HIDUPKATOLIK.com – Memberikan diri dalam pelayanan bersama belahan jiwa menjadi kekuatan tersendiri bagi pasangan ini. Mereka pun berusaha menciptakan kebersamaan dalam keluarga dengan buah hati lewat makan malam dan doa bersama.
Pasutri Maria Josefin Ariani Wirawan- Arnoldus Darmanto bisa diibaratkan gula dan semut. Di mana ada gula, di situ ada semut. Di mana ada Ani, di situ ada Arnold. Demikian juga sebaliknya. Kebersamaan dalam pelayanan, memberikan kekuatan tersendiri bagi pasutri ini. Mereka bisa saling menguatkan dan mendukung.
Dalam komunitas Marriage Encounter (ME) Paroki Maria Kusuma Karmel (MKK) Meruya, Jakarta Barat, panggilan “AA” menjadi “trade mark” yang disematkan untuk pasutri Ani-Arnold. Sejak awal 1993, mereka telah terlibat aktif di ME Paroki MKK. Teman-teman mereka mengatakan, AA merupakan pasangan yang kompak dan tak terpisahkan. “Kami sering diminta untuk menjadi MC atau pembawa acara dalam acara-acara ME. Dengan senang hati kami membantu, selama kami bisa …,” ungkap Arnold. Tahun 1994-1995, pasutri ini dipercaya menjadi Koordinator ME Paroki MKK. Pasutri Ani-Arnold juga melayani bersama sebagai anggota Komisi Panggilan KAJ sejak 2009.
Di celah kesibukan pekerjaan dan kegiatan pelayanan di lingkungan, wilayah, paroki, dll, pasutri Ani-Arnold tetap menyediakan waktu untuk keluarga. Selain kebersamaan dalam pelayanan, kebersamaan dalam keluarga mereka jadikan prioritas untuk terus diupayakan.
Ambil Bagian
Kesediaan diri untuk ambil bagian dalam pelayanan seolah sudah tertanam sejak masa remaja mereka. Ketertarikan Ani dan Arnold untuk mengikuti Legio Mariae menjadi salah satu pendorong yang membuat mereka ingin mempersembahkan diri bagi Tuhan dan sesama melalui pelayanan. “Semua itu terlatih sejak bergabung dalam Legio Mariae,” ungkap Arnold. “Kami belajar melayani sesama lewat Legio Mariae. Dan doa menjadi bagian dari hidup,” imbuh Ani.
Arnold mengungkapkan, sejak duduk di bangku SMP, ia dan Ani mengikuti Legio Mariae di Semarang, Jawa Tengah. Selain itu, Arnold yang gemar berorganisasi ini juga terlibat sebagai misdinar dan lektor.Ia pun aktif dalam kegiatan Pramuka di sekolah, dan mengikuti kegiatan di Sanggar Drama Karitas. Perkenalan dan jalinan kasih di antara keduanya terajut kala mereka melayani sebagai pengurus Kuria Legio Mariae di Semarang. Tali kasih itu mereka jalin hingga sekitar 10 tahun. Akhirnya Arnold mempersunting Ani. Mereka saling bersumpah setia di depan altar pada 15 Desember 1984.
Arnold yang bekerja di Balikpapan, Kalimantan Timur, sejak 1982 ini pun memboyong Ani ke sana. Di tengah kesibukan kerja dan mengurus rumah tangga, mereka meluangkan waktu untuk melayani Gereja. Maka terbentuklah Legio Mariae di Balikpapan. Meski merantau, mereka tetap menghayati panggilan sebagai legioner. Tahun 1990-an, Ani dan Arnold hijrah ke Jakarta. Ambil bagian dalam kegiatan di lingkungan dan paroki tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam keseharian hidup mereka. Kecintaan berorganisasi sejak masih remaja terus mewarnai kehidupan pasutri ini.
Pada 1992, pasutri Ani-Arnold memprakarsai adanya Legio Mariae yunior di Paroki MKK Meruya. Mereka juga mengaktifkan Muda-Mudi Katolik atau Mudika (kini: Orang Muda Katolik atau OMK). Di lingkungan, Ani ikut mendampingi dan melayani kaum lanjut usia (lansia). Bersama teman-teman lingkungan, Ani mengunjungi dan berdoa bersama para lansia. Bahkan ia diminta membantu sebagai Sekretaris Kelompok Lansia Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) sejak awal 2014.
