HIDUPKATOLIK.COM – MAMPANG Saung berdiri kokoh di depan sebuah rumah. Nyiru, caping petani, cangkul, dan beberapa perabot memberi warna pedesaan. Di Rumah Perlawanan Jaringan Advoksi Tambang (JATAM) itu, Jumat, 17/2, para pemuda NTT berdiskusi soal Pesta Demokrasi NTT yang berpotensi ditunggangi para pebisnis.
Ketua Komisi Justice Peace and Integrity of Creation-Ordo Fraterum Minorum (JPIC-OFM), Pastor Aloysius Gonsaga Goa Wonga OFM, memaparkan bahwa JPIC sangat berminat terhadap lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan, termasuk di NTT.
Menurut temuannya, investasi tambang di NTT telah merusak lingkungan. Aktivitas tambang menghancurkan ruang hidup masyarakat lingkar tambang. Alih-alih kesejahteraan yang dijanjikan, ternyata negara mengeruk dan menindas masyarakat, terutama masyarakat di lingkungan tambang.
Temuan lain bahwa tambang terkait dengan kebijakan daerah sejak UU Otonomi Daerah. Surat Izin Usaha Pertambangan (SIUP) dikeluarkan oleh pemerintah daerah. “Banyak kepala daerah yang menerbitkan izin, selanjutnya membiarkannya. Pemerintah cuci tangan dalam hal ini,” tegasnya.
Tambang telah melahirkan konflik multi pihak, baik antarmasyarakat kampung maupun masyarakat dengan pekerja tambang. Juga konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Kegiatan tambang sering diikuti dengan strategi adu domba.
“Tambang juga membuat masyarakat kehilangan mata pencaharian sebagai petani, kehilangan kampung, merusak sistem adat dan budaya setempat,” bebernya.
Pastor Alsis, begitu Pastor Aloysius akrab disapa, menjelaskan bahwa JPIC adalah lembaga Gereja yang terkait dengan ekologi dan keutuhan ciptaan. JPIC menolak tegas upaya perusakan lingkungan. JPIC dipengaruhi oleh semangat St. Fransiskus Asisi yang memberikan perhatian khusus terhadap alam. Bumi adalah ibu kita. Selain itu, sebagaimana seruan Paus Fransiskus, bumi adalah rumah kita bersama.
Pastor Alsis berharap pemerintah lebih fokus pada pembangunan yang berkelanjutkan, sebagaimana diidamkan oleh Gereja. Pembangunan yang memperhatikan lingkungan, manusia, dan budaya.
“Ke depan, JPIC OFM tetap mengawal terutama di wilayah pelayanan NTT. Selain advokasi, JPIC melalui karya ekopastoral akan berjuang bersama petani. Sebagian besar masyarakat NTT adalah petani,” ujarnya.
Willy Matrona