HIDUPKATOLIK.com – Dalam Majalah HIDUP No 21, 25 Mei 2014, dikatakan bahwa para Bapa Reformasi mewariskan praksis devosi Maria. Benarkah hal itu? Mohon contoh yang lebih jelas.
Ervinna Hasanniah, Surabaya
Pertama, memang benar bahwa para Bapa Reformasi juga menghormati Maria. Bahkan bisa dikatakan, jika membaca tulisan-tulisan mereka, kita bisa menemukan, para Bapa Reformasi ini menerima hampir semua ajaran pokok Gereja Katolik tentang Bunda Maria dan menganggap ajaran-ajaran ini bersifat biblis dan mendasar untuk iman kristiani yang historis. Pada kesempatan ini mari kita melihat pandangan Martin Luther.
Kedua, berkaitan dengan dogma-dogma Maria. Tentang Maria diangkat ke surga, Luther menulis, “Tidak ada keraguan bahwa Perawan Maria berada di surga. Bagaimana hal itu terjadi, kita tidak tahu. Dan karena Roh Kudus tidak memberitahu kita apa-apa, kita tidak bisa membuat suatu pernyataan iman. …, cukuplah jika kita mengetahui bahwa dia hidup dalam Kristus.” (dari khotbah Luther, 15 Agustus 1522, terakhir kali Luther berkhotbah pada Pesta Maria Diangkat ke Surga).
Tentang Maria dikandung tanpa noda dosa, tokoh reformasi ini menulis, “Adalah suatu kepercayaan yang manis dan saleh bahwa pencurahan jiwa Maria dilakukan tanpa dosa asal, sehingga dalam pencurahan jiwa itu dia juga dimurnikan dari dosa asal dan dihiasi dengan karunia-karunia Allah, sambil menerima sebuah jiwa yang murni yang dicurahkan Allah. Jadi, dari sejak saat pertama dia mulai hidup, dia bebas dari semua dosa.” (Khotbah pada Hari Bunda Allah Dikandung Tanpa Noda, 1527).
Tentang keperawanan abadi Maria, pendiri Gereja Lutheran ini menulis, “Kristus, penyelamat kita adalah buah nyata dan alami dari rahim perawan dari Maria. …, hal ini terjadi tanpa kerja sama pria, dan dia tetap seorang perawan sesudah itu.”(Khotbah tentang Injil Yohanes, Bab 14, 1539).
“Kristus…, adalah satu-satunya putra Maria, dan Perawan Maria tidak melahirkan anak lain selain Dia. …, saya cenderung untuk setuju dengan mereka yang mendeklarasikan bahwa “saudara-saudara” itu berarti saudara sepupu di sini, karena Kitab Suci dan orang-orang Yahudi selalu memanggil sepupu sebagai saudara.”
Dalam resolusi-resolusi dari 95 tesis, Luther menolak setiap hujatan melawan Sang Perawan, dan berpikir bahwa seseorang harus mohon ampun atas setiap kejahatan yang dikatakan atau dipikirkan melawan dia.” (Wim J. Cole, “Was Luther a Devotee of Mary?” in Marian Studies 1970, p 116).
Ketiga, tentang penghormatan kepada Maria, Luther menulis, “(Dia adalah) wanita yang tertinggi dan permata terluhur dalam kristianitas sesudah Kristus. …, Dia adalah keluhuran, kebijaksanaan, dan kesucian yang mempribadi. Kita tidak pernah dapat menghormati dia secara cukup. Namun tetap penghormatan dan pujian harus diberikan kepadanya sedemikian rupa tanpa melukai Yesus maupun Kitab Suci.” (Khotbah, Natal, 1531).
“Seseorang harus menghormati Maria sebagai dia sendiri telah menginginkan dan mengungkapkannya dalam Magnificat. Dia memuji Allah untuk perbuatan-perbuatan- Nya. Bagaimana kemudian kita bisa memuji dia? Hormat yang sejati kepada Maria adalah hormat kepada Allah, pujian kepada rahmat Allah. …, Maria ada bukan demi dirinya sendiri, tetapi demi Kristus. …, Maria tidak ingin bahwa kita datang tertuju kepadanya, tetapi melalui dia kepada Allah.” (Penjelasan tentang Magnificat, 1521).
Keempat, tentang dogma Maria Bunda Allah, tokoh Reformasi ini menulis, “…, dia secara benar disebut bukan hanya bunda manusia, tetapi juga Bunda Allah. …, pastilah bahwa Maria adalah Bunda dari Allah yang sungguh dan sejati.” (Khotbah tentang Yoh 14,16). “Manusia telah menjejalkan semua pujian Maria ke dalam frase tunggal: Bunda Allah. Tak seorang pun dapat berkata sesuatu yang lebih besar tentang dia, meskipun ia mempunyai lidah sebanyak daun-daun di pohon.” (Komentar tentang Magnificat)..
RP Petrus Maria Handoko CM