web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ayah Temperamental

4/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Ibu Eriany yang baik, ayah saya amat temperamental sejak dulu. Namun, pada satu hingga dua tahun belakangan ini wataknya bertambah parah. Ayah beberapa kali marah kepada ibu hingga ingin membunuhnya, karena persoalan sepele. Ketika ayah berusia sekitar 40-an tahun, kami sempat membawanya kepada psikiater. Namun hanya dua kali, setelah itu ayah tak mau lagi. Ayah menolak. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Saya takut ayah mencelakakan dirinya sendiri dan orang-orang terdekatnya. Apakah mungkin pada usianya yang hampir 70 tahun, ayah bisa berubah menjadi lebih tenang dan penyabar?

Eduardua Octovianus, Sumba

Saya turut berempati dengan keadaan yang dialami Bapak. Di satu sisi, ada rasa hormat kepada orangtua, namun di lain sisi keadaan ayah mengkhawatirkan orang-orang terdekatnya. Usia tua yaitu 65 tahun ke atas sesungguhnya menjadi waktu di mana orang merasa senang bermain dengan cucu, bijaksana, dan berserah diri. Tetapi, bisa juga menjadi masa orang menjadi pikun, depresi, dan putus asa.

Tekanan yang dialami pada masa tua antara lain kesehatan, kekuatan fisik, dan berkurangnya kemandirian serta kebermaknaan secara sosial. Hal ini sering mengakibatkan seseorang menjadi putus asa. Frustrasi karena kegagalan dalam hidup diekspresikan dalam bentuk kebencian, depresi, menghina, atau kemarahan.

Masa tua bisa menjadi menyenangkan, jika pada masa kanakkanak hingga dewasa, mengalami perkembangan psikososial yang positif. Terkait kasus ini, bisa dipahami mengapa temperamen ayah tidak berubah menjadi sabar dan tenang. Hal ini disebabkan karena ada hambatan perkembangan psikososial yang kemungkinan dialami sejak kecil, usia muda, dan terbawa hingga usia tuanya. Ibarat benang kusut, ini harus diurai satu persatu.

Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Interaksi sosial ini akan memunculkan emosi tertentu, pada akhirnya akan mempengaruhi sikap, pikiran, dan tindakan. Emosi merupakan bagian dari perasaan dalam arti luas dan dapat bersifat positif atau negatif. Marah adalah emosi yang tergolong kuat, bisa memunculkan kekerasan baik fisik maupun verbal. Dalam keluarga bahagia dan sehatpun kadang terjadi pertengkaran, namun menjadi bermasalah ketika intensitasnya tinggi.

Dalam kasus ini, bisa kita analisis dari tiga sisi, yaitu faktor penyebab kemarahan, perilaku yang dimunculkan, dan dampak perilaku terhadap diri sendiri dan orang lain. Faktor penyebab bisa dari diri maupun luar. Dari dalam diri berupa fisik seperti temperamen (bawaan), kelelahan, sakit (misal, darah tinggi), pengaruh zat tertentu (alkohol, minuman keras), otak kekurangan oksigen. Faktor psikologis, seperti sombong, dan reaktif.

Penyebab eksternal yaitu latar belakang budaya, lingkungan, dan belajar. Ekspresi perilaku marah bisa disebabkan karena faktor belajar, bagaimana orang dewasa memberikan contoh atau pengalaman bahwa konflik bisa ditangani melalui kekerasan. Perilaku yang muncul adalah kemarahan dari intensitas ringan hingga tinggi. Dampak dari perilaku yang dimunculkan adalah adanya kelegaan, rasa puas dalam jangka pendek, orang lain menuruti keinginannya, dan mendapatkan kembali kekuasaan. Faktor penyebab kemarahan harus bisa dikendalikan, begitu juga konsekuensi kemarahan. Ada beberapa langkah praktis, yakni memeriksakan kesehatan fisik ayah, mengingat atau mencatat saat ayah marah, apakah hanya terjadi pada jam tertentu atau setiap saat?

Pelajari penyebab kemarahan serta situasi atau aktivitas seperti apa yang membuat ayah senang dan bahagia. Batasi relasi atau komunikasi dengan orang yang sering membuat ayah marah, agar ia bisa berpikir lebih jernih dan terhindar dari kemungkinan dilukai. Perlu membangun relasi dan komunikasi yang lebih baik antar anggota keluarga, belajar mendengarkan keluh kesahnya dan menghindari perdebatan. Mengembangkan aktivitas bersama, misal berdoa, untuk menumbuhkan emosi positif.

Bila tidak ada masalah kesehatan, kemungkinan ada persoalan psikologis. Sebenarnya ayah bisa menjalani proses terapi psikologi untuk mengelola amarahnya. Namun, ia perlu sadar bahwa perilakunya bermasalah. Ayah harus memiliki keinginan kuat untuk sembuh dan berkomitmen untuk mengikuti sesi terapi hingga tuntas. Kesulitannya adalah orangtua kadang merasa dirinya paling benar dalam bertindak dan inilah tantangannya.

Praharesti Eriany

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles