HIDUPKATOLIK.com – Mengapa Paus tinggal di Vatikan? Bolehkah seandainya Paus pindah dan tinggal di Yerusalem dan menjadikan Yerusalem sebagai pusat Gereja Katolik.
Aloysius Maria Edi Iswoko, Malang
Pertama, tidak ada pernyataan bahwa Paus harus tinggal di Vatikan. Sejarah Gereja menunjukkan bahwa Bapa Suci pernah tinggal di Perancis selama hampir seratus tahun, dan kemudian diboyong kembali ke Roma. Bagaimanapun juga, di manapun Bapa Suci tinggal, dia tetap adalah Uskup Roma. Posisi Keuskupan Roma dipandang sebagai mengungguli keuskupan-keuskupan lainnya dalam Gereja, sejak tahun-tahun awal berdirinya Gereja.
Dasarnya ialah karena di situlah St Petrus menjalani bagian akhir dari hidupnya dan meninggal. St Petrus dipandang sebagai pemimpin para rasul, pemimpin tertinggi Gereja dan sebagai wakil Yesus Kristus. Karena itulah Keuskupan Kota Roma mempunyai peran yang sangat khusus. Kenangan akan St Petrus inilah yang membuat Roma mempunyai kedudukan yang sangat khusus dan tak tergantikan.
Kedua, masih ada surat-surat dan petunjuk-petunjuk lainnya, bahkan sebelum Rasul terakhir meninggal, bahwa Uskup Kota Roma diakui sebagai pemegang otoritas atas semua daerah lainnya dalam Gereja. Yang paling terkenal di antara semua itu ialah surat St Klemens, paus ketiga sesudah St Petrus, kepada Gereja di Korintus pada tahun 95. Sesudah itu muncullah peraturan dan ajaran lain yang mengatur hak-hak Bapa Suci sebagai pemimpin tertinggi Gereja yang berkedudukan di Roma.
Ketiga, dengan mempertimbangkan kenangan akan St Petrus dan sejarah Gereja sejak awal, kiranya tidak mungkin untuk memindahkan kedudukan pusat pemerintahan Gereja Katolik dari Roma ke manapun, termasuk ke Yerusalem. Sejarah dalam Perjanjian Lama memang menunjukkan bahwa Yerusalem adalah ibukota negara Israel pada waktu itu, tetapi Yerusalem tidak pernah menyimpan kenangan terkait dengan St Petrus sebagai pemimpin Gereja. Karena itu, Yerusalem tidak bisa menjadi pusat pemerintahan Gereja Katolik.
Saya membaca sebuah buku yang mengatakan bahwa dahulu kala Paus dipilih oleh umat, bukan para Kardinal. Apakah pernyataan ini bisa dibenarkan?
Fabiola Virgowati, Malang
Pertama, memang benar bahwa dalam sejarah Gereja masa lalu, para Uskup termasuk Uskup Roma, dipilih dalam arti tertentu oleh umat. Pada sepuluh abad pertama sejarah Gereja, pemilihan seorang uskup dilakukan melalui prosedur yang umumnya diterima waktu itu dengan melibatkan para imam dan kaum awam dari keuskupan yang bersangkutan.
Para pemimpin sipil dulu juga mempunyai peran yang menentukan dalam memilih pemimpin Gereja. Malah kadang-kadang para pemimpin sipil ini menunjuk pribadi yang mereka anggap dekat dan berpihak pada kebijakan-kebijakan mereka. Misal selama berabad-abad, Kaisar Roma merupakan faktor penentu dalam pemilihan Paus.
Kedua, baru pada 1059, Paus Nikolas II memutuskan bahwa pemilihan Paus dilakukan oleh para kardinal. Sejauh bisa diketahui, para kardinal tak ada sebelum masa ini. Kemudian, Konsili Lateran III (1179) Membuat dekrit yang menyatakan bahwa dibutuhkan dua per tiga suara dari para kardinal untuk pemilihan paus. Untuk mengurangi pengaruh tekanan dari luar Gereja, Paus Gregorius X pada 1271, membuat peraturan bahwa para kardinal haruslah diisolasi dalam pintu terkunci selama masa pemilihan, meskipun peraturan ini seringkali diabaikan.
Pada 1945, Paus Pius XII membarui prosedur pemilihan Paus, yaitu mensyaratkan jumlah dua per tiga suara ditambah satu. Pada 1975, Paus Paulus VI sekali lagi membarui prosedur tetapi tidak ada perubahan secara substansial. Hal yang sama dilakukan Paus Yohanes Paulus II pada 1996.
Petrus Maria Handoko CM
Menurut sy utk menjawab pertanyaan tsb tdk prl panjang lebar sampai mengkorek2 sejarah mula2..secara gamblang jwbn nya tdk mngkin pusat katolik dipindahkan ke yerusalem.mereka tdk menjamin keamanan katolik itu sendiri secara universal.berbeda dgn italia-roma..sejak perang salib dan sampai skrg italia tdk bs dipisahkan.katolik di ikutsertakan dlm pemerintahannya..shg sampai sekrg katolik itu independent dan bahkan sebuah negara dlm lindungan negara italia.sementara di yerusalem,bgm?bisakah katolik bebas melaksanakan aktivitas atau pelayanan spt yg mereka dpt di italia?