HIDUPKATOLIK.com – E-Pluribus Unum merupakan semboyan Amerika Serikat yang menggambarkan bahwa walaupun mereka terdiri dari berbagai macam keragaman, namun, mereka tetap satu yaitu Amerika Serikat. Sesengit apapun kontestasi politik, baik pada tingkat lokal maupun nasional, tak membuat bangsa tersebut jatuh pada konflik yang serius.
Indonesia juga memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang memiliki arti, bahwa walupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan bangsa, namun tetap satu, yakni Indonesia. Pesan yang hendak disampaikan dalam semboyan itu tak pernah luntur oleh ruang dan waktu. Maka, semangat itu mestimelekat dalam setiap kehidupan sosial dan politik. Dengan demikian, tak ada lagi politik pecah belah atas nama kepentingan golongan dan partisan.
Pada 2018, kita menghadapi pemilihan kepala daerah secara langsung di 171 wilayah di Indonesia. Dengan demikian, akan muncul dinamika politik pada tingkat lokal. Setiap calon kepala daerah mencoba untuk meyakinkan pemilih bahwa mereka layak dipilih berdasarkan program dan rekam jejak sang calon. Hal yang paling penting dari politik adalah perlu ada inklusifitas yang mengedepankan persatuan, sehingga tidak menimbulkan konflik, baik horizontal maupun vertikal.
Politik Persatuan
Sila ketiga Pancasila menegaskan Persatuan Indonesia. Sila ini berangkat dari kondisi faktual bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keragaman, baik geografis maupun kondisi sosial kemasyarakat. Maka, generasi penerus bangsa ini perlu mengedepankan persatuan, di atas semua kepentingan. Tak boleh mengorbankan persatuan atas nama kepentingan partai politik, kelompok, suku, bahkan agama sekalipun. Sebab, bangsa ini tidak didirikan hanya untuk satu kelompok, partai politik atau golongan. Bangsa ini didirikan bagi semua rakyat Indonesia.
Hal ini juga ditegaskan dalam Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (Ardas KAJ) 2016-2020. Pada 2018 ini ditetapkan sebagai Tahun Persatuan dengan tema “Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia”. Secara empiris, Ardas KAJ menjawab tantangan kekinian bangsa ini. Tahun 2018 yang sering disebut sebagai tahun politik adalah masa rawan bagi kita untuk merawat persatuan di tengah perbedaan pilihan politik. Perbedaan pilihan politik dalam sebuah negara yang demokratis adalah hal yang tidak bisa dinegasikan. Oleh sebab itu, tak boleh menjadikan perbedaan pilihan politik sebagai alasan untuk mengganggu persatuan kita sebagai sebuah bangsa.
Dalam membangun politik yang inklusif, seharusnya semua calon kepala daerah mengakomodir semua kepentingan masyarakat tanpa membedakan, apalagi melakukan sekat-sekat politik berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan. Hal tersebut mesti tecermin dalam melakukan penggalangan dukungan politik. Setiap calon kepala daerah mesti melakukan penggalangan politik dari seluruh elemen masyarakat, sehingga semua terwakilkan. Dengan demikian, kampanye politik meminimalisir politik sektarian yang hanya menguntungkan satu pihak saja dan merugikan banyak pihak. Politik yang sejati adalah politik yang inklusif, yang dapat dijadikan wadah bagi semua kelompok untuk memperjuangkan kepentingan bersama demi terwujudnya cita-cita bersama, yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Selain itu, hal yang terpenting dalam membangun politik yang inklusif adalah perlu adanya partisipasi aktif masyarakat dalam membahas kehidupan bersama. Apa yang menjadi kebutuhan bersama mereka, bukan apa yang menjadi kebutuhan para calon. Hanya dengan demikian, maka kepentingan warga bisa diakomodir. Politik yang inklusif adalah cara yang tepat merawat persatuan pada tahun politik 2018.
W. Wempy Hadir