HIDUPKATOLIK.com – Selama 160 tahun, Lourdes menjadi tempat terjadinya 70 mukjizat. Tempat ini selalu menyimpan kedamaian dan keheningan bagi setiap orang yang ingin memandang wajah Tuhan.
Dunia heboh, banjir bandang menerjang Lourdes. Derasnya arus Sungai Gave de Pau membuat pihak otoritas setempat mengeluarkan status bahaya. Tempat pemandian berisi bak air suci dinyatakan hampir terendam lumpur. Basilika St Maria Dikandung Tanpa Dosa dan Basilika Rosario juga terkena imbas luapan air Sungai Gave. Altar utama yang berada di bawah gua juga tak luput dari endapan lumpur.
Paus Emeritus Benediktus XVI memberi perhatian khusus atas bencana alam terburuk yang menimpa Lourdes dalam 25 tahun terakhir. Melalui Radio Vatikan, Bapa Suci mengatakan, “Banjir bandang pada 2013, benar-benar melumpuhkan aktivitas peziarahan di Lourdes.” Banyak media pun ramai memberitakan bencana alam di Lourdes. Orang Katolik dipenuhi kekhawatiran, jangan-jangan situs ziarah di Perancis ini hancur.
Tiga hari setelah tragedi banjir, Lourdes dibuka. Saat itu, lebih dari sepuluh ribu peziarah dari seluruh dunia berziarah ke Lourdes. Selain berziarah, ada yang datang memberi donasi untuk renovasi kerusakan Lourdes. Tetapi banyak peziarah malahan menawarkan diri menjadi sukarelawan.
Ternyata tempat menyepi di Perancis ini tak pernah sepi pengunjung. Lourdes selalu menjadi pilihan ziarah, setelah Roma dan Yerusalem. Di tempat ini, banyak orang percaya mukjizat akan terjadi. Doa Rosario dianggap doa mukjizat di Lourdes. Rosario adalah doa penuh kuasa, terindah, dan kudus. Rosario sekan menjadi “tangga” menuju surga.
Intensi Khusus
Keyakinan ini membuat Lia Imelda berziarah ke sana. Lia bercerita, ia tiba di Paris pada September 2017. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Kota Pau, Pyrénées Atlantiques. Bersama enam rekannya, mereka menyewa mobil dari Pau ke Lourdes dengan jarak tempuh sejam. Sebenarnya ada pilihan jalan lain, misal dengan mode transportasi kereta api dari Paris menuju Lourdes dengan kisaran waktu tujuh jam. Di area Lourdes telah tersedia shuttle bus dari stasiun kereta Lourdes ke Gua Maria dengan cukup membayar 1,50 Euro per orang.
Saat di Lourdes, cuaca sangat sejuk dan kadang-kadang gerimis. Tetapi, Lia menyempatkan diri mengikuti prosesi patung Bunda Maria. Malam itu, kisah Lia, banyak peziarah berbaur menjadi satu. Mereka mendaraskan doa Salam Maria dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Menurut Lia, intensi bagi kesembuhan diri bukan tujuan utamanya ke Lourdes. Tetapi, ia ingin menjadi sukarelawan di tempat pemandian Lourdes. Lia membeberkan, bahwa ada beberapa kategori pelayan. Ada pelayan St Yohanes Pembaptis (Bath) yang membantu para peziarah yang ingin merasakan kehangatan dan keajaiban air suci Lourdes. Ada pelayan Notre Dame yang bertugas menyambut para peziarah di stasiun kereta dan bandara. Ada pula pelayan St Marie St Frai, yaitu mereka yang membantu menyiapkan makanan, mencuci peralatan makan, menyetrika pakaian, dan menyiapkan kursi roda untuk disewa. Ada juga pelayan St Michael, yaitu mereka yang membantu logistik, menyiapkan akomodasi, dan konsumsi.
Bagi Lia, menjadi sukarelawan selalu butuh komitmen. Setiap pelayan, selama empat tahun, harus berturut-turut minimal enam hari dalam setahun melayani. Tentu pertimbangan situasional bisa menjadi sukarelawan tanpa komitmen, di mana tidak harus berturut-turut selama empat tahun ke Lourdes. Kapan saat berziarah, bisa menjadi sukarelawan. “Sepengetahuan saya, sudah ada beberapa sukarelawan orang Indonesia tetapi sebagian besar memilih pelayan Notre Dame atau pelayan Marie St Frai, jarang memilih pelayan St Yohanes Pembaptis.”
Refleksi yang sama juga dialami Azas Tigor Nainggolan. Pria kelahiran Medan, 9 Februari 1965 ini menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Lourdes pada Natal tahun lalu. Ini bukan kali pertama Tigor ke Lourdes, karena pada 2000, ia pernah mengunjungi Lourdes. Tetapi bagi Tigor, kunjungan kali ini menjadi istimewa, pasalnya ia berangkat bersama istri dan dua anaknya.
Perjalanan Tigor memang penuh intensi. Salah satunya untuk mengucap syukur atas kelahiran dua putranya. Bila perjalanan pertama, intensinya adalah agar bisa dikaruniakan anak. Setelah doa itu terkabul, Tigor dan istri berikrar untuk kembali ke Lourdes bersama dua anaknya. “Kami kembali untuk mengucap syukur atas dikabulkannya doa kami, sekaligus syukur atas pesta perak perkawinan kami,” ungkapnya.
Ia bercerita, kunjungan kali ini bertepatan dengan musim dingin, sehingga Lourdes agak sepi. Tapi Tigor menjalani semua kegiatan yang ada di Lourdes, termasuk mengikuti prosesi jalan salib, berkunjung ke situs-situs penampakan Bunda Maria kepada St Bernadette Souborius, seperti rumah masa kecil St Bernadette dan tempat berbaringnya jenazah St Bernadette.
Selain Lia dan Tigor, ada juga pengalaman menarik dari pasangan suami istri Elisabeth Maria Turtamtami dan Yohanes Baptista Subiyanto Suwitoprandjono. Mereka berangkat ke Lourdes awal tahun ini, bersama 51 peziarah. Subiyanto bercerita, saat tiba, cuaca Lourdes cukup dingin pada malam hari sekitar 10-15 derajat Celcius.
Ada pengalaman yang menarik bagi pasutri ini, yaitu kala dimandikan dengan air suci. Sejak pukul tujuh pagi, Subiyanto dan Maria sudah mengantre masuk ke tempat pemandian air suci. Di kolam itu, kata Subiyanto, tempat pria dan wanita dipisahkan. Kolam itu kecil, tetapi selalu ramai. Sebelum para peziarah berendam di bak air suci, mereka diminta masuk ke sebuah ruangan dengan kapasitas 1520 orang untuk mengganti pakaian. “Memang, masuk bak air suci harus melepaskan pakaian. Biasanya ada kain yang sudah disediakan,” ujar Maria.
Di dalam bak tersebut para peziarah diminta berdoa dan mengucapkan intensinya masing-masing. “Nah, airnya itu sangat dingin seperti es. Tetapi banyak orang ingin mencobanya,” kisah Subiyanto. Sayang sekali karena para peziarah tidak boleh berendam terlalu lama karena banyak orang yang juga menunggu giliran.
Kendati hanya dua hari di Lourdes, Subiyanto dan Maria merasakan kedamaian yang berlimpah. “Para peziarah datang dari berbagai negara, tetapi seakan disatukan oleh Tuhan. Meski berbicara dengan bahasa isyarat tetapi seakan-akan kita mengerti.”
