HIDUPKATOLIK.com – Di sela kegiatan di Kongregasi, para frater Societas Verbi Divini (SVD) Ledalero masih sempat menyalurkan minat mereka dalam seni dan sastra. Mereka mengembangkan bakatnya berteater.
Setelah pentas kurang lebih 45 menit, beberapa pelakon drama berjudul Carakawati, masuk satu demi satu menuju panggung. Mereka membentuk barisan setengah lingkaran dan saling bergandengan tangan. Setelah itu, seorang perempuan berkebangsaan Amerika Serikat bernama Joannie Grabowsky muncul sambil mendendangkan lagu You Raise Me Up. Seusai bernyanyi, gemuruh tepuk tangan para penonton mewarnai Aula St Theresia Avila, Bhaktyarsa, Maumere, Nusa Tenggara Timur pada Minggu, 2/11, yang lalu.
Carakawati merupakan drama yang mengisahkan sejarah 125 tahun pelayanan kongregasi suster-suster Servae Spiritus Sanctus (SSpS), yang dipentaskan oleh kelompok Teater Aletheia. Menurut sang penulis naskah Fr Hans Hayon SVD, cakarawati artinya utusan perempuan. Frater asal Flores Timur ini berharap dengan pementasan ini, para penonton dapat paham bahwa yang berperan dalam mewartakan Injil bukan hanya kaum laki-laki, “Kaum perempuan juga bisa turut ambil bagian,” katanya.
Pementasan teater yang terdiri dari dua sesi ini mengisahkan sejarah masuknya SSpS di Indonesia, khususnya di Flores pada abad ke-19. Bagian pertama berisi sejarah SSpS dan konteks masyarakat Flores serta kenyataan hegemoni kaum pria atas kaum perempuan. Di bagian kedua digambarkan pertalian antara semangat Injil yang ditawarkan oleh suster SSpS dengan konteks masyarakat setempat. Seusai pementasan teater, acara dilanjutkan dengan konser musik.
Bangkit dari Tidur
Pementasan tersebut merupakan salah satu karya Teater Aletheia. Sebuah kelompok teater yang didirikan sepuluh tahun silam. Awalnya kelompok ini dibangun karena kegiatan seni dan sastra di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero ketika itu lesu. Lalu, sekelompok orang yang terdiri dari pengamat sastra sekaligus dosen filsafat dan teologi Romo Budi Kleden SVD, Ketua Senat Mahasiswa STFK Ledalero periode 2003-2004 Fr Erno Bhegu SVD, Fr Puplius Meinrad Buru SVD dan beberapa frater yang lain, melahirkan ide membentuk suatu wadah yang dapat menghimpun para frater yang tertarik pada dunia seni dan sastra. Setelah terbentuk, mereka kemudian menyerukan kebangkitan baru dan menggelorakan roh kreativitas seni budaya yang sebelumnya lesu dan tertidur.
Maka sejak saat itu, para frater yang memiliki minat dan bakat pada dunia teater mulai dihimpun. Di antara mereka ada yang ditugaskan sebagai penulis naskah, crew perbengkelan, dan pemain teater. Pada mulanya kelompok ini bernama Teater Seru. Namun dalam perkembangan selanjutnya, atas kesepakatan moderator Romo Feliks Bhagi SVD dengan seluruh anggota, kelompok ini mengubah namanya. Tepat pada 5 Oktober 2004 Teater Seru diubah namanya menjadi Teater Aletheia.
Aletheia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kebenaran. Dosen filsafat STFK Ledalero Romo Nar Hayong SVD mengejawantahkan kata aletheia dengan mengutip pandangan filsuf Jerman Martin Heidegger yang membagi kata aletheia dalam a (tidak) dan lethe (ketersembunyian). Jadi, aletheia artinya ketidaktersembunyian. Dengan kata lain aletheia adalah sesuatu yang dapat dijelaskan, diklarifikasi, dikonfirmasi, dan tampak bagi khalayak.
