HIDUPKATOLIK.com – Cucu saya mengalami “kecelakaan” hamil di luar nikah. Ketika dia meminta Sakramen Pengakuan Dosa, imam mengatakan bahwa dia mendapatkan hukuman ekskomunikasi dan imam itu menolak untuk memberikan absolusi sekaligus mengatakan bahwa dia tidak boleh menerima komuni. Apakah memang hukuman atas hamil di luar nikah itu sedemikian berat dan tidak ada pengampunan dari Gereja? Apa yang harus dia lakukan?
Ratna Angela, 085954322xxx
Pertama, nampaknya peristiwa yang terjadi sungguh sulit dimengerti dan karena itu harus diperdalam lebih jelas supaya jangan timbul salah paham. Melakukan hubungan suami istri di luar nikah dan kemudian hamil di luar nikah tentu adalah dosa yang berat. Tetapi jika gadis yang bersangkutan itu mengakukan dosa dengan sungguh jujur dan tulus dan berniat memperbaiki diri, maka pastilah akan diberikan pengampunan atas dosa-dosanya. Penolakan imam untuk memberikan pengampunan dosa (absolusi) dan pemberian hukuman ekskomunikasi tidak mempunyai alasan yang kuat, dalam kasus seperti yang sudah diceritakan secara singkat tersebut. Larangan menerima komuni memang adalah konsekuensi dari dosa berat yang dilakukan, karena itu konsekuensi ini bisa diterima.
Kedua, mungkinkah peristiwa yang terjadi tidaklah sedemikian sederhana seperti yang Anda ketahui dari pengakuan cucu Anda? Artinya, ada sesuatu yang diceritakan cucu Anda kepada imam sehingga imam itu melihat alasan untuk menjatuhkan hukuman ekskomunikasi dan menolak memberikan absolusi. Ataukah mungkin cucu Anda salah mengerti tentang apa yang dikatakan imam tersebut? Ada ketidaksesuaian antara masalah dan hukuman yang dijatuhkan.
Ketiga, sebagai pemecahan, ajaklah cucu Anda untuk berbicara secara terbuka dan selengkap mungkin tentang permasalahan yang sedang dihadapi. Mungkinkah ada usaha untuk mengaborsi bayi atau menikah menurut agama lain? Galilah selengkap mungkin apa yang sudah dikatakan cucu Anda kepada imam itu. Jika tak ada masukan yang kiranya memadai untuk hukuman yang diberikan, maka sebaiknya cucu Anda ditemani untuk menanyakan permasalahan ini kepada imam yang bersangkutan, bila memungkinkan, atau kepada imam lain. Jelaskanlah apa yang menjadi keprihatinan Anda dalam kasus cucu Anda. Tanpa melanggar rahasia pengakuan, mungkin imam yang bersangkutan bisa memberikan penjelasan yang meringankan beban batin Anda.
***
Sebelum mengakukan dosa, saya sudah memeriksa batin dan menyiapkan dosa-dosa apa yang hendak saya katakan. Tetapi ketika berhadapan dengan imam, saya tak mampu mengatakan dosa saya yang paling berat, yang berselingkuh. Sesudah pengakuan, saya jatuh lagi dalam dosa berselingkuh yang sama. Apa yang harus saya lakukan?
Fenni Hai Ping, 081334892xxx
Pertama, mengaku dosa berarti menyesali dosa itu dan mengambil niat untuk sungguh menjauhi dosa-dosa itu. Ini berarti, harus ada niat yang sungguh untuk melepaskan “kenikmatan dosa”. Ketidakmampuanmu untuk mengatakan dosa berselingkuh itu, mungkin adalah tanda bahwa kamu belum sungguh rela untuk melepaskan “kenikmatan” berselingkuh. Sekurang-kurangnya, niatmu belum sungguh bulat.
Maka, perlu menyadari “buruknya” dosa itu dan memohon rahmat Tuhan untuk berani menanggalkan kenikmatan yang sudah dialami selama ini. Mulailah secara pribadi dalam pikiran untuk berani melepaskan segala bentuk kenikmatan dan mohonlah rahmat Tuhan untuk benar melepaskan. Fakta bahwa kamu jatuh lagi dalam dosa yang sama, bisa menjadi indikasi kebenaran penafsiran ini.
Kedua, jika niatmu ternyata sungguh sudah kuat dan bulat, dan kamu mengalami kesulitan untuk mengatakan, maka mungkin sebabnya ialah ketegangan yang terjadi ketika kamu berhadapan dengan imam dalam kamar pengakuan. Jika ini yang terjadi, cobalah untuk minta waktu untuk berkonsultasi dengan imam di luar konteks kamar pengakuan. Mungkin suasana yang santai di ruang tamu, meringankan ketegangan sehingga membuka kemungkinan untuk mengatakan kepada imam itu.
RP Petrus Maria Handoko CM
Maka dr itu, di agama Mana pun di larang melakukan hubungan intim sebelum menikah, alhasil pacaran di larang menurut agama islam, karna menjerumuskan ke sebuah zina