HIDUPKATOLIK.com – “Kematiannya mengingatkan kita bahwa jasa pendidik tak dapat dibayar dengan harta, tetapi pengorbanan yang besar,” pesan Paus Fransiskus dalam Misa beatifikasinya.
Sembuh dari penyakit meningitis memang bukan perkara gampang bagi Andrea Zemin. Gadis kelahiran Creazzo, Vicenza, Italia ini selama tujuh bulan terbaring tak berdaya. Otak dan sumsum tulang belakangnya tak berfungsi akibat infeksi bakteri. Meningitis yang diderita Andrea memasuki fase darurat medis. Diagnosa dokter, gadis 19 tahun ini
menderita karena bakteri meningokokus.
Setiap hari, gadis periang ini terlihat murung. Lehernya kaku. Pada suatu waktu, Andrea kehilangan kesadaran. Ia menderita fotofobia (fobia cahaya) dan fonofobia (fobia suara). Bercak dan ruam merah menyebar di sekujur tubuh. Seminggu dua kali, ia harus disuntik dengan jarum kanalis spinalis untuk mengecek sempel darahnya.
Situasi Andrea membuat orangtuanya cemas. Kecemasan ini makin bertambah ketika tahu bahwa putri mereka tak lama lagi akan menderita ketulian dan epilepsi. Dalam situasi ini, seorang Biarawati Keluarga Kudus Verona meminta sang ibu untuk berdoa kepada Sr Leopoldina Naudet. Selama sembilan hari, sang ibu berdevosi khusus kepada Sr Leopoldina Naudet. Mukjizat terjadi pada 12 Mei 2006. Andrea dinyatakan sembuh. Para dokter yang merawatnya terheran-heran dengan mukjizat ini. Mukjizat ini pula yang melapangkan proses beatifikasi Sr Dina.
Menghargai Perbedaan
Dina menghabiskan hidup di dua negara; Perancis dan Italia. Ia tumbuh dalam keluarga yang sangat menghargai keragaman. Ia lahir sebagai sulung dari pasangan suami istri Joseph Nauder dan Susana von Arnth. Joseph seorang Katolik asal Perancis, sementara Susana, seorang wanita saleh dari Jerman. Soal iman, keluarga ini patut diacungi jempol. Meski sang ibu beragama Kristen Lutheran, tetapi sangat mendukung Dina dan adiknya Luisa untuk menjadi Katolik yang baik. Hampir tak terdengar percekcokan akibat perbedaan iman dalam keluarga Naudet.
Joseph adalah seorang pelayan di Istana Raja Leopold Ignaz Joseph Balthasar Felician, Kaisar Romawi Suci. Meski bukan golongan bangsawan, keluarga Naudet mendapat hak istimewa di tengah masyarakat. Setidaknya status sosial ekonomi berubah saat menjadi kaki tangan raja. Meski begitu, Joseph dan Susana sangat peka terhadap perkembangan iman dua anaknya. Memasuki usia lima tahun, dua anak mereka dikirim belajar di Biara San Frediano, Florence, Italia. Harapannya mereka bisa menjadi wanita saleh yang taat kepada Tuhan. Di sekolah ini pula, Dina menerima komuni kudus pada 1781 dan Sakramen Krisma pada 28 Maret 1782.
Saat asa menyelimuti keluarga ini, tiba-tiba Susana meninggal dunia pada 1778. Duka ini menjadi pukulan berat bagi gadis kelahiran Florence, Italia, 31 Mei 1773 ini. Dina sangat kehilangan figur penolong dalam hidupnya. Demi masa depan dua anaknya, Joseph memutuskan kembali ke Perancis pada 1783. Bagi Joseph, keputusan ini tepat demi masa depan dua buah hatinya. Di Perancis, Dina dan Luisa melanjutkan studi di Sekolah Our Lady di Soissons, Aisne, Perancis.
Selama lima tahun menetap di Perancis tak membuat Joseph betah. Makin hari dua anaknya rindu dengan masa kecil di Florence. Apalagi saat itu di Perancis dilanda berbagai gejolak anti Paus. Dengan pertimbangan matang, Joseph bersama dua anaknya kembali ke Italia.
Demi melanjutkan tradisi keluarga sebagai pekerja istana, dua putrinya bekerja di Istana Leopold di Palazzao Pitti. Dina ditugaskan sebagai pengajar bagi anak-anak raja. Selama lima tahun, Dina mengemban tugas ini hingga kematian Raja Leopold yang kemudian digantikan Raja Leopold II. Dalam masa peralihan ini, Dina menjadi guru bagi Maria Anna Ferdinanda Josepha Charlotte Johana, putri sang raja. Dalam pengasuhan Dina, Anna berkembang menjadi wanita saleh.
Suatu hari, Dina bertemu dengan Pater Nicholas von Diessbach SJ, bapak spiritualitas keluarga kerajaan. Imam pendiri kelompok Christian Friendship ini selalu menasihati Dina untuk tidak melupakan kehidupan doa. Pertemuan dengan Pater Nicholas menjadi awal ketertarikan Dina untuk menjadi biarawati. Anna dan Luisa pun ikut menyatakan keinginan untuk menjadi Biarawati St George dari Lydda.