Nama aletheia ini sengaja dipilih untuk melukiskan hakikat pewartaan Kristiani. Bahwa setiap orang Kristiani dipanggil untuk mewartakan Kristus yang adalah jalan, kebenaran, hidup yang benar, tidak tersembunyi serta dapat diklarifikasi. Dalam rangka itu, anggota Teater Aletheia ingin mengekspresikan diri, menampilkan bakat yang dimiliki setiap anggota dan tidak membiarkan bakat-bakat itu terkubur.
Melibatkan Kaum Awam
Meskipun bermarkas di Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, para anggota Teater Aletheia ternyata beragam. Setiap tampil, pengurus teater melibatkan mahasiswi awam sesuai dengan peran yang dibutuhkan. Selain itu, siswa-siswi, guru atau karyawan SD Gere yang sekolahnya dekat dengan tempat tinggal salah satu unit frater SVD juga diikutsertakan. Para murid, guru atau karyawan SMP Bhaktyarsa dan SMA Bhaktyarsa yang dikelola oleh para Suster SSpS sering diajak terlibat berperan di atas panggung. Bahkan karyawati seminari pun sering diajak untuk mengambil peran, apalagi dibutuhkan pemeran perempuan dalam suatu pementasan.
Keanggotaan Teater Aletheia boleh dibilang cukup fleksibel dan jauh dari kesan kaku. Orang luar pun dilibatkan dalam pementasan. Anggota inti adalah para frater sendiri. Saat ini ada sekitar 20 frater SVD yang menjadi anggota aktif komunitas. Mereka dikoordinasi oleh ketua Teater Aletheia, Fr Reinard L. Meo SVD dengan moderator Romo Pice Dori SVD.
Setelah terbentuk, Teater Aletheia bergulir selama 10 tahun dengan menghayati visi dan misi yang senantiasa menjiwai setiap anggotanya. Visi Teater Aletheia adalah menjadikan hidup manusia lebih hidup, pasti dan terarah melalui suatu tanggapan estetis demi pengembangan bakat dan kreativitas seni yang aktual, ber makna untuk diri dan orang lain, serta dijiwai semangat berdiri di atas kaki sendiri.
Sejalan dengan visi tersebut Teater Aletheia mengangkat misi untuk menjadikan kampus Ledalero sebagai komunitas yang kreatif dengan budaya analitis, kritis, dan terbuka. Mereka juga membantu orang lain untuk sadar akan bakat dan potensi seni yang dimiliki dan dapat mengekspresikannya secara kreatif sebagai bentuk kepedulian terhadap realitas.
Aktivitas Pentas
Setiap tahun, Teater Aletheia memiliki dua jadwal pementasan tetap, yakni pada acara kreatif di malam tutup tahun dan tablo pada hari Jumat Agung yang digelar di Seminari Tinggi Ledalero. Untuk mempersiapkan berbagai pementasan tersebut, mereka berlatih di aula St Thomas Aquinas kampus STFK Ledalero. Waktu latihan biasanya disesuaikan dengan hari puncak pementasan. Para frater juga sering mencari-cari kesempatan di selasela rutinitas harian di konggregasi. Selain memiliki jadwal pentas tetap itu, Teater Aletheia juga pernah tampil dalam beberapa acara seperti peringatan Hari Sumpah Pemuda, 75 tahun Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, dan 100 tahun SVD di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, di balik kelancaran dalam berbagai pentas, Teater Aletheia juga menghadapi tantangan. Di antaranya, kurangnya peminat seni dan sastra yang mau bergabung ke dalam komunitas teater ini. Di STFK Ledalero ada sekitar 200 mahasiswa. Namun yang bergabung ke komunitas ini hanya 20 orang.
Pengurus Teater Aletheia ditantang untuk tetap tekun dan getol menjaring dan membina peminat-peminat muda untuk bergabung.
Fr Reinard L. Meo SVD