” ujarnya.
Sebelum berkat penutup, Pastor Giovani mengimbau kepada seluruh seminaris bahwa tidak ada artinya misa alam semacam ini jika tidak ada pembaruan dalam aksi nyata. Maka, dalam misa alam kali ini, juga diberkati alat-alat perkebunan, seperti halnya cangkul dan sekop.
Dalam kesempatan tersebut, masing-masing angkatan, dari tahun pertama hingga tahun keempat, diberikan ayam pedaging, pot tanaman, pupuk dan benih sayuran. Hal itu diupayakan supaya para seminaris berani mengolah kehidupan demi mengindahkan kehidupan dunia ini secara konkrit, dimulai dari hal sederhana.
Selepas misa alam, seluruh seminaris langsung menjalani aneka kegiatan sanitas, seperti bekerja bakti membersihkan ruang publik seminari dari lumut, belajar membuat pupuk kompos dari daun kering, dan menanam berbagai jenis sayuran di lahan perkebunan seminari.
Seluruh kegiatan sanitas tersebut dirancang oleh seminaris sendiri. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk merayakan tahun Sanitas sebagai salah satu pilar seminari di antara dua pilar lainnya, yakni Sanctitas dan Scientia. Kiranya ini menjadi bukti konkrit bahwa masih banyak anak muda khususnya seminaris, para calon imam, yang sungguh memiliki perhatian besar pada kelestarian alam.
“Senang sekali rasanya boleh belajar untuk semakin peduli dan peka terhadap alam, walaupun hanya hal kecil yang dapat aku sumbangkan.” ujar seminaris tahun kedua, Sisca Utama. Seminaris lainnya dari Paroki Ganjuran, Alexander Farrel mengungkapkan, “saya menjadi sadar betapa pentingnya melestarikan alam saat ini, untuk kehidupan di masa yang akan datang”.
Beda Holy Septianno (Seminari Menengah St Petrus Canisius, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah)