HIDUPKATOLIK.com – Ketika Paus Yohanes Paulus II menghembuskan nafas terakhir, banyak kalangan mengatakan, “sepatu” yang ditinggalkannya terlalu besar, untuk dikenakan penerusnya. Bisa dimaklumi, mengingat perjalanan pria kelahiran Polondia ini merentang jauh.
Paus Benediktus XVI, kendati tidak semoncer pendahulunya, menorehkan tinta emas. Usia kepausannya tergolong pendek. Paus ini mencatatkan namanya dalam sejarah: memilih mengundurkan diri! Kendati bukan Paus yang pertama mundur, ia telah memberikan inspirasi . Ia tidak terbuai kekuasaan. Ia menyadari kerapuhan raganya. Gereja yang sedemikian besar jumlah umatnya ini memerlukan pemimpin baru.
Ecclesia Semper Reformanda Est. Gereja harus selalu diperbaharui! Di sinilah sosok Paus Fransiskus hadir. Dalam lima tahun terakhir ini, mata dunia menyaksikan sepak-terjang seorang Paus yang menampilkan wajah Gereja yang tengah melakukan pembaruan. ‘Sudut-sudut’ sumpek Gereja Katolik masuk dalam radar pembaruannya.
Ia mulai dari dalam. Dari dirinya sendiri. Ambil contoh, ia mengambil makanan sendiri alias tidak mau diperlakukan bagaikan raja di raja. Ia menenteng tasnya ketika bepergian. Ia tak lagi mengenakan sepatu warna merah, yang menjadi ciri khas para Paus pendahulunya. Ia memakai sepatu warna hitam milik orang kebanyakan!
Kesahajaannya semakin terlihat tatkala ia menghindari aturan protokoler kepausan. Ia tidak mau menggunakan mobil mewah. Ia menolak tinggal di Istana Apostolik. Ia memilih tinggal di Domus Sanctae Martae yang lebih sederhana. Ia berterima kasih kepada pemilik industri mobil terkemuka yang menghadiahinya mobil mewah. Mobil itu ia minta lelang. Hasilnya untuk pengungsi.
Pembaruan juga menyentuh ‘ruang dalam Vatikan’. Dari tingkat Kuria hingga keuangan Negara Vatikan.
Perhatiannya kepada kaum tertindas, terpinggirkan, terpenjara tak hanya pada level khotbahnya. Ia membasuh kaki narapidana, termasuk yang beragama lain . Ia terbang ke Myanmar dan Bangladesh untuk memberikan dukungan bagi warga Rohingya. Ia menampung sejumlah pengungsi dari Suriah tinggal di Vatikan. Orang muda ia sambangi, anak-anak ia pangku dan gendong.
Relasinya dengan agama-agama lain dipereratnya. Silih berganti para pemimpin negara-negara Muslim menemuinya di Vatikan membicarakan perdamaian dan upaya-upaya melawan bahaya terorisme global. Termasuk di dalamnya perjuangan bagi kemerdekaan Palestina, sikap tegasnya terhadap policy Presiden Donald Trump, dan lain-lain.
Masih panjang litani upaya pembaruan yang telah dan sedang dikerjakan Paus Fransiskus. Di bahunya tertumpu sejuta harapan di tengah dunia yang kian kerasdan tak bersahabat ini.
Pertanyaan bagi kita, sejauh manakah kita – umat dan hierarki – mampu menyesuaikan diri dengan irama derap langkah Paus Fransiskus? Pembaruan apa yang bisa kita lakukan di level kita masing-masing.
Redaksi