HIDUPKATOLIK.COM-BERNARDUS Winokan menjadi Sekretaris Daerah Bulungan, Kalimantan Utara tahun 1954. Kehadiran seorang Katolik sebagai salah satu pimpinan, seketika membuat gembira umat Katolik di daerah Tanjung Selor. Sejak itu juga, Bernardus mulai mengumpulkan beberapa perantau Katolik yang di wilayahnya.
Berkat Bernardus, perantau yang kebanyakan dari Nusa Tenggara Timur ini kemudian membentuk persekutuan kecil umat Katolik yang secara rutin mengadakan berbagai kegiatan di rumahnya. Seiring waktu, jemaat ini bertambah banyak dan pantas untuk menjadi sebuah stasi.
Komunitas inilah yang kemudian menjadi Stasi St Maria Assumta Bulungan. Stasi ini berada di dalam wilayah pastoral Paroki St Paroki Santa Maria Imakulata, Tarakan Keuskupan Agung Samarinda. Sebelumnya, umat mengundang Romo Paroki Tarakan, Romo Padberg OMI, untuk datang ke Bulungan dan melihat perkembangan umat di sana.
Gayung bersambut, melihat antusias umat, Romo Padberg pun meresmikan Stasi Bulungan menjadi salah satu stasi di bawah Paroki Tarakan.
Lahir Paroki
Pelayanan umat tidak berhenti sampai di sini, sejak menjadi stasi, Bernardus bersama salah satu umat bernama Paulus mulai mengembangkan pelayanan ke arah hulu Sungai Kayan. Perjuangan Bernardus nampaknya mendapat jalan yang lapang, umat di daerah hulu Sungai Kayan justru berkembang menjadi sebuah paroki yaitu Paroki St. Petrus Sungai Kayan, Keuskupan Agung Samarinda.
Tumbuhnya paroki St. Petrus Sungai kayan cukup pesat, 10 tahun kemudian umat bekembang sedemikian pesat. Hal inilah yang mendorong Keuskupan Samarinda membentuk paroki baru di Tanjung Selor yaitu Paroki St Maria Assumta. Peresmian paroki ini tercatat dalam surat keputusan tertanggal 1 Januari 1996 dengan nomer 353/I/KS/1996.
Dengan adanya paroki baru, pusat Paroki Sungai Kayan yang sebelumnya sempat dipindah ke Tanjung Selor, lalu dikembalikan lagi ke desa Mara I. Sejak itu daerah Sungai Kayan memiliki dua Paroki.
Keuskupan Tanjung Selor
Adanya pusat Paroki di pusat Kota Tanjung Selor mempermudah hubungan paroki dengan pemerintah Kabupaten Bulungan. Dengan perpindahan ini, maka akses sarana dan prasarana terlebih transportasi menjadi lebih baik. Hal ini mengingat luas wilayah pastoral paroki yang membentang meliputi daerah Apo Kayan hingga ke hilir Sungai Kayan yaitu di Tanjung Selor.
Tak begitu lama, hanya sekitar enam tahun setelah berdirinya Paroki Tanjung Selor. Ada cita-cita yang lebih besar yang berkembang di pusat Gereja di Vatikan. Pada 22 Desember 2001 Bapa Suci Yohanes Paulus II memutuskan untuk membentuk Keuskupan baru di Provinsi Kalimantan Timur Bagian Utara ini.
Keputusan berdirinya Keuskupan Tanjung Selor akhirnya diumumkan pada tanggal 9 Januari 2002. Pada saat ini juga, Paus menunjuk Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF sebagai Uskup Tanjung Selor.
Dengan keputusan ini, maka Paroki St Maria Assumta Tanjung Selor menjadi pusat dari pastoral Keuskupan Tanjung Selor. Dimana Gereja St Maria Assumta berubah statusnya menjadi Katedral St Maria Assumta Tanjung Selor.
Pada masa awal ini, tercatat wilayah Keuskupan Tanjung Selor meliputi Provinsi Kalimantan Utara yaitu mencakup Kabupaten Bulungan, Berau, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan. Saat ini tercatat jumlah umat Katolik kurang lebih 32.500 jiwa.
Atas keputusan Tahta Suci Vatikan, Keuskupan Tanjung Selor harus merelakan Mgr Harjosusanto MSF untuk meninggalkan keuskupan di Sungai Kayan ini. Mgr Harjosusanto ditunjuk oleh Paus Fransiskus untuk menjadi Uskup Agung Samarinda pada 16 Februari 2015.
Sejak saat itulah, praktis Keuskupan Tanjung Selor mengalami Sede Vacante. Cukup lama waktu penantian bagi umat Tanjung Selor sampai mereka mendapat seorang gembala baru.
Kerinduan umat ini terjawab saat Paus Fransiskus akhirnya menunjuk Mgr Paulinus Yan Olla MSF sebagai gembala untuk Keuskupan Tanjung Selor. Mgr Yan Olla lahir di Seoam, Desa Eban, Kecamatan Miomaffo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, 22 Juni 1963.
Ia berasal dari Keuskupan Atambua, Nusa Tenggara Timur. Saat ini Mgr Yan Olla masih menjadi pengajar tetap Teologi di STF Widya Sasana Malang. Selain itu, Mgr Yan Olla juga menjadi rektor Biara Sacra Familia Scolastikat MSF di Malang.
Antonius E. Sugiyanto
Selamat Malam Hidup, untuk meluruskan jejak-jejak Gereja Keuskupan Tanjungselor, ada beberapa hal dari tulisan ini yang perlu dikoreksi yaitu, 1) Pater Padberg bukanlah imam OMI, Padberg adalah anggota MSF, nama lengkapnya Pater Albertus Padberg, MSF. Lahir di Leiden Belanda 28 April 1907. Setelah Tahbisan, tahun 1948 ia diutus ke Kalimantan, berkarya di Long Pahangai, menjadi sekretaris Mgr Groen di Banjarmasin (1946-1951), kemudian bertugas di Samarinda dan di Tarakan (1952). 2) Kongregasi St Prawan Maria yang terkandung tak bernoda (OMI) tiba di Kalimantan pada tahun 1977. Waktu itu Mgr Demarteau, MSF mengadakan kunjungan ad limina (1960) dan bertemu dengan Curia Generalizia OMI di Roma untuk meminta bantuan kongregasi ini membantu karya Gereja di Kalimantan. Permintaan ini ditanggapi oleh OMI dan mengirim 9 misionarisnya tahun 1977. Para misionaris ini datang dari Laos karena pada waktu itu OMI mengalami kesulitan di Laos. Jadi dapat disimpulkan bahwa, sebelum tahun 1977, yang berkarya di Keuskupan Tanjung selor adalah Para Misionaris Keluarga Kudus. Wilayah misi MSF mencakup seluruh kalimantan, kecuali kalimantan Barat yaitu Kalimantan Timur, Utara, Tengah dan Selatan. Mohon juga dikoreksi dalam hidup 23 Februari, edisi cetaknya.. Terimakasih. Salam…