HIDUPKATOLIK.com – Munas Unindo ke XI diawali dengan peresmian monumen Santo Fransiskus Xaverius. Para imam diosesan melakukan napak tilas sejarah dan buah Evangelisasi di Maluku.
Jalanan di Ambon, Maluku, pagi itu belum begitu ramai. Kabut masih menyelimuti bukit-bukit yang disinari cahaya matahari pagi. Suasana lengang jalanan kemudian diramaikan dengan suara tetabuhan pemain musik Totoboang mengiringi perjalanan rombongan peserta Musyarawarah Nasional Unio Indonesia (Munas Unindo) ke XI dari Bandara Pattimura, Ambon menuju Wisma Keuskupan Amboina, Rabu, 1/10.
Sebelumnya, rombongan peserta Munas yang tiba pukul 06.00 WIT di Bandara Pattimura disambut dengan tarian adat dan pengalungan syal khas Ambon. Mereka diantar menuju Wisma Keuskupan. Di situ, rombongan di sambut tuan rumah Munas XI Uskup Amboina Mgr P.C. Mandagi MSC.
Munas Unio ini terasa istimewa. Ada 12 uskup Indonesia yang hadir seperti Uskup Surabaya Mgr V. Sutikno Wisaksono, Uskup Manado J.T. Suwatan MSC, Uskup Purwokerto Mgr Julianus Sunarka SJ, dan Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus. Masih ada lagi Uskup Palembang Mgr Aloysius Sudarso SCJ, Uskup Sorong Mgr H. Datus Lega, Uskup Timika Mgr J. Philip Saklil, Uskup Denpasar Mgr Silvester San, Uskup Banjarmasin Mgr Piet Timang, Uskup Agung Ende Mgr V. Sensi Potokota, Uskup Agung Makassar Mgr John Liku Ada, dan Uskup Emeritus Ketapang Mgr Blasius Pujaraharja. Acara juga dihadiri mantan Ketua Unio Apostolica Cleri Mgr Giuseppe Magrin, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr Antonio Guido Filipazzi, dua pastor diosesan dari Timor Leste sebagai peninjau dan 103 pastor diosesan dari berbagai keuskupan di Indonesia.
Awal Pembukaan
Para imam praja itu selama Munas ingin napak tilas evangelisasi dan menjumpai buah-buahnya di Ambon dan Maluku. Misalnya, acara Munas diawali dengan peresmian monumen St Fransiskus Xaverius oleh Mgr Antonio Guido Filipazzi hari Rabu (1/10) di desa Hative Besar. Desa itu diyakini sebagai tempat St Fransiskus pertama kali menginjak bumi Ambon pada tanggal 14 Februari 1546.
Patung setinggi enam meter dengan dua meter tatakan berbentuk batu tersebut menghadap ke jalan Dr J. Leimena. Di tatakan yang berbentuk batu ada patung kepiting yang menjepit salib. Menurut kisah, ketika Fransiskus turun dari kapal, salibnya terjatuh ke laut. Fransiskus mencari-cari tapi tak ketemu. Tiba-tiba datang seekor kepiting yang menjepit dan mengantarnya kepada Fransiskus.
Mereka mengenang kedatangan Fransiskus untuk menabur benih iman kekatolikan 468 tahun silam. Para imam diosesan itu juga mengenang peristiwa iman baptisan pertama di Indonesia yakni di Mamuya Tobelo, Maluku Utara pada 1534 oleh pastor Portugis RD Simon Vaz.
Dikisahkan, bangsa Portugis menjalin hubungan perdagangan yang baik dengan masyarakat Halmahera Utara terutama orang Moro. Kaum Moro yang umumnya berkeyakinan pada agama nenek moyang (animisme), secara teratur memasok rempah-rempah kepada Portugis di Ternate. Di situ, pada waktu itu tinggal pedagang Portugis bernama Goncalo Velozo. Suatu saat terjadi ketegangan antara rakyat Moro dan Kerajaan Ternate, Tidore dan Bacan. Orang Moro itu lantas meminta perlindungan kepada orang Portugis lewat Goncalo Velozo. Agar mendapat perlindungan, Velozo menyarankan agar mereka menjadi Katolik. Pemimpin rakyat Moro setuju. Setelah mengikuti persiapan pendidikan agama di benteng Sao Paolo, Ternate, mereka dibabtis oleh Pastor Simon Vaz.
Seremoni pembukaan Munas hari itu dalam dua rupa yakni Misa di Gereja Katedral Ambon dan pemukulan tifa di kediaman Gubernur Maluku. Tuan rumah, Gubernur Said Assagaf, Mgr Mandagi, Mgr Filipazzi, Ketua Panitia RD Agus Arbol dan Ketua Unio 2011-2014 RD Gusti Bagus Kusumawanta melakukan pemukulan tifa bertalu-talu, diikuti tepuk tangan meriah dari para peserta Munas.
