HIDUPKATOLIK.com – Setelah Sinode Uskup 2012 tentang evangelisasi baru, Paus Fransiskus menulis Evangelii Gaudium (EG). Ada kecenderungan memudarnya semangat pewartaan Injil.
Paus Fransiskus mengingatkan bahwa tugas dasar yang diperintahkan Kristus kepada Gereja-Nya, adalah pergi dan mewartakan kabar gembira (Mat 28:19-20). Untuk membedah EG tersebut, HIDUP mewawancarai pengajar Teologi Seminari Tinggi St Paulus Kentungan RP Telephorus Krispurwana Cahyadi SJ. Berikut petikannya:
Apa komentar Romo terkait seruan Paus Fransiskus tersebut?
Bagi saya anjuran apostolik ini mengingatkan misi Gereja dan hakikat dasar Gereja yang misioner. Gereja harus keluar dari dirinya sendiri, menjumpai umat manusia dan realitas nyata untuk menyampaikan kabar gembira kepadanya dan di tengahnya. Di dalam EG, Paus membicarakan soal situasi yang sedang berjangkit yaitu kekeringan rohani dan godaan yang melanda para pewarta Injil dalam tubuh Gereja. Fransiskus tidak saja mengingatkan kita akan tugas dasar yang kita emban, namun juga mengajak untuk berbenah dan bertobat, bahkan melakukan perubahan baik di level lingkungan, paroki, juga sampai di tingkat kepausan.
Ide pastoral blusukan yang telah dilakukan Paus Fransiskus mengundang decak kagum banyak orang. Apa tanggapan Romo?
Blusukan hanyalah istilah. Kata itu dipakai karena telah menjadi idiom di Indonesia. Intinya adalah pastoral yang menjumpai pribadi, yang oleh Paus disebut sebagai gembala yang kenal bau domba-dombanya. Saat ini, Paus melihat bahwa Gereja terkesan lebih sibuk melayani diri sendiri dan terjebak dalam urusan administrasi-birokrasi. Maka ditengarai ada bahaya klerikalisme dalam tubuh Gereja.
Oleh karena itu, Paus berharap agar Gereja membuka pintu, keluar, membangun udaya perjumpaan dan pelayanan murah hati. Pelayanan ini sering digambarkan sebagai pelayanan orang Samaria yang murah hati (Luk 10:25-37): bukan status atau pengetahuan yang paling penting, namun kasih dan kemurahan hati dalam menyapa dan membantu sesama.
Bagaimana Gereja memaknai kemiskinan di era kapitalisme global ini?
Kemiskinan merupakan wujud kesenjangan sosial. Paus berbicara tentang ketimpangan sosial sebagai akar dari kejahatan, karena dari situ bisa muncul kekerasan, perpecahan, bahkan fundamentalisme. Maka, Fransiskus menilai ada sesuatu yang salah di dunia ini seperti tatanan sosial-ekonomi yang tidak adil, yang menguntungkan segelintir orang saja. Ia mengritik teori ekonomi “efek tetesan ke bawah” (tricke-down effect). Bapa Suci memandang itu semua omong kosong, tidak memperbaiki situasi sosial. Gereja tampak gusar akan realitas sosial ini dan mendorong adanya perubahan. Paus juga melihat fenomena pemujaan uang sebagai sesuatu yang juga mengancam dunia. Hal itu bisa menghambat misi pewartaan Injil yang diemban Gereja.
Apa teroboson Gereja menghadapi globalisasi ketidakpedulian?
Globalisasi ketidakpedulian merupakan buah berkembangnya budaya egoisme atau individualisme dalam diri manusia. Semangat sekadar cari untung, memenuhi kepentingan diri atau kelompok belaka, menanamkan sikap tidak peduli akan sesama, terlebih mereka yang miskin, menderita, dan tersingkir. Menghadapi kenyataan ini, Gereja diharapkan perlu semakin membangun diri sebagai Gereja kaum miskin. Bagi Paus panggilan menjadi Gereja kaum miskin adalah sesuatu yang mutlak karena Kristus sendiri yang menghendaki (Mat 25:31-46).
Gereja bukan untuk yang sempurna, tapi bagi pencari Tuhan. Menurut interpretasi Romo seperti apa?
Gereja yang kudus terdiri dari kita, para umat yang lemah, rapuh, dan berdosa. Kita tidak ada yang sempurna. Namun menjadi bahaya kalau kita menjadi orang beriman yang mudah merasa diri sudah baik dan beres. Lalu kita menilai yang berbeda, yang tidak sesuai dengan kriteria kita atau norma umum, adalah mereka yang tidak pantas, apalagi sesat, tidak Katolik. Akibatnya, kita sibuk dan suka menilai orang lain, mencari-cari kesalahan orang. Dalam EG, Fransiskus mengutip St Augustinus dan Thomas Aquinas: Allah hanya memberi aturan sedikit saja, namun kita suka menambah-nambahi. Gereja adalah tempat di mana semua orang diterima, dilibatkan dan diampuni..
A. Benny Sabdo