Mukjizat Maria
Selama 160 tahun, Lourdes menjadi tempat terjadinya 70 mukjizat penyembuhan yang telah diverifikasi dan diakui secara resmi oleh Gereja. Di luar jumlah tersebut, tentu masih banyak yang tidak diverifikasi oleh Komite Medis Internasional yang ada di Kantor Observasi Medis Lourdes. Mukjizat penyembuhan paling akhir dialami Sr Bernadette Moriau. Uskup Beauvais, Noyon dan Senlis, Mgr Jacques BeoitGonin, pada Misa Hari Raya Penampakan Bunda Maria di Lourdes, 11 Februari 2018, secara resmi mengumumkan pengakuan Gereja tentang penyembuhan ajaib yang dialami Sr Moriau dari penyakit Sindrom Cauda Equine atau kerusakan tulang belakang.
Dalam kesaksian, Suster Kongregasi Fransiskan Oblat Hati Kudus Yesus ini mengatakan, selama bertahun-tahun dirinya mengalami kelumpuhan total. Mukjizat kesembuhan ini terjadi pada 11 Juli 2008. Awalnya, ia tak bisa berjalan karena sendi-sendi pada tulang belakang terjepit, sehingga ia lumpuh sejak 1960.
Ketika berziarah ke Lourdes pada 37 Juli 2008, Sr Mouriau mengalami mukjizat kesembuhan. “Saya belum pernah ke sana sejak saya sakit. Di dalam gua, saya merasakan kehadiran misterius Bunda Maria dan St Bernadette,” ujarnya dilansir CNA (12/2).
Ketika kembali ke komunitasnya di Besles, dekat Beauvais, Perancis, Sr Moriau menjadi sembuh. Dalam doa Adorasi, ia menyerahkan seluruh beban penyakit kepada Sakramen Mahakudus. Pada akhir Adorasi, ia merasakan Tuhan menyembuhkan. “Saya merasa sangat sehat dan bisa berdiri, lalu berjalan.”
Mukjizat Lourdes lain juga dialami seorang perempuan Italia, Danilla Castelli. Ketika berziarah ke Lourdes, Mei 1989, ia berendam di bak mandi air suci. Saat keluar dari bak mandi, dia merasakan hal yang luar biasa. Tubuhnya terasa sehat. Mukjizat penyembuhan ini diakui setelah 24 tahun kemudian. Mukjizat ini telah diverifikasi oleh Komite Medis Internasional yang melibatkan 20 dokter. Mereka memberi sertifikat bahwa Castelli sembuh total dari hipertensi akut yang dideritanya selama sembilan tahun sejak usia 34 tahun.
Paus Yohanes Paulus II juga dikenal memiliki devosi khusus kepada Bunda Maria Lourdes. Saat menderita penyakit parkinson, Bapa Suci sudah dua kali (1983 dan 2004) berdoa di Gua Massabille. “Jangan takut membuka pintu hatimu untuk Bunda Maria. Jangan takut memohon kepada Kristus lewat Bunda Maria,” pesannya dalam Surat Apostolik Rosarius Virginis Mariae.
Setiap kembali dari Lourdes, dalam nuansa kasih, Bapa Suci membeberkan refleksinya yang mendalam soal Rosario dan Ekaristi. Ia mengajak seluruh umat untuk menetapkan wajah Kristus bersama Bunda-Nya lewat Rosario. Bahwa peradaban dunia saat ini telah menghadapi pelbagai tantangan. Atas realitas ini, Paus mengajak seluruh umat untuk mendaraskan Rosario sebagai doa perdamaian. Kristus yang adalah pusat dan tujuan dipandang sebagai “Pangeran Perdamaian”. “Rosario mendaraskan rahasia damai bagi semua orang. Rosario adalah intisari Injil dan suatu tradisi yang indah,” ujar Paus Yohanes Paulus II.
Kota Surgawi
Kota Lourdes terletak di pegunungan Pyrenees, Haute-Pyrenees, Regio Midi dengan ibu kota Toulouse, Perancis. Ada sebuah sungai besar yang membelah kota ini, yaitu Sungai Le Gave. Penduduk kota ini hanya sekitar 17 ribu dengan bangunan-bangunan yang didominasi oleh kastil, nampak seperti kota lain di barat daya Perancis. Ada pasar, tokoh-tokoh souvenir yang berbaris rapi di sepanjang jalan menuju Gua Maria.
