HIDUPKATOLIK.com – Karena tak mau bubar, panitia KEP ini ternyata terpanggil melayani dan mempererat persaudaraan. Mereka membentuk komunitas dan terlibat aktif dalam hidup menggereja.
Selesai Misa Minggu pagi, beberapa masih bercengkerama di halaman gereja. Beberapa mobil masih terparkir rapi dalam balutan sinar mentari yang mulai terasa panas. Mereka terlihat serius mendiskusikan sesuatu. Lalu, mereka berbondong masuk ke dalam dua mobil.
Di dalam mobil, mereka masih asyik membicarakan aneka macam hal. Sendau gurau dan gelak tawa dalam suasana persaudaraan terasa mewarnai obrolan mereka. Mereka berencana membesuk salah seorang umat yang sedang sakit. Informasi mengenai siapa yang sakit, dan di mana ia dirawat, mereka dengar dari mulut ke mulut. Biasanya informasi ini lalu “digoreng hingga matang” di grup Whatsapp. Di sana, ditentukan kapan waktu besuknya, siapa yang bisa ikut, di mana titik kumpulnya, dan sebagainya.
Inilah secuil potret kegiatan Komunitas Pelayanan dan Persaudaraan (KPP) St Fransiskus Assisi. Kegiatan membesuk orang sakit seperti itu, terasa sudah sangat biasa menjadi gerak dan langgam komunitas ini.
Tak Mau Bubar
KPP St Fransiskus Assisi ini awalnya terbentuk dari para peserta Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) angkatan VII (2009) Paroki St Antonius Padua Bidaracina, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Setelah menyelesaikan KEP, mereka bertugas untuk menjadi panitia pelaksanaan KEP angkatan VIII (2010) di Paroki Bidaracina. Bibit-bibit persaudaraan sudah mulai bersemi. Ketika KEP angkatan VIII telah berakhir, mencuat pertanyaan yang begitu menyentuh; “Apakah kita akan bubar setelah menyelesaikan tugas sebagai panitia?”
Para alumni KEP VII itu tertegun mendengar pertanyaan tersebut. Singkat cerita, mereka berkeras hati untuk tak mau bubar. Sekitar 50-an orang panitia pelaksaan KEP VIII tak mau panitia tersebut dibubarkan meskipun tugas-tugasnya sudah selesai. Lalu, muncul pelbagai macam refleksi dan impian untuk tetap mempertahankan ikatan persaudaraan yang telah terbina. Mereka ingin tetap melanjutkan komunitas yang sudah terbentuk itu dengan semangat evangelisasi.
Oleh karena itu, mereka mulai mengorganisasikan diri dan membentuk KPP St Antonius Padua pada 20 Agustus 2010. Tanggal itulah yang akhirnya disepakati sebagai hari ulang tahun KPP. Sebagai sebuah embrio komunitas Kristiani, para anggota pun mulai membuat struktur kepengurusan. Mereka pelan-pelan merumuskan visi dan misi, menyusun rencana kegiatan, dan hal-hal lain yang dibutuhkan organisasi.
Berbenah Diri
Komunitas baru ini mengakui bahwa kegiatan rutin mereka pada awal terbentuk adalah latihan kor. Lalu, kelompok paduan suara ini menawarkan diri kepada Paroki Bidaracina untuk terlibat dalam pelayanan liturgi. Gayung pun bersambut. Kor KPP mulai berkiprah mewarnai gerak menggereja umat Paroki Bidaracina. Setelah itu, mereka mengembangkan kegiatan dengan kunjungan kepada orang sakit. Selain mengunjungi, mereka juga melayani dalam penghiburan dan doa-doa mereka.
