HIDUPKATOLIK.com – Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr Ignatius Suharyo, adalah satu-satunya wakil Gereja Indonesia yang hadir dalam Sinode Keluarga. Ceritanya tentang “Surat untuk Santo Petrus” membuat Paus tertawa.
Ada sesuatu yang berbeda. Di katupan tangan jasad orang yang akan dimakamkan itu tidak hanya ada rosario tetapi juga terselib sebuah amplop. Di depan amplop bertuliskan alamat yang menunjukkan bahwa surat itu ditujukan kepada pastor paroki.
“Usai memimpin Misa pemakaman, saya bertanya kepada keluarga perihal amplop itu. Keluarga dari bapak itu menjawab, “Amplop itu berisi surat yang diterimanya dari pastor paroki,” kata Mgr Suharyo mengungkapkan kembali yang diceritakannya di depan Sinode Keluarga.
Ceritanya, bapak yang meninggal itu pernah gagal dalam membina rumah tangganya. Ia bercerai dan menikah lagi. Dalam hukum Gereja Katolik konsekuensinya jelas, yakni ia tidak diperkenankan menerima komuni. Akan tetapi, semangat hidup menggereja bapak itu tak kurang sedikit pun. Ia terlibat aktif dalam pelayan an dan kegiatan Gereja tak kenal lelah. Keluarga yang ia bangun bersama istri keduanya harmonis.
Hingga suatu ketika ia minta kepada pastor paroki, kalau boleh ia diperkenankan menerima komuni. Ia sangat rindu ingin menerima tubuh dan darah Kristus. Lantas pastor parokinya meng konsultasikannya kepada ahli hukum Gereja.
Setelah beberapa kali mendapat bimbingan, pastor ahli hukum Gereja mengirim surat kepada pastor paroki. Isi suratnya menyatakan bahwa dengan pertimbangan tertentu dan atas kemurahan hati Gereja, bapak itu diperbolehkan menerima komuni. Tembusan surat juga dikirim kepada bapak itu. Rupanya surat yang membolehkannya menerima komuni itulah yang dibawa bapak itu dalam petinya sebagai laporan kepada Santo Petrus, sang penjaga pintu surga.
Kisah ini diceritakan Mgr Ignatius Suharyo saat memberikan intervensi. Paus Fransiskus dan Bapa Sinode lain yang mendengar kesimpulan cerita bahwa surat itu dibawa sebagai laporan kepada Santo Petrus pun langsung tertawa.
“Apakah itu tertawa setuju atau tidak, saya tidak tahu,” tutur Mgr Suharyo saat menceritakan kembali kisah ini dalam pertemuannya dengan sekitar seratus biarawan-biarawati dan pastor asal Indonesia di Collegio San Pietro, Roma, 11/10.
Mgr Suharyo menceritakan kisah di atas dalam intervensinya karena melihat situasi Sinode pada waktu itu cukup menegangkan. Ada kubu garis keras dan kubu moderat yang berhadap-hadapan ketika diskusi sampai pada mencari solusi pastoral bagi orang yang sudah menikah, bercerai dan kemudian menikah lagi.
“Mereka yang ada di pihak garis keras berpegang teguh pada hukum Gereja dan tidak menghendaki diskusi soal itu. Orang yang menikah, cerai dan menikah lagi tidak boleh menerima komuni. Sementara yang ada di pihak moderat mempertimbangkan bahwa kalau mereka yang terkena kasus seperti itu, Gereja mau menempatkan mereka di mana? Toh mereka adalah juga anak-anak Allah, anggota Gereja yang patut dilayani,” papar Uskup Suharyo.
Usai melakukan intervensi di akhir minggu pertama Sinode, Mgr Suharyo diwawancarai oleh panitia Sinode. Mengapa ia diwawancarai? “Saya tidak tahu alasannya. Mungkin karena para peserta berdebat tanpa memberi jalan yang jelas. Kesimpulan keras tidak memberi tempat untuk diskusi. Yang masih memberi tempat untuk diskusi tidak memberi kejelasanapa usulannya. Sementara yang saya ceritakan itu merupakan fakta, sesuai pengalaman yang pernah saya alami,” ungkap Uskup Agung Jakarta ini.
Selain rekaman wawancara di atas, ada pula rekaman wawancara lain yang disampaikan dalam Bahasa Indonesia. Dalam video itu Uskup Suharyo menyampaikan pesan kepada seluruh umat di Indonesia. Katanya, “Saudara-saudari di Indonesia. Sebagai wakil Gereja Indonesia, saya menyampaikan keadaan keluarga-keluarga di Indonesia dalam Sinode.Saya boleh mengatakan bahwa kita bersyukur atas pemimpin-pemimpin Gereja kita karena dengan berani, tetapi sekaligus dengan rendah hati, seringkali mengambil keputusan- keputusan yang sungguh-sungguh menunjukkan kemurahan hati Allah. Tidak pertama-tama berpegang pada aturan yang kaku, tetapi sungguh-sungguh mencoba untuk memberi perhatian, mendengarkan, memberi nasihat, untuk kemudian memberi jalan keluar. Kita ber syukur atas Gereja kita di Indonesia. Moga-moga makin banyak saudari-saudara kita yang sungguh mengalami kemurahan hati Allah, kebaikan hati-Nya, sehingga dapat memberikan kesaksian tentang kasih Allah ini”.
Yohanes Risdiyanto MSF