Tak jauh dari tempat ziarah itu, berdiri beragam hotel. Soal makanan, para peziarah sudah disediakan makanan lokal Perancis dan negara lain, termasuk Indonesia yang khusus disediakan di Hotel Notre Dame de Fourviere yang pemiliknya seorang Indonesia.
Dewasa ini, Lourdes menjadi kota bagi enam ribu peziarah setiap tahun. Penampakan Bunda Maria kepada St Bernadette menjadi berkat khusus bagi kota ini. Di tempat ini, para peziarah diajak melewati jejak langkah Bernadette, mulai dari gereja paroki, di mana orang kudus ini dibaptis, kemudian menyusuri lorong-lorong jalan menuju Cachot -bangunan bekas penjara yang menjadi tempat tinggal keluarga Bernadette. Selanjutnya, peziarah diajak masuk kompleks Lourdes melalui pintu gerbang St Michel, menyusuri lapangan Rosario dan berjalan melewati menuju Gua Penampakan.
Surat Kabar Vatikan, L’Osservatore Romano memberitakan, selama 160 tahun sudah 2013 prelatus, termasuk 546 Uskup Agung, 10 Primatus, 19 Patriak, 69 Kardinal dan sisanya para imam yang pernah mengunjungi Lourdes. Beberapa Paus juga pernah ke sana, seperti Paus Pius IX, Paus Pius XI, Paus Leo XXIII, Paus Pius X, Paus Yohanes XXIII, Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI, dan Paus Fransiskus.
Lourdes kini tentu berbeda dengan Lourdes dulu. Seratus enam puluh tahun lalu, Lourdes bukanlah kota pilihan. Gua Massabielle adalah tempat pembuangan sampah yang kotor, sunyi, lembab, dan menjijikkan. Gua ini bukan tempat favorit bagi masyarakat Lourdes kala itu.
Pada musim hujan, Sungai Le Gave selalu meluap sehingga seringkali gua ini dijuluki “le grotte de porc”, atau ‘gua babi’. Wajar saja bila orang miskin, sakit-sakitan seperti Bernadette menjadikan gua ini menjadi “istana”. Tetapi di situlah, Bernadette bisa bertatap muka, bercakap dengan sosok wanita cantik. Kini, tempat yang dulu menjijikkan itu telah berubah rupa menjadi destinasi ziarah yang dirindukan umat Katolik di seluruh dunia. Lourdes yang dulu kota sunyi, kini menjadi “Kota Surgawi”.
Pada 8-11 Februari lalu, di kota Lourdes ada perayaan 160 tahun penampakan Bunda Maria kepada St Bernadette. Dilansir dari Catholic Service News, sedikitnya 20 ribu peziarah dan 500 imam hadir dalam perayaan selama empat hari ini. Sekretaris Jenderal Sinode Uskup Vatikan, Kardinal Lorenzo Baldisseri dipilih sebagai delegatus Takhta Suci dalam perhelatan akbar itu. Dalam Misa di Basilika St Pius X, Mgr Lorenzo meminta agar semua umat meneladan St Bernadette yang kecil di mata manusia tetapi dipilih Maria. “Kerendahan hati membuat ia dekat dengan Tuhan. Kita pun harus belajar merendahkan hati.”
Pada momen 160 tahun ini juga “Oratorio Aquero” sebuah karya perjalanan spiritual St Bernadette dilantunkan oleh Paduan Suara Fideles et Amati dari Roma. Uskup Tarbes dan Lourdes, Mgr Nicolas Jean René Brouwet mengatakan, perjalanan St Bernadette adalah ziarah iman bagi orang berdosa yang ingin bertobat.
Yusti H. Wuarmanuk