Setelah dua tahun, tepatnya pada 29 Januari 2012, nama pelindung KPP akhirnya diganti. Pasalnya, nama St Antonius Padua dirasa sering diasosiasikan dengan nama pelindung Paroki Bidaracina. Padahal, anggota KPP sudah berkembang hingga ke luar Paroki Bidaracina. Beberapa orang berasal dari paroki di sekitar Bidaracina. Bahkan, beberapa alumni KEP non angkatan VII pun mulai memperkuat komunitas ini. Maka, ditetapkanlah nama pelindung, St Fransiskus Assisi. Pemilihan nama ini sebenarnya ingin mempertegas marwah KPP sebagai komunitas yang berkomitmen pada pelayanan dalam balutan persaudaraan. St Fransiskus Assisi dipandang sebagai figur keteladanan akan dua semangat dasar tersebut. Harapannya, KPP kian berkembang dan selalu kembali pada spiritualitas dasarnya: pelayanan dan persaudaraan.
Sebagai sebuah komunitas, KPP pelan-pelan berbenah. Mereka mulai mematangkan visi-misi, merancang logo, menentukan moto, nilai-nilai keutamaan, dan aturan main sederhana dalam komunitas, struktur organisasi, hingga rencana kerja tahunan.
Dengan visi “turut mengembangkan Kerajaan Allah melalui persaudaraan dan pelayanan”, mereka merumuskan empat misi dasar. Pertama, melaksanakan pembinaan iman pribadi anggota sehingga semakin bertumbuh dalam pelayanan yang disiplin, bertanggung jawab, dan optimal sehingga menciptakan umat kristiani yang berkualitas. Kedua, menjadi saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat yang beragam. Ketiga, bersama Gereja turut berpartisipasi dalam misi persaudaraan dan pelayanan. Keempat, menjadi salah satu wadah komunitas kategorial di paroki, untuk berkarya dalam memuliakan nama Tuhan, dengan semakin setia menjadi murid Yesus.
“Visi-misi tersebut dihidupi dengan menghayati lima nilai dasar komunitas, yakni komitmen, rendah hati, saling mengasihi dan tulus, tidak membedakan, dan mau berbagi,” jelas salah satu penasihat KPP FA, Frans Dwikoco.
Sayap Pelayanan
Setelah tujuh tahun berdiri, jumlah anggota KPP mencapai 90-an orang. Menurut Frans Dwikoco, anggotanya memang kebanyakan terkonsentrasi di Jakarta, terutama Paroki Bidaracina dan sekitarnya. Namun, ada juga yang berdomisili di beberapa kota lain, seperti Bogor, Bekasi, Yogyakarta, Bali, dan Medan. Mereka biasa bertukar kabar dan berkomunikasi melalui media sosial, seperti grup Whatsapp, Facebook, dan SMS.
Perkembangan tersebut juga mendongkrak munculnya aneka kegiatan. Selain itu, mereka mengadakan pembekalan melalui seminar dan pendampingan KEP. Secara rutin, KPP melayani tugas kor di Paroki Bidaracina, juga kor pernikahan, jika diminta bantuan. Dengan demikian, mereka memiliki waktu rutin bertemu untuk melatih kemampuan vokal Paduan Suara KPP.
Menurut Ketua KPP, Catharina Lita Kristiani, komunitas ini juga melaksanakan kegiatan sosial, seperti mengunjungi orang sakit di rumah maupun rumah sakit, mengunjungi panti asuhan, panti jompo, rumah singgah, dan lembaga pemasyarakatan dengan memberikan bantuan semampunya. Setiap kali melakukan kunjungan, para anggota komunitas ini senantiasa memberikan penghiburan dengan mengadakan doa bersama. Bahkan, beberapa kali sempat menggalang dana untuk membantu korban banjir dan bencana alam lainnya.
Beberapa anggota KPP pun terlibat aktif dalam kegiatan gerejani. Kini, KPP termasuk salah satu komunitas kategorial Paroki Bidaracina, yang eksistensinya secara resmi direstui oleh pastor paroki. Oleh karena itu, Romo Alfonsus Zeam Rudi SCJ menjadi pastor moderator komunitas ini.
Pembentukan komunitas seperti ini dinilai sangat baik, untuk ikut membangun Gereja dari dalam dan terlibat dalam gerak animasi kegiatan gerejani. Para anggota KPP percaya bahwa mereka dapat bertahan dalam pelayanan dan persaudaraan.
R.B.E. Agung Nugroho