HIDUPKATOLIK.com – Romo yang terkasih, saat ini saya sedang mengalami masalah dalam masa pacaran. Usia saya 18 tahun dan pacar saya berumur 19 tahun. Kami sudah pacaran selama satu tahun sembilan bulan. Masalahnya, pacar saya sering meminta saya memegang alat vitalnya. Dia juga sering memegang buah dada saya, dari luar baju. Tapi jika dia minta untuk buka baju saya menolak tegas.
Menurut dia, perbuatan seperti ini tidak berdosa, karena banyak temannya juga begitu. Menurutnya juga, kalau pacaran memang harus begitu, yang penting tidak melakukan hubungan seks. Tapi dalam hati, saya merasa hal ini termasuk perbuatan zinah.
Saya sedih dengan sikapnya ini. Padahal, dia seorang Kristen yang taat, rajin ke gereja dan berdoa. Saya sekarang merasa diuji, antara memilih memuaskan nafsunya atau setia kepada Tuhan. Menurut Romo, apa yang harus saya lakukan?
Brigita, Jakarta
Saudari Brigita yang baik. Seorang Kristiani yang baik pasti menghargai Firman Allah yang tertulis dalam Kitab Suci, juga ajaran Gereja. Bagaimana pacarmu itu dapat mendefinisikan bahwa perbuatannya dan perbuatanmu sendiri secara moral tidak salah? Bukankah Yesus sendiri bersabda dengan tegas: “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Maka, jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.” (Mat 5:27-30).
Yang dimaksud Yesus di dalam Sabda-Nya itu, dengan memandang dan mengingini baik laki-laki maupun perempuan, bukanlah pikiran spontan atau keinginan tak senonoh (amoral) yang tiba-tiba muncul. Sampai pada tahap ini orang belum berdosa, tapi ia perlu berhati-hati karena dari pikiranlah lahir perbuatan. Yang dimaksudkan Yesus di sini adalah pikiran spontan atau keinginan tak senonoh yang muncul dan disetujui, bahkan dinikmati dan jika ada kesempatan direalisasikan. Singkatnya, tentang orang yang menyetujui pikiran amoralnya dan melakukannya.
Dalam ajaran-Nya dalam Khotbah di Bukit, Yesus menuntut umat-Nya untuk berbuat lebih jauh, daripada sekadar berbuat baik. Ia meminta agar pengikut-Nya menjadi berbeda dengan yang lain. Dalam hal ini Yesus meminta bukan saja tidak berbuat zinah atau tidak melakukan perbuatan amoral seksual, tapi lebih dalam lagi untuk menolak dan memangkas habis segala jenis pikiran yang mengarah ke perbuatan amoral itu.
Oleh karena itu, Brigita, berhati-hatilah untuk menyetujui pendapat seseorang, dalam hal ini pacarmu itu. Apalagi mengenai hal yang bersangkutan dengan iman dan moral. Pemahaman yang benar dan tepat tentang Kitab Suci dan ajaran Gereja harus menjadi dasar pendapatnya. Sungguh disayangkan bahwa kalian berdua telah menyetujui pikiran amoral yang muncul dan melakukan perbuatan itu dalam masa pacaran yang baru berumur setahun. Engkau harus hati-hati terhadap pendapat dan perbuatan pacarmu yang nyata-nyata salah, dan persetujuanmu yang salah pula.
Saran saya, pergilah ke seorang imam untuk mengaku dosa. Untuk kali selanjutnya, jika engkau mau tetap berpacaran secara Kristiani, jagalah hidupmu dengan pemahaman yang baik akan Sabda Allah dan ajaran Gereja, tekun berdoa dan tegas dalam menolak tanpa diskusi setiap pemikiran amoral yang tiba-tiba muncul, pun tegas menolak orang lain yang mengajakmu untuk berbuat amoral.
Janganlah tertipu oleh penampilan rohani seseorang: rajin ke Gereja, berdoa, saleh. Ini semua belum tentu sejati. Tindakan saleh perlu dibuktikan dalam perbuatan nyata. Bukankah Kristus sendiri telah mengingatkan: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21).
RP Benny Phang Ocarm