HIDUPKATOLIK.com – Tahun ini, dua puluh tahun gerakan reformasi. Gerakan yang akhirnya memaksa Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden. Dalam semua perbincangan, peran mahasiswa tampak mendominasi pemberitaan media. Padahal peran kaum perempuan (baca: ibu-ibu) tak kalah besarnya. Pelopornya adalah kaum perempuan yang tergabung dalam Suara Ibu Peduli (SIP).
Saat situasi krisis ekonomi dan moneter menghantam negeri ini tahun 1998, kaum perempuanlah pertama-tama menjerit. Meminjam lirik lagu Iwan Fals, “susu tak terbeli.” Dalam situasi pemerintahan yang sedang krisis multidimensi, suhu politik mendidih, kaum perempuan dengan keberanian yang luar biasa, melakukan aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia. Mereka mengangkat isu aktual “susu tak terbeli.”
Risikonya beberapa aktivis perempuan sempat ditangkap oleh aparat rezim yang berkuasa. Herannya, dampak sebaliknya yang terjadi. Gelombang dukungan terhadap gerakan kaum perempuan ini tambah menggelinding. Bersamaan dengan itu aksi-aksi damai mahasiwa kian membesar di sejumlah kampus di kota-kota besar di tanah air. Cerita akhirnya kita sudah ketahui.
Nah, gerakan kaum perempuan ini tak ayal lagi disebut-sebut sebagai gerakan kaum perempuan Indonesia keluar dari posisi subordinasi. Kaum perempuan tak bisa lagi dipandang dengan sebelah mata. Mereka ikut menentukan kebijakan politik di negeri ini. Kesadaran akan partisipasi kaum perempuan di panggung politik makin tinggi.
Perjuangan kaum perempuan itu mulai menuai hasil, yaitu diloloskannya kuota tiga puluh persen kaum perempuan di parlemen. Hal yang sama berlaku pada kepengurusan partai politik. Kendati kuota tersebut hingga saat ini belum pernah terpenuhi namun eksistensi kaum perempuan di ranah politik makin mendapat tempat yang terhormat.
Perempuan tidak lagi sekadar pelengkap dinamika politik. Gerakan kesadaran kesetaraan atau keseimbangan jender menjadi isu nasional. Belakangan, kalau kita perhatikan, dalam setiap pencalonan kepala daerah, keterwakilan suara/dukungan kaum perempuan menjadi faktor penentu. Makin banyak calon legislatif dan eksekutif ditampilkan dalam percaturan politik pada pemilihan umum di tingkat lokal dan nasional.
Dalam konteks atau perspektif inilah kita ingin melihat bagaimana kiprah, peranan, partisipasi, keterlibatan kaum perempuan Katolik? Selain gerakan Suara Ibu Peduli, gerakan ibu-ibu di Plaza de Mayo, Buenos Aires, Agentina tahun 1977, perjuangan Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Kartini, dan lain-lain, menginspirasi kaum perempuan (Katolik) di Indonesia. Situasi dan tantangan zaman sekarang sangat berbeda, dan kian kompleks!
Redaksi