HIDUPKATOLIK.com – Rasa melayani yang kuat dan solidaritas yang tinggi menjadi fondasi komunitas ini. Tuhan pun memberi keajaiban dalam pelayanan mereka.
Angka korban penyalahgunaan narkoba terus meningkat. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan, tahun 2017, jumlah pecandu narkoba hampir mencapai enam juta orang. Lembaga pemberantas narkoba ini juga menyebutkan, sekitar 80 persen masyarakat Indonesia sebenarnya mengetahui bahaya penyalahgunaan narkoba. Namun, meski demikian, tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia masih tinggi.
Pencegahan primer ingin membentengi setiap anggota masyarakat, sehingga tidak tergoda untuk memakai narkoba. Upaya pencegahan merupakan langkah prioritas, langkah ini juga menuntut kepedulian lebih banyak orang atau lembaga, yang peduli pada upaya penanggulangan dan pencegahan narkoba.
Kepedulian akan bahaya narkoba inilah yang menjadi salah satu tujuan Komunitas Santo Petrus. Lahir dari seriungan lulusan Sekolah Evangelisasi Pribadi (SEP) dan Kursus Kitab Suci (KKS), komunitas ini bertekad menjadi pewarta cinta Tuhan. Mereka ingin membangun benteng, melindungi generasi muda dari godaan narkoba.
Komunitas Santo Petrus berawal dari keprihatinan orang muda lulusan SEP dan KKS di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), atas banyaknya orang yang menjadi budak narkoba. Ketika itu, Agustus 2002, beberapa alumni SEP dan KKS membuat persekutuan doa untuk beberapa mantan pengguna narkoba. Awalnya disadari, firman atau pesan dari Kitab Suci dapat menjadi obat untuk bebas dari jeratan narkoba.
Awal Pelayanan
Fransiska Kartika mengungkapkan, awalnya untuk mendampingi mantan pengguna narkoba, dibentuk sebuah kursus Kitab Suci. Satu rangkaian kursus berjalan selama enam bulan, di mana setiap minggu diadakan dua kali pertemuan. Setiap kali pertemuan, diharapkan perbincangan dengan para mantan pengguna, bisa bersama-sama merenungkan Sabda Tuhan. “Harapannya sih, supaya orang yang pernah pakai, jangan pakai lagi. Orang yang sudah berhenti, jangan sampai pakai lagi,” ujar Humas Komunitas Santo Petrus yang akrab dipanggil Siska ini.
Seiring waktu, kini Komunitas Santo Petrus memfokuskan diri pada pencegahan penyalahgunaan narkoba. Petrus Sumardiyono menjelaskan, terbatasnya sumber daya, waktu, dan kemampuan, menjadi alasan mengubah bentuk pelayanan. “Para pecandu butuh pendampingan yang luar biasa. Kami pun mengubah porsi. Jadi, dari pendampingan, sekarang ke ‘pencegahan primer’,” kata Ketua Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba (PPN) Komunitas Santo Petrus ini.
“Tak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar, namun setiap dari kita dapat melakukan sesuatu yang kecil dengan cinta yang besar”. Kata-kata Bunda Theresa dari Kalkuta ini menjadi filosofi yang menjiwai pelayanan Komunitas Santo Petrus. Siska menyadari, usaha yang dilakukan memang masih sederhana. Namun, hal ini dilakukan
dengan cinta yang besar.
Siska menjelaskan, saat ini, Komunitas Santo Petrus menjadi salah satu Kelompok Kategorial di KAJ. Ada dua bidang karya yang dijalankan, yaitu Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba (PPN) dan Pelatihan Pewarta Kitab Suci (PPKS). “Kami tidak bisa melakukan hal yang besar, tapi kami berusaha melakukan apa yang kami bisa dengan kepedulian seturut teladan Bunda Theresa,” tambah Siska.
Bentuk Pelatihan
Bentuk pelatihan PPN berupa seminar, talkshow, dan character building training for teenage. Pelatihan pembangunan karakter untuk anak-anak remaja didasari perilaku remaja yang memiliki latar belakang tertentu sehingga dia memutuskan menggunakan narkoba. Siska menambahkan, Komunitas Santo Petrus juga mengadakan training for trainer untuk orang-orang yang tertarik menjadi bagian dari pelayanan ini.
Setiap pendampingan dalam Komunitas Santo Petrus bertujuan mencegah penyalahgunaan narkoba. Fokus program mengedukasi setiap orang supaya tidak tergoda mengkonsumsi narkoba. “Ibaratnya ini negara, ada satu titik berwarna hitam, ini orang yang sudah kena. Sisanya masih putih, nah kami fokus dengan yang putih ini supaya jangan sampai jadi hitam,” kata Siska menjelaskan.
