HIDUPKATOLIK.COM-PERNAKAH anda berpikir bila manusia, hewan, tumbuhan tidak mendapatkan air? Padahal air merupakan komponen utama bagi kelangsungan makhluk hidup. Manusia tidak bisa bertahan hidup bila tidak mengkonsumsi air dalam waktu tiga sampai empat hari. Tumbuhan pun demikian, tidak bisa hidup bila tidak mendapatkan air. “Menilik dari zat-nya, seluruh komponen tubuh makhluk hidup terdapat air. Air berfungsi untuk aktivitas organ-organ tubuh khususnya sistem metabolisme tubuh. Bayangkan saat ini bila tumbuhan tidak mengkonsumsi air maka bagaimana dengan proses oksigen?”
Pertanyaan ini disampaikan Sr Marisa CB dalam retret hari kedua SMP Seruni Don Bosco Pondok Indah, Jakarta Selatan, di Wisa Puspanita, Ciawi, Bogor, Selasa,06/02. Dalam sesi ini, Sr Marisa menjelaskan bagaimana seharusnya manusia bertindak menjaga dan merawat bumi sebagai ibu dan “rahim” pangan manusia. Menurutnya, manusia perlu bersyukur kepada Sang Pencipta atas bumi yang begitu indah. “Bumi sebagai rumah bersama hendaknya dirawat dan dijaga demi kelangsungan bersama,” ungkapnya.
Untuk memberi contoh bagaimana alam menjadi rusak, Sr Marisa memutarkan sebuah film tentang kerusakan “rahim” pangan manusia. Dalam film tersebut diceritakan bagaimana keegoisan manusia terhadap alam semesta. Seluruh keutuhan alam ciptaan yang diciptakan Allah baik dan indah menjadi hancur karena ketakpuasan manusia. “Keterlibatan manusia zaman ini telah menyebabkan pemanasan bumi, kekeringan, banjir, perubahan iklim, dan sebagainya,” tegas Sr Marisa.
Setelah film tersebut, para siswa diajak untuk mendalami makna dan pesan moral dalam film tersebut dalam kelompok. Natasha Tjahyono mewakili kelompok I menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki akal budi melebihi makhluk lain. Ia disebut makhluk sempurnah karena mendapat kelebihan istimewa dari Allah berupa akal budi. Tetapi sayangnya, akal budi atau kepintaran itu tidak digunakan untuk hal-hal yang menguntungkan. Sebaliknya karena keegoisan dan mau menang sendiri akhirnya alam ciptaan mengalami rusak.
“Ini harus menjadi refleksi kita sebagai anak muda zaman now! Terkadang hal-hal kecil yang kita buat seperti buang sampah sembarang, tebang pohon, buang makanan telah membuat alam ini hancur,” pungkas murid kelas IX B ini.
Sementara itu, Joshua Mihai Nadeak menambahkan bahwa Allah pada dasarnya menciptakan langit dan bumi baik tetapi kemudian manusia menyalahgunakan kekuasaan untuk menghancurkan bumi. Dalam Kitab kejadian soal penciptaan, lanjut murid kelas IX B, ini bahwa Allah memerintah agar manusia merawat bumi bukan mengeksploitasi bumi. “Dengan kerusakan yang ditampilkan dalam film tersebut, berarti kita tidak menjalankan tugas dari Allah sebagai pelindung yang baik bagi bumi kita.”
Untuk belajar mencintai bumi, Sr Marisa kemudian mengajak para siswa untuk terapi air. Kegiatan ini bertujuan agar para siswa dapat merasakan persatuan dengan alam semesta khususnya kegunaan air. Para siswa lalu diajak ke zona air untuk mengikuti sesi terapi air. Tampak kebahagiaan terpancar dari wajah para murid. “Jarang-jarang lho mandi air di tengah hutan,” ujar Jonathan Bonar, murid kelas IX A sambil berlarian menuju zona air diikuti teman-temannya yang lain.
Di zona air, Sr meminta anak-anak tenang kemudian memeriksa batin dan siap untuk terapi air. Di zona air, ada tiga kolam yaitu kolam kecil, sedang, dan kolam besar. Ketika seseorang masuk dalam kolam kecil harus berdoa dulu, merilekskan badan, menenangkan diri. berdoa agar bisa mengalami bagaimana hidup bersatu dengan alam. Di kolam ini juga semua orang bisa masuk dalam kolam ini tetapi hanya mereka yang sudah siap baik secara batin maupun fisik. Pada kolam kedua bisa dimasuki setelah melalui proses kolam pertama. Sedangkan kolam ketiga adalah kolam besar dan semua orang bisa mandi sepuasnya. Di kolam ketiga ini anak-anak saling menyirami, berenang sepuas dan merasa sangat bahagia. Kegembiraan ini pun ditunjukkan murid dengan mengajak para guru agar bisa mandi bersama mereka.
Setelah selesai dari zona air, anak-anak dipersilahkan untuk membasuh diri kemudian berkumpul lagi untuk mendengarkan bagaimana relasi manusia dengan sesama. Ketika anak-anak memasuki usia remaja, tak bisa dipungkiri relasi dengan lawan jenis terkadang menjadi satu faktor penyebab emosi anak-anak berubah-ubah. Karena itu, Sr Marisa mengajak anak-anak untuk membuat mading tentang pacaran yang ideal seperti apa dan apa kriteria pasangan ideal menurut anak-anak.
Pada malam hari diadakan Doa Tobat bersama di Kapel. Sr Marisa mengajak anak-anak untuk mengenang bagaimana kebaikan hati orang tua, kakak, para guru kepada mereka.Kepada anak-anak yang mempunyai orang tua tidak lengkap, Sr Marisa meminta mereka untuk melihat sejauh mana rasa kehilangan itu membuat mereka menjadi dewasa. Pada malam itu juga, anak-anak diminta untuk mengaku kesalahan kepada orang tua yang diwakili oleh Ibu Endang dan Pak Kornelis. “Malam ini sungguh luar biasa. Saya baru melihat kesedihan yang mendalam di hati anak-anak. Selama ini saya pikir mereka baik-baik saja tetapi ternyata ada rasa benci, rindu, sesal yang mendalam di hati mereka,” ujar Gede Andhika, seorang guru pembimbing.
Kepada anak-anak juga, Sr Marisa meminta agar mereka menuliskan surat khusus kepada orang tua dan dimasukkan dalam amplop dan diberikan kepada wali kelas. Surat-surat tersebut kelak akan diberikan kepada orang tua sebagai ungkapan penyesalan dan terima kasih karena telah merawat dan mendapingi mereka.
Kegiatan retret ini ditutup dengan Misa syukur yang dipimpin oleh Romo Agustinus Sunarya Sumarta SVD. Dalam homilinya, Romo Naryo, demikian panggilanya,berpesan agar para siswa jangan membuat diri sombong lebih dari makhluk hidup lain. Sebagai orang bersekolah, katanya Romo humoris ini, para siswa harus rendah hati agar bumi pun bersahabat dengan manusia. Ketika manusia sombong, angkuh dan mau berkuasa lebih dari yang lain, maka alam akan menyatakan sikap tidak bersahabat dengan manusia. “Jangan sombong. Jadilah anak yang mau bersahabat dengan alam. Jangan takut menunjukkan diri sebagai sahabat alam karena dengan begitu anda akan menjadi duta damai alam semesta,” demikian Romo Naryo SVD.
Yusti H. Wuarmanuk (Bogor)