HIDUPKATOLIK.com – Komunitas ini lahir dari keprihatinan akan keterbatasan tempat bagi kaum muda untuk mendalami hidup kerohanian. Dari segelintir kaum muda, tumbuh menjadi lebih dari 300 anggota segala usia.
Awalnya adalah weekend komunitas orang muda, Choice. Pasutri Maria Anastasia Danny mengikuti acara itu. Cun, sapaannya, melihat bahwa orang muda perlu memperdalam materi pertemuan itu. Tetapi, Cun sekaligus prihatin karena kaum muda tidak punya tempat. Pada waktu itu, Cun dan suaminya, Wahono Suhadi, aktif melibatkan diri dalam kegiatan PD Elizabeth Jakarta, juga Marriage Encounter (ME). Cun tergerak hatinya untuk melayani kaum muda. Maka, bersama suaminya, ia mengajak sejumlah orang muda untuk mengadakan Pendalaman Alkitab di rumah mereka. Kegiatan ini diadakan dua minggu sekali. Kawanan kecil kaum muda ini menamakan diri Persekutuan Doa (PD) Choice.
Setelah sekitar satu tahun berjalan dan semakin banyak orang muda bergabung, pada 13 September 1989 komunitas ini resmi mengubah nama menjadi Persekutuan Doa Mudika (PD) St Thomas, lazim dikenal dengan sebutan komunitas doa St Thomas. Pemilihan nama Thomas dipilih oleh Cun dan Wahono, karena terinspirasi kisah Rasul Thomas. Thomas adalah Rasul Yesus yang sering menjadi contoh murid yang kurang percaya. Thomas percaya, setelah melihat. Demikian juga, banyak orang muda melihat dulu, baru percaya.
Cun dan Wahono ingin mengajak kaum muda mengenal Yesus dengan membaca Kitab Suci. Dengan landasan Firman, orang muda akan menjadi kokoh sebagai generasi Katolik yang berkualitas di tengah masyarakat.
Pada awal berdirinya, komunitas ini dikhususkan bagi perantau yang sedang menempuh pendidikan atau bekerja di Jakarta. Dalam perjalanan waktu, mereka yang asli Jakarta pun ikut bergabung. “Kami menjadi sebuah keluarga,” ujar Andi Suprapto, Ketua Panitia Pesta 25 Tahun St Thomas, pertengahan September 2014.
Bahkan, jelas Andi, komunitas ini tidak hanya dikhususkan bagi orang muda, tetapi terbuka untuk setiap orang. Andi sendiri mengakui, dirinya bergabung karena ingin mendalami Alkitab. Dan, setelah bergabung, ia merasakan kebersamaan dan bertemu dengan banyak teman seiman.
Tentu, alasan setiap pribadi bergabung dengan komunitas ini tidak sama. Misalnya saja, Irene Purwito. “Pertama kali saya mengenal PD St Thomas, saat saya sakit muntah darah. Anak-anak PD St Thomas datang ke rumah. Mereka berdoa buat saya, sambil menumpangkan tangan. Sejak itu saya sembuh sampai sekarang,” cerita Irene.
Talenta
Memasuki usia perak, anggota komunitas telah mencapai lebih dari 300 orang. Mereka tidak berasal dari kalangan muda, tetapi juga anak-anak dan orang tua. Karena itulah, komunitas ini telah dikembangkan menjadi enam kelompok besar, yakni: Thomas Junior untuk anak-anak; Thomas Grow untuk remaja; Thomas Satu untuk muda-mudi yang belum menikah; Thomas Dua untuk pasangan suami istri (pasutri) dengan usia perkawinan di bawah 30 tahun; Thomas Tiga untuk pasutri dengan usia perkawinan 30 tahun atau lebih; dan Thomas Empat untuk para lanjut usia.
Kegiatan Thomas Junior dan Thomas Grow fokus pada bina iman, sedangkan kegiatan kelompok lain sangat beragam. Namun, semua anggota dari semua kelompok ini juga berkumpul bersama sebulan sekali untuk merayakan Ekaristi, serta berbagi pengalaman iman.
Jadwad rutin komunitas ini adalah mengadakan sharing kelompok setiap akhir pekan. Tentu, dengan metode yang berbeda-beda. Misalnya, Thomas Junior, akan menggunakan alat bantu gambar untuk Pendalaman Alkitab. ”Pendalaman Alkitab untuk anak-anak dipimpin Kelompok Thomas Satu. Mereka menggunakan gambar-gambar untuk menjelaskan perikop bacaan yang dipilih. Mereka juga mengunakan metode bercerita dan bernyanyi,” jelas Andi.
Sedangkan Thomas Grow sampai Thomas Empat, jelas Andi, sebelum sharing pengalaman para anggota bersama-sama membaca salah satu perikop Kitab Suci, berdasarkan kalender bacaan harian selama minggu tersebut. Sebagai metode, kadang-kadang perikop itu dibaca bergiliran, ayat demi ayat.
Komunitas St Thomas juga mengadakan beragam kegiatan pengembangan diri. Misalnya, pada 2001 mereka menggelar pentas Tari Rohani di Aula Universitas Esa Unggul, Jakarta Barat. Tujuannya adalah untuk menggali potensi setiap anggota. Dan, sejak itu pula, komunitas ini mendirikan Sanggar Tari Rohani Machowl Dance Center. Dari pengasahan talenta melalui sanggar ini, komunitas St Thomas tidak hanya menggelar pentas tari, tetapi juga drama.
Selain kegiatan ke dalam, komunitas St Thomas juga menyadari panggilannya sebagai murid Yesus yang diutus. Maka, mereka pun melakukan kegiatan “penginjilan” ke daerah-daerah, bakti sosial, pelayanan kesehatan, dan menjadi orangtua asuh bagi mereka yang membutuhkan biaya sekolah.
“Di usia 25 tahun ini, kami ingin hadir lebih dekat dengan umat yang lain lewat penginjilan, tentunya sejauh kemampuan kami. Selain itu, kami ingin menghadirkan Sabda Allah di tengah masyarakat, lewat pekerjaan dan tugas perutusan kami masing-masing. Semoga dengan itu, akan semakin banyak orang yang mendekatkan diri pada Tuhan, melalui komunitas ini,” jelas Andi.
Moderator Komunitas St Thomas, RD Yustinus Ardianto, menggaris-bawahi bahwa dalam perjalanan selama 25 tahun, komunitas telah menunjukkan keseimbangan antara doa dan karya nyata. Dalam Buku Kenangan 25 Tahun St Thomas, Romo Yus menuliskan: “Komunitas ini telah berjalan bagaikan dua sayap iman, ungkapan dan perwujudan iman. Komunitas ini sudah secara seimbang mengepakkan kedua sayap ini.” Lebih lanjut, karya nyata ini harus ditingkatkan untuk melayani sesama yang membutuhkan, di Keuskupan Agung Jakarta dan daerah-daerah lain.
Norben Syukur