Penyuluhan kepada orangtua pun dilakukan, agar orangtua peka terhadap keadaan anaknya. Kegiatan ini dilakukan dengan harapan orangtua bisa mengetahui tanda-tandanya. Menurut Siska, untuk orangtua mereka diajarkan untuk sadar dengan keadaan anaknya, walaupun terkadang anak pintar menyembunyikan.
Materi yang diberikan pun disusun berdasarkan penjelasan dan training dari para ahli di bidangnya. Mereka menggandeng BNN, dokter, hingga psikolog untuk mendapatkan informasi yang benar dan berkualitas. Materi disiapkan dengan baik agar penyuluhan dan seminar yang diberikan bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Materi-materi yang disediakan untuk pendampingan beragam sesuai kebutuhan untuk membentengi peserta pelatihan terhadap bahaya narkoba. Materi ini diantaranya; “Drug Outlook” dan “How to Say “No!”, materi ini bertujuan memberi pemahaman tentang narkoba secara lebih luas dan bahaya-bahayanya. Selain itu, pelatihan juga menawarkan tema-tema tentang komunikasi. Ini misalnya dibahas dalam tema; “Communication Skill”, “Active Listening”, “Self Esteem, Decision Making”, “A-K-U (Ambisi-Kenyataan-Usaha)”, dan “Effective Presentation”. Selain itu, ada tema lain tentang keluarga dan pengetahuan seputar seksualitas. “Kami berusaha mengikuti perkembangan. Berusaha fleksibel dengan
kebutuhan anak-anak itu seperti apa, saat ini,” tambah Siska.
Keluarga Kedua
Frans Yulianto memahami benar, berada di dalam Komunitas Santo Petrus seperti tinggal di dalam keluarga sendiri. Ia menyadari, berkat yang selama ini ia terima dari Tuhan, akhirnya mendorongnya juga untuk lebih banyak memberi bagi sesama mengenai bahaya yang dibawa narkoba. Meski sibuk bekerja di salah satu kawasan bisnis di Thamrin Jakarta Pusat, Siska bersedia pergi kema- napun Tuhan memanggil untuk melayani. Ia tidak pandang tempat pelayanan dan siapa yang diberikan pelayanan. Ia akan tetap bahagia melayani walaupun harus tidur di atas tikar sekalipun.
Dalam beberapa kesempatan, anggota komunitas bertemu bukan hanya untuk membahas materi, tapi juga menonton bersama atau pergi ke pameran. Siska menuturkan, keterikatan antar anggota bukan cuma karena kami teman komunitas, tapi sebagai sahabat yang lebih dalam lagi. “Akhirnya kita jadi lebih dari sekedar teman pelayanan. Solidaritas timnya itu yang membuat saya bisa jadi apa adanya.”
Theodorus Budiman pun setali tiga uang, ia merasa bekerja bersama sadara sekeluarga di sini. Semangat ini yang melecutnya untuk tetap melayani dalam komunitas ini. “Saya senang di Komunitas Santo Petrus karena memberikan pelajaran bagaimana pengenalan diri sendiri dan character building, sehingga membantu saya juga.”
Panggilan tidak terbatas hanya pada umat Katolik saja, tapi juga masyarakat umum. Siska mengatakan, permintaan kadang datang dari rumah singgah, warga RT/RW, kelompok arisan ibu-ibu, hingga perusahaan, mereka siap melayani dengan memberikan penyuluhan yang dibutuhkan.
Karena bekerja untuk Tuhan, maka Komunitas ini berkomitmen untuk melayani tanpa bayaran. Siska mengungkapkan, untuk membiayai pelayanan, mereka mencari dana sendiri dengan menjual merchandise dan pernak pernik. “Ketika pelayanan di gereja, kami buka booth buat jualan di depan. Kami jual dengan harga seikhlasnya. Kalau ditanya, nanti gak balik modal, nanti kurang. Ya kalo kurang, Tuhan yang mencukupkan.”
Siska bersama anggota komunitas berusaha mengandalkan Tuhan dalam segala hal, bahkan yang paling kecil sekalipun. Siska meyakini, panggilan sebagai pelayan dalam Komunitas Santo Petrus datang dengan cara yang ajaib. “Kami belum pernah menolak panggilan karena gak ada duit. Itulah ajaibnya. Kuncinya karena kami bekerja untuk Tuhan. Kami percaya itu,” ujar Siska.
Gabriel Dinda Andari