HIDUPKATOLIK.com – Awalnya terpaksa, Andika menekuni dunia konduktor. Ia melatih dan meraih prestasi dengan banyak paduan suara. Terbaru, ia membawa Gratia Choir mendulang juara di Italia.
Paduan suara Gratia Choir mendulang prestasi September silam di Italia. Paduan Suara Mahasiswa Unika Soegijapranata Semarang itu datang ke Italia mengikuti 11th Rimini International Choral Competition di Rimini pada 21-24 September 2017. Hasilnya, mereka meraih juara tiga, untuk kategori Folk, Gospel, Spiritual, dan kategori Mixed Choir. Mereka juga meraih Silver Diploma untuk kategori Sacred Music.
Dua hari berselang, mereka terbang dari Rimini menuju Florence. Di kota eksotis itu, mereka adu kemampuan dengan paduan suara internasional lainnya pada ajang 1st Andrea del Verrocchio International Choral Festival. Gratia Choir menyabet juara satu untuk kategori Popular, Folk, Gospel, Barbershop, Jazz & Modern Ansamble, dan untuk kategori Youth and University Choirs. Di kompetisi ini, total ada lima penghargaan mereka raih.
Rentetan prestasi itu membuat Alfonso Andika Wiratma, konduktor Gratia Choir, girang bukan kepalang. Persiapan selama delapan bulan dibayar dengan gelimang medali apresiasi. “Kami berjumlah 33 orang, terdiri dari 30 penyanyi, satu conductor dan dua official,” jelas Andika, sapaannya.
Psikolog Konduktor
Keberhasilan Gratia Choir tentu merupakan usaha segenap awak. Tapi tak dipungkiri, dalam dunia paduan suara, peran seorang konduktor amat menentukan. Andika, mengapresiasi segenap keluarga besar Gratia Choir. Jauh sebelum terbang ke Italia, Andika mulai membentuk tim melalui audisi kepada semua anggota, baik anggota lama maupun baru.
Selain berlatih untuk kompetisi, Gratia Choir juga bersama-sama mencari dana. “Kami harus pintar-pintar membagi waktu antara kuliah, latihan dan mencari dana,” jelas Andika.
Gratia Choir terbentuk sejak 26 tahun silam. Namanya mungkin belum setenar Paduan Suara dari Unika Atma Jaya atau Unika Parahyangan. Pada Mei 2015, Andika ditunjuk menjadi konduktor. Namun Andika mengaku, ia tidak pernah bercita-cita menjadi konduktor, apalagi bisa membawa Gratia Choir menggema di tingkat internasional. “Saya bahkan juga tidak sekolah di jurusan musik,” kata alumni Psikologi Unika Soegijapranata Semarang itu.
Orangtuanya, jelas Andika, memang hobi bermusik. “Saya mungkin mewarisi kesukaan mereka dalam berkesenian. Sejak SMA saya suka membuat lagu sendiri, saya rekam sendiri hingga jadi dua kaset koleksi pribadi, tetapi saat ini sudah nggak bisa diputar,” katanya sembari tertawa.
Jalan hidup memang bukan perencanaan tunggal seseorang. Sebuah kejadian kecil, bisa menjadi titik yang mengubah seluruh kisah. Andi ka menjadi konduktor bermula karena terpaksa memimpin paduan suara kaum muda di gereja. Saat itu, tidak ada yang mau memimpin. Andika pun maju dan menjadi konduktor untuk pertama kali.
Momen itu ternyata menjadi candu bagi Andika. Ia pun keterusan menjadi konduktor di paduan suara kaum muda gereja. Dari sini, Andika diminta temannya untuk melatih paduan suara di sebuah sekolah. Pelbagai tawaran serupa juga mulai menghampiri.
Andika sadar diri. Ia tidak punya bekal teori bermusik tetapi diminta mengajar dan melatih paduan suara. Maka, mulailah Andika membaca buku-buku dunia paduan suara, mengikuti pelbagai seminar, workshop hingga master class untuk konduktor. “Saya harus belajar; masak mengajar, tetapi gak tahu materi apa yang harus saya ajarkan,” kata Andika sembari tertawa.
Andika pun terbang ke Jakarta untuk berguru vokal dan conducting dengan Aning Katamsi dan Avip Priatna. Ia juga mengikuti workshop dan klinik komposisi bersama Budi Susanto Yohanes di Jakarta; Jonathan Velasco dan Anna Tabita Abeleda di Filipina hingga Christian Grases di Miami. Ia juga mengikuti Symposium dan master class bersama Andre de Quadros di Boston Amerika, Stella Chou di Singapura dan Mark Anthoni di Filipina. “Saya mencoba untuk berteman dengan banyak penggiat paduan suara. Saya belajar dari mereka yang sudah berpengalaman. Merekalah yang menginspirasi saya menjadi konduktor.”
