HIDUPKATOLIK.com – Siaran Pers Natal 2017 Keuskupan Agung Jakarta
Mengambil tema besar bersama pesan natal bersama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tahun 2017 yaitu “Hendaklah Damai Sejahtera Kristus Memerintah Dalam Hatimu!” (Kolose 3:15a).
Seusai perayaan misa Natal Pontifical yang dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo di gereja Katedral pada pukul 09.00 hari ini, dilakukan press release (siaran pers) Natal 2017. Sementara menanti kedatangan Bapak Uskup yang sedang memberikan ucapan selamat natal kepada umat setelah misa, sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Suziana selaku Humas KAJ, bahwa bapak Uskup akan didampingi oleh Vikjen (Vikaris Jenderal) KAJ RD. Samuel Pangestu dan kepala paroki gereja Katedral Rm. Hani Rudi Hartoko SJ.
Disampaikan juga bahwa arah dan dasar (Ardas) KAJ telah ditetapkan dari tahun 2016-2020, sebagai gerakan persekutuan gereja KAJ, mengajak seluruh umat untuk turut andil mengamalkan Pancasila dan keutuhan ciptaan. Tahun 2016 dicanangkan sebagai tahun kerahiman, sebagai penerapan sila pertama dan sila ke-3 di tahun 2018 sebagai tahun persatuan, dan seterusnya.
Perihal pelaksanaan ibadah di Katedral di malam natal sebelumnya, pengamanan ibadah telah mendapatkan bantuan diantaranya dari Satpol PP, GP Ansor, ditambah kunjungan dari para pejabat negara, yang diawali pada misa pertama (pukul 17.00 WIB) dikunjungi oleh Tri Sutrisno (Wakil Presiden Indonesia ke-6) dan Yudi Latief (Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila-UKP PIP), sementara pada misa kedua (pukul 20.00 WIB) juga telah berkunjung pimpinan Kapolri, Jenderal HM Tito Karnavian. Sementara pada misa misa natal, Pontifical dipimpin oleh bapak Uskup dan ditutup dengan berkat apostolik.
Dari jumlah umat, dikatakan oleh ibu Susie, pada malam natal dihadiri oleh sekitar 15-16ribu umat Katolik. Panitia dekorasi Natal tahun ini mencanangkan kebhinekaan, diwarnai dengan tempat plaza Pancasila sebagai sudut spot foto dan pengingat akan pesan kebhinekaan negara Indonesia bagi para pengunjung gereja, yang dalam kenyataannya pihak Gereja Katedral maupun mesjid Istiqlal saling bekerjasama menyediakan lahan parkir bagi mereka yang ingin beribadah.
Mengenai registrasi umat sebelum mengikuti misa malam natal (pukul 5 petang dan 8 malam) yang sempat menjadi polemik dikalangan umat dengan dilakukannya registrasi sebelum mengikuti misa, hal ini disebabkan karena keprihatinan sebelumnya di saat ingin misa berdesak-desakan (bahkan hingga ada yang pingsan).
Siaran Pers Natal
Pada gilirannya Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ign.Suharyo memulai siaran pers Natal tahun ini dengan mengajak kita mengingat kembali tentang peristiwa sejarah yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan mengajukan dua (2) kata kunci:
1. Merawat ingatan bersama: agar kita tidak lupa bahwa bangsa kita pernah merintis perjuangan dalam tiga (3) peristiwa penting yaitu Kebangkitan Nasional (20 Mei 1908), Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) dengan (ikrar) satu nusa, satu bangsa satu bahasa yang mempersatukan saudara-saudara kita serta Proklamasi 17 Agustus 1945.
Jika pilar-pilar sejarah ini tidak terawat, maka dapat mengancam persatuan bangsa Indonesia sendiri.
2. Mengemban tanggung jawab sejarah. Tanggung jawab ini dapat dipikul oleh Umat Katolik KAJ dengan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan keseharian. Pada tahun lalu telah dicanangkan sebagai tahun Kerahiman Allah yang memerdekakan, sebagai pengamalan Pancasila sila pertama. Tahun 2018 yang akan datang, dalam rumusannya sebagai gerakan yang diulang terus menerus menjadi habitus, hingga nanti tahun 2020 dengan penerapan sila kelima.
