HIDUPKATOLIK.com – Dari mana disimpulkan bahwa Yesus lahir pada 25 Desember? Apakah benar bahwa perayaan 25 Desember adalah perayaan Dewa Matahari?
Benediktus Yanoah Diptayasa, Surabaya
Pertama, harus diakui bahwa dari Kitab Suci kita tidak bisa menyimpulkan tentang kapan Yesus dilahirkan. Kitab-kitab Injil tidak memberikan indikasi tentang waktu yang tepat. Dari Injil Lukas, para ahli bisa menyimpulkan bahwa Yesus dilahirkan antara tahun enam sampai delapan Sebelum Masehi. Meskipun penanggalan kita disebut penanggalan Masehi, yang mengandaikan Yesus dilahirkan pada tahun satu, tetapi para ahli menyimpulkan bahwa Yesus seharusnya dilahirkan antara rentang waktu tersebut. Tentang bulan dan tanggal kelahiran Yesus, kita tidak bisa menentukan apa-apa dari Kitab Suci.
Kedua, William J. Tighe, lektor kepala jurusan sejarah dari Muhlenberg College (bdk. ”Calculating Christmas,” pada Touchstone, Desember 2003), pada touchstonemag.com berpendapat bahwa bukti-bukti menunjukkan, bahwa sudah sejak abad II atau III, orang-orang Kristiani baik di Timur (Yunani) maupun di Barat (Latin) berusaha menentukan tanggal kelahiran Yesus, lama sebelum mereka merayakannya secara liturgis. Penetapan kelahiran Yesus ini merupakan akibat langsung dari penetapan waktu wafat-Nya. Kepercayaan Yudaisme yang ada pada zaman Kristus, mengatakan bahwa para nabi Israel wafat pada tanggal yang sama dengan tanggal kelahiran atau pengandungannya. Gagasan ini adalah faktor kunci untuk mengerti bagaimana orang-orang Kristiani awali percaya, bahwa kelahiran Kristus terjadi pada 25 Desember. Bagaimana menetapkan tanggal wafat Yesus? Menurut Injil Yohanes, Yesus wafat sehari sebelum malam Paskah Yahudi. Dipercayai bahwa kematian Yesus terjadi pada tanggal 14 Nisan menurut penanggalan lunar Yahudi, atau 6 April menurut penanggalan Mesir atau 25 Maret menurut penanggalan Yulian (kemudian menjadi penanggalan kita).
Ketiga, orang-orang Kristiani awali menerapkan kedua tanggal pada Yesus Kristus, yaitu 6 April dan 25 Maret sebagai tanggal wafat Yesus tetapi juga sebagai tanggal kelahiran atau pengandungan. Lama-lama, kedua tanggal tersebut lebih dilihat sebagai tanggal pengandungan. Masa pengandungan dihitung sembilan bulan. Maka kelahiran Yesus dirayakan sembilan bulan sesudah 25 Maret atau 6 April, yaitu pada 25 Desember di Gereja Latin (Barat) atau 6 Januari di Gereja Yunani (Timur). Tanggal 25 Desember (menurut penanggalan Yulian) atau 6 Januari (menurut penanggalan Mesir) adalah saat solstice masa dingin (winter), yaitu saat masa siang hari mulai lebih panjang daripada masa malam hari di dunia bagian utara.
Keempat, di Roma ada dua kuil yang dibaktikan kepada Dewa Matahari. Pesta Dewa Matahari dirayakan pada 9 Agustus dan 28 Agustus. Kedua pesta ini tidak lagi dirayakan sejak abad II. Pada saat itu, tidak ada pesta religius yang dikaitkan dengan “titik balik matahari” (solstice, 21 Desember) dan masa siang dan malam sama panjangnya (equinox). Pada tanggal 25 Desember tahun 274, Kaisar Aurelius menetapkan 25 Desember sebagai pesta Dewa Matahari. Tindakan Kaisar Aurelius itu sebenarnya lebih merupakan usaha politis, untuk merangkul dan menyatukan berbagai aliran kepercayaan yang ada waktu itu di bawah pesta tahunan kelahiran Matahari. Kekaisaran yang dipimpinnya waktu itu sedang mengalami kemerosotan karena berbagai pemberontakan, serangan-serangan musuh, penurunan ekonomis yang tajam. Penetapan tanggal 25 Desember itu merupakan ungkapan simbolis harapan kembalinya kejayaan Kekaisaran, yaitu bahwa siang hari dalam Kekaisarannya akan semakin panjang dan malam hari semakin singkat.
Kelima, dengan uraian ini, Tighe menyimpulkan bahwa orang-orang Kristiani sudah lebih dahulu memilih tanggal 25 Desember itu sebagai perayaan kelahiran Yesus dan baru kemudian tanggal itu digunakan sebagai perayaan religius Dewa Matahari. Maka, merekalah yang mencuri perayaan tanggal 25 Desember itu dari orang Kristiani dan bukan sebaliknya.
Petrus Maria Handoko CM