Menjaga Prestasi
Dengan deretan prestasi yang baru diraih, Andika dan Gratia Choir punya beban untuk mempertahankan level. Sebelum mengukir jejak di Italia, Gratia Choir hanya menggema di level nasional dan sekali pernah meraih Medali Emas dan perak pada 3rd Singapore International Choral Festival, 2016 silam. Andika meminta anak asuhnya untuk menjalani proses secara bertahap. “Saya hanya mengajak mereka menjalankan budaya yang baik. Baik itu budaya latihan maupun budaya artistik musikalitas.”
Andika tidak hanya menekankan soal taktis dan teknis bermusik paduan suara. Baginya, ada hal lain yang lebih penting, bahwa para anggota paduan suara mencapai kematangan pribadi melalui komitmen dan proses latihan. “Hal-hal diluar teknis paduan suara sih, tetapi saya percaya kalo para anggota kelompok itu mempunyai pribadi yang baik, hal-hal teknis soal berpaduan suara akan lebih mudah dicapai.”
Andika juga meminta anak asuhnya untuk tidak melupakan tugas mereka sebagai mahasiswa. Ia akan merasa bangga kalau anak-anak asuhnya bisa beprestasi baik sebagai mahasiwa maupun sebagai anggota Gratia Choir. Usai kembali dari Italia, Gratia Choir bertekad mengasah kemampuan bermusiknya dengan mengikuti kompetisi besar lainnya dan mengadakan konser sendiri.
Selain melatih Gratia Choir, Andika juga mengajar musik di beberapa sekolah di Semarang. Misal, SD PL Bernardus, SMP PL Domenico Savio, SMA PL Don Bosko, Sekolah Kristen Tritunggal, dan juga Universitas Dian Nuswantoro. Ia juga kerap diminta menjadi juri dan memberi pelatihan-pelatihan dalam hal paduan suara.
Andika juga membawa paduan suara selain Gratia Choir meraih prestasi. Ia membawa PS SMP PL Domenico Savio meraih Grandprix Champion di Bali Internasional Choir Festival 2016 dan Champion pada “Orientale Concentus X” di Singapore, 2017. Pun begitu dengan sekolah lainnya, Andika membawa mereka meraih prestasti tingkat nasional. Di bawah asuhan Andika, PS Universitas Dian Nuswantoro Semarang, berhasil meraih 2 medali emas saat kompetisi internasional di Vietnam, 2017.
Andika menilai, melatih para siswa SD hingga SMA selalu mengandung pesan harapan. Ia menilai itu sebagai langkah regenerasi minat bernyanyi dalam paduan suara. Terutama untuk pelayanan di Gereja. “Di Gereja, paduan suara orang muda hanya segelintir dan lebih diisi oleh para orang dewasa. Ini sedikit menjadi kekuatiran bagi saya yang mulai beranjak menjadi generasi tua,” kata pria kelahiran Semarang, 30 Oktober 1972 ini.
Saat mengajar para siswa dan mahasiswa, Andika berupaya menanamkan minat untuk mau terlibat dalam pelayanan di Gereja. Pendidikan musik kategori paduan suara di semua tingkat sekolah Katolik, kata Andika, merupakan fondasi bagi masa depan pelayanan paduan suara di Gereja. “Regenerasi penting karena musik dalam tata peribadatan Gereja Katolik kan mempunyai peranan yang cukup penting.”
Kini, meski berhasil memandu Gratia Choir dan paduan suara lainnya ke jenjang internasional, Andika enggan besar kepala. “Saya hanya menjalankan tugas sebisa saya saja, kalau kemudian ada prestasi, itu hasil kerja keras tim,”
pungkasnya.
Alfonso Andika Wiratma
TTL : Semarang, 30 Oktober 1972
Istri : Maria Risvita Indri
Pendidikan:
• SMP Negeri 18 Semarang
• SMA Negeri 7 Semarang
• Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Paduan Suara yang Dilatih:
• SD PL Bernardus
• SMP PL Domenico Savio
• SMA PL Don Bosko
• Sekolah Kristen Tritunggal
• PSM Gita Dian Nuswa Universitas Dian Nuswantoro
• PSM Gratia Choir Universitas Katolik Soegijapranata
Edward Wirawan