Keluarga Kudus
Di ibukota kekaisaran Habsburg, Wina, Austria, Dina memenuhi panggilannya. Puncaknya saat bertemu dengan kelompok Karitas St Magdalena dari Canossa. Kelompok kaum ibu ini membantu pelayanan orang-orang miskin di Eropa. Dina pun ambil bagian dalam karya ini. Dalam pelayanan, ia bertemu Pater Pater Nicholas Paccanari SJ. Pater Nicholas menantang Dina untuk mendirikan sebuah institut yang melayani di bidang pendidikan. Bila ibu-ibu Canossa melayani orang miskin, Dina melayani dalam bidang pendidikan.
Tawaran ini langsung disanggupi Dina. Berita baik ini lalu diteruskan kepada Sr Anna dan Sr Luisa. Dua biarawati St George ini lalu memutuskan bergabung dengan Dina pada 31 Mei 1799. Dalam perkembangan, ketiganya lalu mendirikan Institut Dilette of Jesus, sebuah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan. Tak disadari karya mereka mendapat dukungan penuh dari Paus Pius VII. Sewaktu kunjungan ke Padua dan Loreto, Bapa Suci menyempatkan diri ke Venesia. Ia bertemu dengan tiga wanita saleh ini. Lawatan Sri Paus disempurnakan dengan pengucapan kaul pertama mereka di Biara Benediktin di Praha.
Komunitas mereka ini pelan-pelan berkembang cukup baik. Tapi kemudian muncul konflik internal dari ibu-ibu Canossa. Ada kesan bahwa Sr Dina mencaplok karya misi Canossa. Konflik internal ini, bagi Sr Dina, hanya mematahkan misi mereka. Demi tujuan yang baik, Sr Dina memutuskan untuk tidak menutup Institut Dilette of Jesus. Konflik internal ini kemudian terdengar oleh Mgr Luigi Pacifico Pacetti, Pengkhotbah Rumah Tangga Kepausan. Uskup sahabat Paus Pius VII ini kemudian menyelesaikan konflik internal ini. Ia meminta agar Sr Dina tetap pada karyanya tetapi mengganti nama institut, dan hanya berkarya di bidang pendidikan. Sementara karya karitatif diembankan kepada kelompok Canossa.
Pada 1800, Sr Dina melakukan perjalanan ke Roma. Dalam perjalanan itu, ia mendapat sebuah nama untuk biara barunya yaitu The Sisters of The Holy Family from Verona (Suster Keluarga Kudus dari Verona). Lewat Mgr Luigi, Sr Dina bertemu Paus Pius VII dan menyampaikan niat untuk mendirikan sebuah komunitas baru. Paus bernama lengkap Barnaba Niccolo Maria Luigi Chiaramonti ini lalu mengizinkan berdirinya biara baru ini.
Kehendak Tuhan
Lambat laun, Sr Dina mulai membenahi suster-suster pendidik ini. Biara ini mendapat persetujuan resmi dari Paus Gregorius XVI pada 20 Desember 1833. Sayangnya, tak lama setelah komunitas ini berdiri, Sr Dina jatuh sakit dan meninggal dunia pada 17 Agustus 1834. “Saya hanya menginginkan kehendak Tuhan daripada sesuatu yang indah di dunia ini.” Kata-kata terakhirnya sebelum meninggal ini menjadi moto para Suster Keluarga Kudus Verona. Tahun 1958, jenazahnya dipindahkan ke rumah induk Biara Suster Keluarga Kudus.
Karya para suster pun terus menjalar dari Eropa, Afrika, dan sampai ke Asia. Kini karya mereka di Brasil, Filipina, dan Mozambik. Kurikulum pendidikan yang ditekankan adalah pendidikan kewarganegaraan, bahasa Perancis, Inggris, Jerman serta pelajaran agama. Banyak sekolah favorit yang muncul dari perjuangan para Suster Keluarga Kudus Verona. Keteladanan hidupnya membuat Keluarga Kudus memanggilnya “Pejuang Pendidikan”.
Proses beatifikasi dibuka oleh Keuskupan Verona pada 8 Juni 1971. Sr Dina mendapat gelar “Hamba Allah” pada 7 Januari 1994. Paus Fransiskus mengakui mukjizat kesembuhan yang dialami Andrea Zemin pada 21 Desember 2016.
Ia digelari venerabilis pada 6 Juli 2007 dan dibeatifikasi di Basilika St Anastasia Verona pada 29 April 2017 oleh Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus, Kardinal Angelo Amato SDB. “Kematiannya mengingatkan kita bahwa jasa pendidik hanya dapat dibayar dengan pengorbanan yang besar,” pesan Paus Fransiskus dalam Misa beatifikasinya.
Yusti H. Wuarmanuk