Dialog dan Perdamaian
Sejarah pewartaan Kabar Gembira ditegaskan kembali dalam seminar bagi para imam praja Indonesia itu. Dalam seminar yang digelar di gedung Islamic Center Ambon, Mgr Filipazzi berbicara soal “Dialog, Misi dan Perdamaian”. Duta Besar Takhta Suci itu mengajak para imam untuk memperhatikan kehidupan dan tingkah laku umatnya sebelum membuka dialog dengan saudara-saudara lain yang tidak seiman. Sedangkan Uskup Amboina Mgr Mandagi menampilkan partisipasi Gereja Katolik dalam perdamaian di keuskupannya (Lihat Boks; Saya Membela Kemanusiaan). Selain itu, mereka juga mendapatkan masukan dari sejumlah tokoh keagamaan seperti Ketua Gereja Protestan Maluku Pendeta John Ruhulesin, Ketua Majelis Ulama Indonesia Maluku Haji Idrus Tukan, Rektor IAIN Ambon Dr Hasbollah Toisuta, dan RD Neles Tebay. Mereka mensharingkan pengalamannya dalam mengatasi konflik yang pernah menyulut Ambon dan Maluku beberapa waktu lalu.
Puncak dari acara “napak tilas” buah dari benih iman yang ditaburkan oleh St Fransiskus Xaverius maupun Pastor Simon Vaz adalah live in yang dilakukan oleh para pastor anggota Unio itu ke berbagai daerah. Mereka melihat dan mengalami buah-buah iman dengan melakukan tinggal inap atau live in di rumah umat selama empat hari, Jumat-Senin, 3-6/10. Para peserta dibagi menjadi tiga kelompok untuk bertemu dengan umat di tiga wilayah Keuskupan Amboina yakni Ternate dan Tobelo di Maluku Utara, Kei Kecil di Kabupaten Maluku Tenggara, dan Saumlaki di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dalam live in ini para imam dapat memetik buah iman lewat interaksi dengan umat, diskusi, dialog, doa, refleksi, liturgi maupun ramah tamah (Lihat Bagian II: Menengok Umat, Memetik Buah Iman). Mereka juga merasakan hidup bersama umat yang didera kemiskinan dan kekeringan. “Walaupun mereka miskin dan sulit mendapatkan air, mereka tetap gembira dalam iman,” kata RD Purbo Tamtomo, delegasi Unio dari Keuskupan Agung Jakarta.
Sekembali ke Ambon, mereka saling membagikan pengalaman dan refleksi selama menelusuri buah evangelisasi dalam program live in itu. Dalam pertemuan Selasa, 7/10, para imam menyaksikan bahwa iman umat sungguh menggembirakan setelah mengalami peziarahan selama hampir 500 tahun di bumi Maluku.
Rencananya, peserta Munas menggelar doa di monumen Gong Perdamaian di kota Ambon. Monumen itu menjadi simbol perdamaian yang diraih untuk mengakhiri konflik yang terjadi sebelumnya. Namun karena Senin sore itu, 6/10, kota Ambon diguyur hujan, maka acara doa perdamaian dilakukan di Aula Xaverius.
Acara napak tilas para imam diosesan dari seantero Indonesia itu diakhiri dengan Misa penutupan di Wisma Keuskupan. Dalam Misa ini sekaligus diperingati perjalanan iman yang penting bagi pewartaan Kabar Gembira di Maluku. Di antaranya, perayaan 20 tahun tahbisan Uskup Mgr Mandagi MSC, 50 tahun tahbisan Uskup Emeritus Mgr A.P.C. Sol MSC yang kini sudah berusia hampir 100 tahun, 480 tahun karya Imam Diosesan di Indonesia dan Tahun Misi Gereja Katolik di Maluku yang ditandai babtisan pertama oleh Pastor Simon Vaz pada 1534, dan Peringatan 468 tahun St Fransiskus Xaverius mendarat di Ambon.
Setelah mengikuti peziarahan Gereja di Maluku, Ketua Unio terpilih, RD Siprianus Hormat, menyadari bahwa sebuah dialog dan perdamaian dapat ter laksana dengan baik apabila nilai kemanusiaan universal dan martabat manusia yang menjadi fokus dari perjuangannya. Nilai martabat manusia dapat menembus segala sekat baik ras, suku dan agama.
Romo Sipri juga melihat bahwa tokoh yang cukup gigih memperjuangkan nilai itu selama masa kerusuhan adalah Mgr Mandagi. Dimana-mana ia lantang berbicara agar martabat manusia dihargai dan dijunjung tinggi. Berkat itulah, menurut Romo Sipri, Mgr Mandagi dapat menjadi tokoh yang diterima oleh semua orang ketika kerusuhan berkecamuk.
A. Nendro Saputro