Menutup konferensi pers, diperkenalkan juga oleh monsinyur Suharyo, rosario merah putih (sarana bersembahyang/ alat bantu doa umat Katolik dengan berdevosi kepada Santa Maria, bunda Allah, berupa manik-manik berwarna merah dan putih) untuk menimba kekuatan dalam doa dan terus menerus dilakukan sebagai usaha untuk sungguh-sungguh menerjemahkan pesan natal, yaitu Indonesia yang terus bertumbuh untuk mencapai cita-cita kemerdekaan, dengan gerakan yang terus berlanjut.
Dalam sesi tanya jawab, KAJ didalam situasi politik bergabung dengan KWI, selalu mengusulkan dengan pesan gereja dalam arti menghargai martabat manusia, prinsip solidaritas dan subsidiraitas (menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok untuk mengutamakan usahanya sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya-http://pendalamanimankatolik.com/tag/subsidiaritas/) sebagai jurus / pesan dasar.
Tahun politik yang akan datang (tidak terlepas dari) kehidupan bangsa yang menuju pada keadaban publik, ditopang/ disangga oleh tiga (3) pilar atau poros kekuatan yang mengelola ruang publik yaitu negara, masyarakat pasar (sektor bisnis) dan masyarakat warga.
Keseimbangan lewat fungsi kontrol silang antara tiga poros kekuatan ruang publik di atas merupakan prasyarat bagi kehadiran dan perkembangan keadaban publik yang menjamin kesejahteraan semua. Namun yang terjadi adalah, bukannya masing-masing poros menjalankan fungsi kontrol terhadap yang lain, sebaliknya terjadilah kolusi antara badan-badan publik dengan sektor bisnis. Prinsip hidup bersama dalam masyarakat warga pun dengan mudahnya dilanggar (penjelasan ini secara implisit tertuang pula dalam buku “The Catholic way: kekatolikan dan keindonesiaan kita”, oleh I.Suharyo, hal.106).
Maka sekadar bertanya, apakah DPR benar-benar resmi untuk kepentingan rakyat atau pesanan? Perda utk kebaikan bersama atau untuk keperluan di sektor bisnis yang tidak beretika, yang akan menjadi malapetaka besar, sementara berprinsip pada keadilan (fairness), sehingga masyarakat akan untung. Tetapi kenapa kita mengenal kata “mafia” dalam pasar? Indikasi disini berarti bisnis tidak dijalankan dengan fairness, ketika ada perselingkuhan antara penyelenggara negara tertentu dan kepentingan bisnis. Semuanya mesti demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang harus diperhatikan oleh pimpinan terkait.
Menjawab pertanyaan kedua, kini ada macam-macam plesetan tentang Pancasila, meskipun telah dipilih sebagai kesepakatan dasar, tetapi masih ada pihak-pihak yang perlu dipertanyakan tentang makna Pancasila ini, seperti adanya lapisan gubernur dan pimpinan tertentu yang nyata-nyata tanpa malu tertangkap oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Dalam menjawab pertanyaan ketiga yang menyinggung tentang konflik di Yerusalem dengan pernyataan presiden Amerika Donad Trump yang mengklaim Israel sebagai ibukota Yerusalem, senada dengan sikap PGI dan organisasi lainnya dalam pertemuan di kantor NU dalam membuat pernyataan, bahwa Amerika sebagai warga dunia yang tergabung dalam organisasi dunia PBB (Persekutuan Bangsa-bangsa) semestinya juga tunduk pada resolusi PBB, tetapi yang dikatakan oleh Trump terkait Yerusalem ini tidak mengikuti resolusi tersebut. Selain itu, sebagai umat Katolik pun turut mengikuti sikap dari pimpinan gereja Katolik tertinggi yaitu Paus, walaupun dalam hal ini juga turut mengikuti apa yang telah menjadi sikap dari pimpinan Negara Indonesia.
Masalah ini bukan agama, tapi kemanusiaan, politik dan kebangsaan yang sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu, sehingga tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, tetapi biarlah pihak-pihak yang bersengketa itu tetap mengupayakan dialog supaya pembicaraan bisa berjalan maju.
(A.Bilandoro)