HIDUPKATOLIK.com – Kecenderungan intoleransi dan radikalisme dirasakan kian menguat di kalangan anak-anak dan remaja. Situasi ini mengundang keprihatinan kita dengan bertanya: mengapa semua ini terjadi? Apa yang perlu diperhatikan di dunia pendidikan kita, baik di tingkat dasar maupun menengah, terutama di sekolah-sekolah negeri yang ditengarai menjadi salah satu ladang subur bertumbuh suburnya benih-benih intoleransi dan radikalisme. Mengingat sekolah-sekolah negeri, sejatinya adalah sekolah yang mengedepankan semangat kebersamaan dan solidaritas dalam keberagaman.
Adalah sangat menusuk ulu hati, tatkala kita mendengar ada anak yang kemudian memutus tali persahabatan dengan temannya, setelah dia mengetahui latarbelakang keagamaan sahabatnya itu. Atau, ada siswa yang tidak mau menerima atau memilih temannya menjadi ketua OSIS misalnya, karena temannya itu berbeda keyakinan dengannya. Apalagi, bila hal tersebut mendapat peneguhan berupa dukungan dari guru-guru mereka, yang secara tidak sengaja membiarkan anak-anak melakukan praktik-praktik semacam itu. Lebih menyedihkan lagi, jika guru-guru melakukan diskriminasi terhadap siswa yang berbeda agama dan keyakinan.
Pertanyaan untuk kita renungkan bersama: langkah-langkah apa yang harus kita tempuh mengatasi kecenderungan intoleransi dan radikalisme di kalanganan generasi millenials ini? Berulang kali Presiden Joko Widodo mengingatkan semua pihak supaya bahu-membahu menjaga keutuhan bangsa dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945. Ia pun dengan tegas mengatakan, “tidak ada tempat” bagi pihak-pihak yang ingin memecahbelah bangsa ini, yang menebar benih-benih kebencian, dan yang bersikap intoleran dan radikal.
Namun, himbauan ini nampaknya akan tak bergaung sampai ke bawah jikalau para pihak terkait semisal kalangan yang bergerak di ranah pendidikan tidak sesegera mungkin mengambil langkah- langkah konkret dan tepat sasaran. Apalagi, tahun 2018 dan 2019 merupakan masa-masa yang krusial terkait dengan pemilihan kepala daerah serentak di sejumlah provinsi/kota/kabupaten dan pemilihan legislatif dan presiden/wapres tahun 2019.
Khusus bagi anak-anak dan remaja, majalah ini mengharapkan agar tanpa menunda-nunda lagi, nilai-nilai kebhinnekaan dan toleransi harus dihidupkan di melalui beragam kegiatan di sekolah, terutama di sekolah-sekolah negeri. Sekolah tidak bisa berdiri sendiri. Ia harus melibatkan para orang tua murid dan masyarakat sekitar. Aneka macam aktivitas harus diciptakan sedemikian menarik sehingga anak-anak dan remaja dapat merasakan getaran-getaran kebersamaan, pluralitas, dan kegotongroyongan.
Peran serta pelbagai lapisan masyarakat seperti organisasi kemasyarakatan yang selama ini kita kenal moderat seperti anak-anak muda dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah harus digandeng dan dilibatkan. Mereka memiliki pengalaman dan tradisi yang sangat kuat dalam hal bagaimana memupuk dan menumbuhkan semangat toleransi, penghargaaan pada keanekaragaman, nilai-nilai kemanusiaan, kepekaan sosial, dan lain-lain.
Peran para alim ulama dan tokoh masyarakat tidak bisa dikesampingkan. Sebaliknya, bahkan harus dikedepankan. Ucapan dan tindakan mereka, baik langsung maupun melalui layar kaca, adalah guidance bagi anak-anak dan remaja kita.
Redaksi