HIDUPKATOLIK.com – Pada Natal, banyak dilakukan tradisi Christmas Carols. Dari mana berasal tradisi itu? Apa sebenarnya maksud tradisi Natal ini? Bolehkah ditiru?
Ekasari Mayfangli, Semarang
Pertama, Christmas Carols berarti nyanyian pujian Natal, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa-bahasa yang lain. Disebut pujian Natal karena tema lagu-lagu itu adalah kelahiran Yesus. Tradisi Christmas Carols atau caroling ialah kebiasaan menyanyikan lagu-lagu Natal dengan penuh kegembiraan, sukacita dan damai, oleh sekelompok orang yang dilakukan di lingkungan dari rumah ke rumah, atau dari satu keluarga ke keluarga yang lain, atau dari satu biara ke biara yang lain atau di rumah sakit dari ruang ke ruang. Tradisi ini sangat mirip dengan “ngamen”, tapi khusus menyanyikan lagu-lagu Natal. Tujuan dari Christmas Carols atau caroling untuk membagikan kegembiraan dan sukacita karena kelahiran Yesus di Bethlehem, sekaligus juga mewartakan dan merayakan kelahiran Yesus sebagai Sang Penyelamat. Tujuan ini diwujudkan dengan diselipkan di antara lagu-lagu Natal itu pembacaan perikop Injil tentang kelahiran Yesus.
Kedua, kegiatan caroling bisa atau tidak harus disertai dengan pemberian hadiah, baik untuk mereka yang menyanyi maupun yang dikunjungi. Pemberian hadiah atau kado ini meneladan pemberian diri Sang Sabda yang menjadi manusia, dan juga pemberian kado oleh para orang Majus kepada bayi Yesus.
Ketiga, lagu-lagu Natal tentu sudah ada sejak abad-abad awal, tetapi caroling atau tradisi menyanyikan lagu-lagu Natal dari suatu tempat ke tempat lain baru dikenal sekitar abad 13. Menurut tradisi St Fransiskus Assisi yang terkesan secara sangat mendalam oleh misteri Inkarnasi, pada Natal 1223 untuk pertama kali membuat kandang Natal di Greccio, Italia. Tindakan Fransiskus ini mendapatkan restu Paus Honorius III. Fransiskus mempersiapkan kandang Natal dengan binatang hidup, keledai dan sapi. Dia menggambarkan betapa miskin dan sederhana keadaan Yesus ketika dilahirkan.
Pada saat itu Greccio menjadi Bethlehem baru. Seiring dengan munculnya kandang Natal, muncul pula lagu-lagu Natal. Keduanya melahirkan pertunjukan- pertunjukan drama kelahiran Yesus dengan lagu-lagu Natal. Dari sinilah muncul tradisi caroling. Untuk menekankan aspek rohani, caroling sering disertai litani dan devosi kepada Bunda Maria yang melahirkan Yesus atau kepada Keluarga Kudus. Pelaksanaan praktis bisa mempertimbangan keadaan yang ada. Caroling baru dimulai sesudah Misa Malam Natal. Pada masa Adven, tidak dilakukan caroling,karena Gereja masih menantikan kelahiran Sang Penebus.
Mengapa selama masa Adven doa Kemuliaan tidak didaraskan atau dinyanyikan? Apa alasannya?
Theresia Maria Agustyarini, Malang
Peniadaan doa Kemuliaan selama masa Adven adalah bagian dari persiapan untuk menciptakan suasana penantian menyambut kelahiran Yesus. Seperti diketahui, kelahiran Yesus di Bethlehem ditandai dengan nyanyian para Malaikat, Gloria in Excelsis Deo, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:13-14). Doa Kemuliaan dalam perayaan Ekaristi mewakili nyanyian malaikat itu. Maka, pada masa Adven, yaitu masa persiapan untuk menyambut kelahiran Yesus, tentu wajar jika doa Kemuliaan ditiadakan supaya muncul kesadaran akan penantian Almasih, Dia yang akan datang, yang masih dinantikan kelahiran-Nya.
“Kekosongan” akan doa Kemuliaan ini akan menciptakan kerinduan yang subur untuk menyambut kelahiran Yesus yang ditandai dengan nyanyian gegap gempita para malaikat Gloria in Excelsis Deo. Maka, doa Kemuliaan dinyanyikan secara meriah pada perayaan Ekaristi Malam Natal, yaitu disertai dengan dentang lonceng Gereja, gemuruh gong dan kerincing bel. Inilah pemenuhan kerinduan, klimaks yang dipersiapkan selama masa Adven.
Petrus Maria Handoko CM