HIDUPKATOLIK.com – Setelah pemberlakuan secara wajib Kurikulum 2013, para guru di sekolah Katolik mengalami kebingungan. Banyak sekolah belum menerima buku, guru belum mengikuti pelatihan, dan bingung dengan sistem penilaian yang baru. Beberapa sekolah mengambil inisiatif memfotocopy buku Kurikulum 2013 untuk siswa dan guru.
Orangtua yang anaknya masih belajar di sekolah dasar juga mulai merasakan beratnya Kurikulum 2013, karena dalam pelajaran PPKn, mereka harus menghafal nama-nama komisi di DPR dengan tugas pokok tiap komisi. Jelas saja, Kurikulum 2013 dilaksanakan tergesa-gesa, karena banyak hal ganjil terjadi, seperti guru yang belum mendapat pelatihan,buku pelajaran banyak yang tidak berbobot dan justru memberi beban kepada peserta didik, serta sistem penilaian yang membuat banyak guru kebingungan.
Menteri Pendidikan yang baru dalam era Presiden Joko Widodo memberikan segudang harapan untuk membenahi sektor pendidikan Indonesia. Para pengelola sekolah Katolik berharap, menteri pendidikan yang baru dapat mengevaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013. Dan, untuk sementara waktu, guru dapat menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Anis Baswedan, memiliki pengalaman menggagas dan mengelola Indonesia Mengajar, yang ternyata membuat para pengajar muda mampu menjadi agen perubahan. Mereka, para pengajar muda ini membawa paradigma baru dalam mendidik anak-anak. Para pengajar muda dari program Indonesia Mengajar ini mampu menciptakan suasana belajar yang penuh kegembiraan, anak belajar lebih cepat, karena dihargai sebagai “subjek” dan dikondisikan untuk terus berpikir, menalar, menganalisa topik yang sedang dipelajari.
Sementara, banyak guru yang sudah terbiasa mengajar dengan cara lama, menyampaikan pelajaran dengan monoton, membahas soal untuk persiapan Ujian Nasional (UN), sehingga pelajaran terasa membosankan. Bagi anak yang tidak kuat menghafal diberi program remedial. Namun, program ini tak disertai penjelasan konsep.
Hal yang amat penting dalam merevolusi pendidikan saat ini adalah melatih para guru mengajar dengan paradigma baru. Guru dituntut untuk menjelaskan konsep, kemudian menstimulasi peserta didik agar turut memikirkan konsep tersebut. Sebagai pengelola sekolah swasta Katolik, tentu kita berharap agar Anis Baswedan dapat menularkan program Pengajar Muda dari Indonesia Mengajar kepada sekolah negeri dan swasta. Bila perlu, setiap kabupaten dan kota memiliki pusat pelatihan guru, agar guru semakin menguasai konsep pembelajaran serta mampu memfasilitasi berpikir kreatif bagi peserta didik.
Kita mengharapkan lahir peserta didik yang sungguh menjadi “subjek” aktif dan mandiri. Hal ini sesuai dengan pemikiran Paulo Freire, menjadi “subjek yang bebas dan mandiri”, karena metode pendidikan yang demokratis. Jika metode ini dapat dilakukan secara nasional, maka akan menjadi sebuah dasar revolusi dalam bidang pendidikan nasional. Dengan demikian, generasi muda telah dipersiapkan menjadi generasi yang mandiri, kritis, kreatif, dan inovatif.
Harapan lain yang disandarkan di pundak menteri pendidikan yang baru adalah bisa mengkaji ulang pelaksanaan Ujian Nasional. Proyek nasional ini hanya menghabiskan uang negara, tapi hasilnya tidak meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ujian Nasional justru menyebabkan mental para guru dan siswa makin memburuk, karena dalam pelaksanaan banyak ditemukan tindak ketidakjujuran dan berbagai praktik yang tak terpuji.
Ujian Nasional mungkin diadakan lima tahun sekali, untuk mengevaluasi pemerataan mutu pendidikan nasional, bukan menjadi alat atau sarana yang menentukan kelulusan siswa. Dana yang selama ini digunakan untuk keperluan Ujian Nasional bisa dialihkan untuk program pelatihan guru dan pengadaan sarana pendidikan demi memperbaiki mutu pendidikan Indonesia.
Fidelis Waruwu