Menurut Ani, aktif dalam kegiatan di lingkungan dan paroki bisa menjadi semacam pagar dalam menjalani kehidupan. “Ya … seperti pagar yang memagari kehidupan kita. Hidup kita jadi gak neko-neko (tidak macam-macam, Red).
Seluruh hidup kita harus baik, pelayanan juga harus baik,” tandas bungsu dari lima bersaudara ini.
“Melalui pelayanan, bisa membantu kita lebih dewasa, tidak mudah emosi, dan membantu untuk menyadari bahwa kita itu lemah,” tutur Arnold. Menurut laki-laki kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 15 Agustus 1959 ini, melayani dan ambil bagian dalam kegiatan di lingkungan dan paroki mesti konsisten.
“Ambil bagian dalam kegiatan itu ada kepuasan batin tersendiri. Itu sebagai keseimbangan hidup. Ada kebahagiaan batin yang saya rasakan,” tandas Arnold. “Kami senang bisa berbagi, bisa mengembangkan diri dan orang lain, menghidupi semangat pelayanan, punya komitmen untuk melayani,” imbuh Ketua Sentra Belajar Guru Dekenat Barat II sejak Oktober 2014 sampai sekarang ini.
Sejak 1994 hingga kini, pasutri ini menjadi papi-mami Antiokh Paroki MKK. Mereka juga pernah didaulat sebagai Koordinator Distrik Antiokh Jakarta Barat. Mereka membuka hati dan rumah mereka untuk anak-anak Antiokh. Rapat Antiokh kerap kali diadakan di rumah mereka.
“Saya menjalani hidup itu, ya mengalir saja …. Apa yang diberikan Tuhan, ya dijalani. Ketika dibutuhkan dan saya bisa, saya siap …,” tandas perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 20 April 1960 ini. Pasutri Ani-Arnold berusaha untuk memberikan diri sesuai kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka.
Kebersamaan
Meski sibuk bekerja, mengurus rumah tangga dan ambil bagian dalam berbagai kegiatan, Ani dan Arnold masih menyempatkan waktu untuk keluarga mereka. Makan malam menjadi salah satu kesempatan bagi pasutri ini untuk menikmati kebersamaan dengan dua buah hati mereka.
Biasanya Arnold yang bekerja sebagai GM, HR Training & Development di PANARUB Group (2010-sekarang) berangkat dari rumah sekitar pukul 06.30. Ia akan mengantarkan anak terlebih dulu ke sekolah, sebelum menuju ke kantornya. Ia bekerja sampai dengan sekitar pukul 18.30. Arnold akan berusaha untuk bisa makan malam bersama istri dan anak-anak mereka. “Makan malam bersama hampir dibilang wajib jika anak-anak ada di rumah. Kadang anak yang besar tidak di rumah karena mengikuti kegiatan kampus. Jadi hanya bertiga untuk makan malam. Bila kegiatan membuat saya dan suami tidak bisa makan bersama atau pulang dulu, sebelumnya kami akan menginformasikannya kepada anak-anak,” beber Ani.
Sebelum Ani dan Arnold pulang dari kegiatan pelayanan, biasanya putri mereka menunggu sampai mereka pulang. “Ia menunggu di kamar kami, tidur di kamar kami. Setelah kami datang dan berdoa bersama, baru dia pindah ke kamarnya,” ujar Ani yang mengaku memiliki kebiasaan mengenakan pakaian tidur kembar dengan suami tercinta.
Doa bersama menjadi “menu wajib” yang dilakukan bersama anggota keluarga yang lain. Mereka saling mendoakan. Hal tersebut menjadi kesempatan untuk saling menyapa dan menguatkan.
Umat Lingkungan St Lukas III, Wilayah St Lukas, Paroki MKK Meruya ini, terus berupaya untuk bisa menjaga ritme kebersamaan mereka dalam keluarga, bersama dua buah hati mereka. Pun dalam melakukan aktivitas dan pelayanan di lingkungan, paroki, serta Gereja. Mereka berharap bisa terus saling mendukung satu sama lain dalam menapaki perjalanan hidup dan dalam pemberian diri untuk Tuhan dan sesama.
Maria Pertiwi