web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Kesehatan Mental

1/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Malang nian nasib penyandang gangguan jiwa. Mereka menjadi sasaran empuk diskriminasi dan kekerasan. Anggaran, tenaga, dan fasilitas kesehatan buat mereka minim. Padahal setiap penduduk punya potensi mengalami kondisi serupa. Kekerasan kepada penyandang gangguan jiwa masih marak terjadi. Saat ini sekitar 18.800 orang masih dipasung. Padahal, pemerintah melarang pasung sejak tahun 1977.

Bentuk diskriminasi dan kekerasan yang mereka terima, seperti:
• Stigma
• Tak diizinkan untuk menjalin kontak sosial
• Perawatan paksa dan penahanan sewenang-wenang
• Pengobatan paksa
• Isolasi
• Belenggu
• Pasung
• Kekerasan fisik dan seksual
• Kontrasepsi paksa.

Sebagian besar daerah di Indonesia masih mempercayai penyebab gangguan kesehatan jiwa karena:
• Kerasukan setan.
• Pendosa.
• Melakukan perbuatan amoral.
• Melanggar adat.
• Kurang iman.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sehingga alih-alih mendapat penanganan medis, mereka malah dibawa ke ahli spiritual. Stigma tersebut mendorong terjadinya tindakan diskriminatif terhadap mereka.

Banyaknya penderita gangguan jiwa belum tertangani secara medis. Sebab, tenaga kesehatan jiwa profesional di Indonesia masih minim. Jumlah tenaga kesehatan jiwa profesional di Indonesia masih belum mampu memenuhi kuota minimal yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saat ini, Indonesia dengan penduduk sekitar 250 juta jiwa baru memiliki sekitar:
• 451 psikolog klinis (0,15 per 100.000 penduduk),
• 773 psikiater (0,32 per 100.000 penduduk). 70% berada di Pulau Jawa, 40% diantaranya bekerja di Jakarta.
• Perawat jiwa 6.500 orang (2 per 100.000 penduduk).

Padahal WHO menetapkan standar jumlah tenaga psikolog dan psikiater dengan jumlah penduduk adalah 1:30 ribu orang, atau 0,03 per 100.000 penduduk.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Prevalensi gangguan mental emosional menurut umur:
• 15-24 – 5,6
• 25-34 – 5,1
• 35-44 – 5,7
• 45-54 – 6
• 55-64 – 6,9
• 65-74 – 9,7
• 75+ – 13,4

Rp 106,1 triliun anggaran kesehatan umum berdasarkan APBN 2016. Tetapi, hanya 1,5% untuk kesehatan jiwa.

Fasilitas kesehatan untuk penyandang gangguan jiwa pun cukup langka. Datanya sebagai berikut:
• Hanya ada 48 RS Jiwa di 26 provinsi. Lebih dari 50% berada di empat provinsi. Dari 48 RS Jiwa, hanya 22 yang menyediakan pelayanan psikiatri anak.
• 8 provinsi tidak punya RS Jiwa.
• 3 provinsi tidak punya psikiater.
• 7700 ranjang di RS Jiwa.
• Selain itu, dari 445 RS Umum, hanya 249 yang memiliki perawatan kesehatan jiwa.
• Ada 9000 puskemas. Tapi hanya 30% yang memiliki program layanan kesehatan jiwa.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Daerah dengan penyandang gangguan jiwa berat terbanyak terdapat di Aceh, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bali, Jawa Tengah, dan Bali Daerah dengan penyandang gangguan mental emosional terbanyak ada di Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur Prevalensi Gangguan Mental Emosional Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki 4,5; Perempuan 7,4.

Sumber: Laporan Human Right Watch 2016 “Hidup di Neraka:
Kekerasan terhadap Penyandang Disabilitas Psikososial di Indonesia”, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, “Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013”, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Bina Kesehatan Jiwa dan Ketergantungan Obat “Mental Health Atlas, Country Profile: Indonesia,” 2011, Diah Setia “Utami Indonesia Free from ‘Pasung’ (Physical Restraint).”

Penghimpun data: Yanuari Marwanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles